Alt Title

Meningkatnya Pengangguran, Salah Siapa?

Meningkatnya Pengangguran, Salah Siapa?

 

Pemerintah hadir sekadar menjadi regulator, dan fasilitator bagi para oligarki, para elite politik, tuan-tuan berduit, tanpa memedulikan keberadaan rakyatnya

Bukankah pemerintah itu harusnya melindungi, melayani, dan memenuhi kebutuhan rakyatnya?

_________________________


Penulis Siti Solechah

Kontributor Media Kuntum Cahaya & Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Dikutip dari Media Okezone, 21 Juli 2024, bahwa tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 5,2%. Menjadi rekor dengan urutan tertinggi dibandingkan enam negara lain di Asia Tenggara (ASEAN). Dana moneter Internasional (IMF) pada World Economic Outlook April 2024, menyatakan posisi ini tak berubah dari tahun lalu, tetapi angkanya lebih rendah yakni 5,3%. Kemudian Filipina berada di posisi kedua yakni 5,1%, disusul Brunai Darussalam 4,9%, Malaysia 3,5%, Vietnam 2,1%, Singapura 1,9%, dan Thailand 1,1%.

 

Ada seorang fresh graduate dengan predikat cumlaude dari politeknik kesehatan, membagikan kisahnya yang sulit mendapatkan pekerjaan. Ia mengatakan, menganggur setelah lulus selama 6 bulan. (Okezone, 04 Juli 2024)


Berdasarkan hasil survei periode 2021-2022, Badan Pusat Statistik menemukan 9,9 juta orang Indonesia menganggur. Menurut Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) jumlah tersebut didominasi oleh gen-Z. (Detikfinance, 23 Mei 2024)


Sungguh suatu kenyataan yang sangat miris, di negeri yang kaya raya akan sumber daya alamnya justru mendapatkan predikat nomor 1 tingkat penganggurannya.


Faktor Pemicu Pengangguran

Banyak faktor sebagai pemicu tingginya pengangguran di negeri ini. Di antaranya: Pertama, tidak siapnya Indonesia menghadapi bonus demografi. Bonus demografi semestinya menjadi satu keuntungan, dan kekuatan untuk kemajuan perubahan bangsa. Bilamana pengelolaan, dan pembinaan dilakukan secara eksklusif, masif, dan profesional maka akan mampu memberikan kesesuaian antara supply dan demand.

 

Kedua, kemajuan teknologi yang tidak dibarengi dengan kualitas pendidikan di seluruh wilayah negeri. Ini terlihat masih banyaknya lulusan pendidikan yang masih kurang dalam skill, selain gagap teknologi juga. Sementara saat ini, pekerjaan lebih dominan mengikuti digitalisasi, sehingga menuntut pada keterampilan kerja, pola hubungan kerja, serta waktu, dan tempat kerja yang makin berubah.


Ketiga, adanya lapangan pekerjaan yang tidak seimbang dengan tenaga pencari kerja. Dengan sekolah-sekolah, dan perguruan tinggi  yang makin menjamur secara otomatis menghasilkan kelulusan yang banyak, sementara lapangan kerja terbatas.


Keempat, PHK besar-besaran yang dilakukan perusahaan dikarenakan tidak mampu lagi membayar pekerja. Dengan kebijakan pemerintah yang meregulasikan impor mengakibatkan banyak perusahaan yang gulung tikar. Terimbas kalah saing dengan harga barang impor yang lebih murah, sementara biaya produksi sulit ditekan, sehingga perusahaan mengambil keputusan melakukan putus hubungan kerja (PHK).


Keterlibatan Negara

Sebenarnya negeri ini kaya akan sumber daya alam, bahkan melimpah. Namun, tidak menjamin warga negaranya hidup dalam kesejahteraan. Masyarakat dibiarkan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, baik kebutuhan primer, maupun sekunder. Hal ini tidak luput karena tidak adanya keterlibatan negara dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang dimilikinya. 


Pemerintah hadir sekadar menjadi regulator, dan fasilitator bagi para oligarki, para elite politik, tuan-tuan berduit tanpa memedulikan keberadaan rakyatnya. Bukankah pemerintah itu harusnya melindungi, melayani, dan memenuhi kebutuhan rakyatnya? Dengan fakta yang ada, maka salah siapa?

 

Negara abai, tidak berfungsi sebagai junnah, tidak optimal mengurusi urusan rakyatnya. Alhasil, pengangguran banyak, sehingga menghantarkan pada kemiskinan, dan memicu tindak kriminal. 


Diriwayatkan dalam Kanzul Ummal no. 9858, bahwa Khalifah Umar bin Khathab ra. pernah berkata: 

اني لارى الرجل فيعجبني، فا قولوا : له حرفة ؟ فان قالوا : لا سقط من عيني

"Sungguh terkadang aku melihat seorang lelaki yang membuatku terkagum, lalu aku bertanya: Dia punya pekerjaan? Jika mereka menjawab tidak, maka lelaki itu langsung jatuh wibawanya di hadapanku.”


Sahabat Ibnu Mas’ud ra. dalam kitab Mu’jam al Kabir no. 8539 karya Imam At-Thabrani juga mengatakan, "Sungguh aku benci terhadap orang yang tidak melakukan amal dunia, ataupun akhirat.”


Keterlibatan negara yang minimalis dalam penyelesaian persoalan pengangguran, dan tidak mengakar pada sumber permasalahannya, menjadikan muncul permasalahan-permasalahan yang lain. Hal ini menjadi blunder bagi pemerintah itu sendiri.


Pandangan Islam

Islam memandang bahwa keberadaan penguasa adalah sebagai raa'in yang wajib memberikan pelayanan, pemenuhan kebutuhan, dan pelindung bagi rakyatnya. Harta kepemilikan akan dipilah, mana harta milik negara, mana harta milik umum, serta mana harta milik individu. Agar semua masyarakat baik kalangan atas, ataupun kalangan bawah, bisa menikmati kesejahteraan, dan keadilan yang nyata dari sumber daya alam yang dimiliki. Dikarenakan bukan hanya milik segelintir orang saja.

 

Negara mewajibkan kepada setiap laki-laki yang sudah baligh, sehat, dan berakal untuk bekerja. Negara akan men-support setiap individu dengan membuka lapangan pekerjaan yang luas lagi halal. Sehingga mampu menafkahi keluarga, dan orang-orang yang berada dalam tanggungannya. Apabila keberadaannya tidak mampu, maka tanggung jawab nafkahnya akan dialihkan kepada negara. 

 

Negara memberikan modal secara cuma-cuma, dan memberikan pelatihan keahlian yang dibutuhkan masyarakat. Negara tidak akan mempersulit setiap pelayanan publik baik dalam pengaksesan, ataupun secara administratifnya. Negara memandang bahwa pemimpin adalah raa'in yang wajib melayani rakyat, yang akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak.


Sabda Nabi saw.,

كلكم راع، و كلكم مسؤل عن رعيته

"Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan tiap-tiap pemimpin akan diminta pertanggung jawabannya atas orang yang dipimpinnya.”


Solusi Islam tidak akan terwujud sebelum kepemimpinan kenegaraan sesuai dengan syariat Islam. Dan syariat Islam tidak akan tegak tanpa adanya sistem Islam. Sementara sistem Islam tidak akan terwujud tanpa adanya upaya, dan perjuangan serta pengorbanan umat Islam seluruh dunia. 


ان الله لايغير ما بقوم حتى يغيروا ما بانفسهم

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (TQS Ar-Rad: 11)


Wahai kaum muslimin bersatulah, satukan pemikiran, satukan perasaan, dan satukan pemikiran. Sekuler kapitalis sungguh menyengsarakan. Campakkan dan gantikan dengan Islam kafah yang mengikuti metode kenabian.

Wallahualam bissawab. (SH-GSM/MKC)