Alt Title

Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan

Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan

 


Secara fisik Indonesia telah merdeka kurang lebih 79 tahun dari pihak penjajah

Namun secara politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan, Indonesia masih terjajah

______________________________


Penulis Bunda Susi Ijul

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, REPORTASE - Kegiatan Majelis Taklim Lentera Qur'an kembali diadakan pada tanggal 4 Agustus 2024, bertempat di Masjid Raya Bandung. Kali ini mengangkat tema "Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan"  sebagai tadabbur QS Ibrahim [14]: 7. 

          

Sebagai pemateri yaitu Ustazah Hj. Hilda Indriani S.Hut, beliau memaparkan bahwa, dalam tafsir Al Azhar mengenai QS. Ibrahim ini, Hamka menjelaskan bahwa ayat ini masih berkaitan dengan ayat-ayat sebelumnya yakni kisah Nabi Musa as. dan para pengikutnya. Ayat ini merupakan peringatan dari Allah Swt. kepada kaum Bani Israil pasca mereka dibebaskan dari penindasan Raja Fir’aun. 


Kemerdekaan kaum Bani Israil inilah yang harus mereka syukuri. Dalam mewujudkan rasa syukurnya, kaum Bani Israil dituntut untuk berusaha bangkit dan membangun peradabannya sendiri, setelah diberi nikmat kebebasan dari kezaliman Raja Fir’aun.

          

Selaku pemateri, beliau juga mengungkap fakta yang sama dengan Indonesia. Saat ini menurut beliau kondisi Indonesia masih terjajah. Memang secara fisik telah merdeka kurang lebih 79 tahun dari pihak penjajah. Namun secara politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan masih terjajah.


Hal ini bisa dilihat dari utang luar negeri yang menggunung, kemiskinan, krisis moral, pengangguran, dan lain sebagainya. Hal ini menjadi indikasi bahwa Indonesia belum merdeka secara hakiki.


Mengapa kondisi Indonesia masih terjajah? 

Karena bangsa ini belum mewujudkan rasa syukur terhadap nikmat kemerdekaan yang diberikan Allah Swt. dengan cara "bangkit dan membangun" negeri Indonesia berdasarkan ideologi Islam.


Beliau mengambil pendapat Imam Ibnu Katsir yang menyatakan bahwa, syukur harus direfleksikan dengan ketaatan secara totalitas kepada Allah Swt.. Beribadah dengan bersungguh-sungguh dan melaksanakan seluruh apa yang diperintahkan Allah Swt. dan meninggalkan seluruh apa yang dilarang-Nya. Serta jangan sekali-kali berbuat maksiat walau hanya mendekati kemaksiatan terhadap-Nya.


Beliau menegaskan bahwa, Indonesia saat ini dalam menata kehidupan dan mengatur poleksosbudhankam masih mengadopsi pemikiran dan solusi hukum buatan penjajah (manusia). 


Beliau pun membeberkan contohnya. Misal, dalam masalah sosial saat ini maraknya judol alias judi online. Judi online adalah produk cara pandang hidup kapitalisme sekuler, dan sangat bertentangan dengan cara pandang Islam.


Dalam pandangan Islam, judi hukumnya haram. Namun, keharaman judol malah difasilitasi oleh negara dengan adanya akses platform media yang disediakan pemerintah sebagai sarana untuk mendapatkan 'cuan' tanpa mengindahkan hukum syarak.


Dalam kesempatan yang sama, Ustazah Hilda juga memaparkan kepada peserta apa yang harus dilakukan dalam mewujudkan syukur nikmat kemerdekaan. Di antaranya sebagai berikut: 


1. Bersyukur menuntut adanya pengakuan dan keyakinan bahwa segala bentuk kenikmatan ini datangnya dari Allah Swt. semata. 


2. Bersyukur atas nikmat Allah merupakan kewajiban seorang muslim. Namun, seorang muslim harus memahami cara merefleksikan rasa syukur secara benar, yakni:


a. Tidak merefleksikan rasa syukurnya dengan cara-cara yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syukur itu sendiri. Misalnya, dengan cara mabuk-mabukan, pesta pora, pergi ke tempat-tempat maksiat, bernyanyi-nyanyi hingga melupakan kewajiban seorang muslim, menyediakan sesaji dan persembahan kepada pohon dan tempat-tempat keramat, dll.


b. Mewujudan rasa syukur yang sebenarnya dengan Ibadah dan taat kepada Allah Swt. serta meninggalkan larangan-larangan-Nya. Orang-orang yang selalu taat kepada Allah Swt. akan menjalankan seluruh perintah-Nya dan sunah Nabi-Nya.


Pada hakikatnya adalah orang yang senantiasa bersyukur kepada Allah Taala. Sebaliknya, orang-orang yang menampik dan menolak dengan keras syariat Islam, tunduk dan patuh kepada aturan-aturan kufur, maka termasuk orang-orang yang ingkar terhadap nikmat yang diberikan Allah kepada mereka. 


Secara praktis ini bisa terwujud dengan membangun 3 pilar ketakwaan:

1. Membangun ketakwaan individu

2. Membangun kepedulian amar makruf nahi mungkar di antara individu dalam masyarakat, termasuk amar makruf nahi mungkar kepada penguasa

3. Membangun negara berlandaskan ideologi Islam yang menerapkan syariat Islam kafah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.


Jika ini dilakukan, maka Allah pasti akan menambah kenikmatan bukan hanya kuantitas tetapi kualitasnya.


Bersyukur akan menuai pahala, membuka pintu rezeki di dunia. Serta mendapatkan kemuliaan dan keberkahan hidup dunia dan akhirat.


Di akhir acara beliau pun membekali para peserta dengan doa agar menjadi ahli syukur. Doa yang dipanjatkan sebagai berikut: 


  رَبِّ اَوْزِعْنِيْۤ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْۤ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَا لِدَيَّ وَاَ نْ اَعْمَلَ صَا لِحًـا تَرْضٰٮهُ وَاَ دْخِلْنِيْ بِرَحْمَتِكَ فِيْ عِبَا دِكَ الصّٰلِحِيْنَ


Artinya: "Ya Tuhanku, anugerahkanlah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku mengerjakan kebajikan yang Engkau rida'i dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh." (QS An-Naml [27]: 19)

Wallahualam bissawab. [EA-SJ/MKC]