Pajak Bersifat Wajib dan Memaksa, Membebani Rakyat
Opini
Inilah wajah negara yang seolah tidak ada bedanya dengan pemalak (daulah jibayah)
tak peduli semua itu menjadi beban bagi rakyatnya
______________________________
Penulis Ummu Fauzi
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pajak adalah sumber pendapatan utama terbesar yang masuk ke dalam kas negara yang menerapkan sistem kapitalis. Di Indonesia, hampir 80% pendapatan negara berasal dari pajak. Oleh karena itu, pemerintah melakukan berbagai upaya agar pemasukan pajak ini selalu memenuhi target.
Contohnya, di Kabupaten Bandung. Melalui Pusat Pengelolaan Pajak Daerah (P3D) Wilayah Kabupaten Bandung II Soreang, Badan Pendapatan Daerah (Bapeda) Jawa Barat mengejar para penunggak pajak untuk memenuhi target pendapatan dari pajak kendaraan. Dari sebanyak kendaraan yang ada di Kabupaten Bandung yaitu 1,1 juta, sebanyak 30% -nya atau sekitar 330 kendaraan belum membayar pajak alias menunggak.
Menurut Doni Firyanto, Kepala P3D Wilayah Bandung II Soreang, para penunggak pajak yang 30% itu memang harus ditagih, karena jika dirupiahkan nilainya terus bergerak. Beliau juga mengatakan penyebab mereka menunggak itu beragam, bisa karena kendaraan rusak, lupa bayar, atau karena keadaan ekonomi yang sedang menurun sehingga mereka lebih mementingkan kebutuhan pokok dan pendidikan.
Walaupun begitu, Doni juga menekankan kalau pajak bersifat memaksa dan wajib, sehingga pihaknya akan terus melakukan berbagai upaya untuk memenuhi target pendapatan, termasuk membentuk Satgas Penunggak Pajak P3D Wilayah Kabupaten Bandung II Soreang.
Dikutip dari Pikiranrakyat.com, (6/8/2024) teknis pelaksanaan di lapangan dilakukan melalui door to door, penempelan stiker, bahkan sampai ditelusuri ke pedesaan dengan mengadakan semacam sensus untuk mendata kendaraan yang belum bayar pajak. Untuk mengoptimalkan pelaksanaannya, Satgas Penunggak Pajak P3D bekerja sama dengan BUMDES dan pabrik-pabrik.
Kendaraan adalah salah satu objek pajak dari sekian banyak yang diberlakukan di negeri ini. Seperti pajak bangunan, lahan, sampai makanan pun tidak luput dari pungutan. Kaya dan miskin tidak bisa menghindar dari membayar pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Selama ini baik pusat sampai daerah, pajak dijadikan andalan pemasukan untuk keberlangsungan roda pemerintahan. Tetapi kepatuhan warga dalam membayar pajak belum sesuai harapan, sampai-sampai dibentuk satgas penunggak pajak.
Alasan masyarakat menunggak membayar pajak beragam, bahkan salah satunya dikarenakan kondisi sulit ekonomi sekarang. Ironisnya penagihan pajak terus dilakukan dengan alasan betapa pajak bersifat “wajib dan memaksa." Inilah wajah negara yang seolah tidak ada bedanya dengan pemalak (daulah jibayah), tak peduli semua itu menjadi beban bagi rakyatnya.
Demikian tampak watak penguasa sekuler, yang menjauhkan agama dari aspek kehidupan. Pengurusan masyarakat pun tak melibatkan tata aturan agama. Penguasa seolah hilang rasa, bahkan sekadar untuk memahami posisi sulit rakyat saat ini.
Lebih miris lagi, ketika berbagai pungutan yang diberlakukan tidak berimbas secara signifikan terhadap kepengurusan rakyat. Malah tak sedikit yang disalahgunakan oleh oknum penguasa dipakai untuk memperkaya diri sendiri dan golongan.
Seperti yang diberitakan oleh detiknews.com, (22/12/2022) bahwa ex Kasi Penetapan Penerimaan dan Penagihan Samsat Kepala Dua Banten, Zulfikar, menjadi terdakwa korupsi penggelapan pajak. Dirinya terbukti telah menggelapkan uang pajak senilai Rp3,6 miliar. Dan masih banyak lagi penyelewengan yang dilakukan para pejabat yang berada di lingkungan perpajakan. Ini satu bukti betapa uang pajak kerap dinikmati oleh sebagian pejabat yang tidak bertanggung jawab.
Di sisi lain, negara justru makin abai dengan rakyatnya. Pendidikan dan kesehatan makin mahal dan sulit dijangkau oleh masyarakat bawah. Negara pun semakin berlepas tangan dengan kebutuhan tersebut. Lengkap sudah penderitaan masyarakat di bawah kekuasaan pemerintahan kapitalisme sekuler.
Padahal sungguh rakyat tidak akan terbebani dengan berbagai macam pungutan apabila sumber kekayaan alam yang melimpah (SDA) dikelola sendiri oleh negara dengan serius dan sesuai syariat. Hasil dari pengelolaan SDA sudah lebih dari cukup untuk kemaslahatan rakyat.
Sangat disayangkan, kapitalisme telah menyebabkan kekayaan alam dikuasai oleh pemilik modal baik dari dalam maupun luar negeri atas nama investasi. Sangat miris, kekayaan alam dilepas sementara rakyat dipalak dengan beragam jenis pajak. Ketika kekayaan alam salah kelola dan pajak jadi sumber pemasukan, rakyatlah yang menjadi korban.
Lain kapitalisme lain Islam. Dalam sistem Islam negara wajib menerapkan aturan secara menyeluruh (kafah) dalam setiap sendi kehidupan, termasuk sistem ekonomi. Islam mempunyai aturan yang jelas dalam pembiayaan penyelenggaran negara.
Pajak bukan sumber penghasilan utama dan sifatnya tidak wajib dan memaksa, kecuali dalam kondisi darurat. Itu pun hanya ditarik pada para agniya (orang kaya) saja. Ini disebabkan karena negara punya pos-pos pendapatan yang tetap dan mencukupi untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat.
Negara akan mengoptimalkan keberadaan Baitulmal, yaitu lembaga negara yang dikhususkan bertugas mengurusi pemasukan dan pengeluaran harta untuk mengurus rakyat. Sumber pemasukan Baitulmal sudah ditentukan oleh syariat yaitu dari penghasilan tetap, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara.
Pemasukan tetap itu berasal dari fa'i, ganimah, kharaj, dan jizyah. Sedangkan kepemilikan umum berasal dari pengelolaan SDA seperti gas, minyak bumi, batu bara, dan lainnya, yang dikelola negara. Ada pula kepemilikan negara di antaranya dari sumber usyr, humus, rikaz, dan harta zakat.
Semua harta yang ada di Baitulmal tentu sangat mencukupi untuk dapat memenuhi kebutuhan rakyat. Maka dalam kondisi tersebut negara akan mengoptimalkan pemanfaatannya. Tetapi, apabila dalam kasus tertentu harta Baitulmal tidak mencukupi atau kosong sedangkan ada pembiayaan darurat yang tidak bisa ditunda penyelenggaraannya, maka negara akan memungut pajak atau daribah dari kaum muslimin yang kaya saja. Kelak ketika semua sudah terpenuhi, maka pajak tesebut akan dihentikan.
Dalam Islam pemimpin adalah pengurus rakyatnya. Kekayaan alam dikelola sendiri untuk kesejahteraan rakyatnya. Mereka tidak akan berbuat zalim, membebani rakyatnya dengan berbagai pungutan. Penguasa dalam Islam sangat takut dengan ancaman dari hadis Rasulullah saw., “Tidaklah akan masuk surga orang yang mengambil pajak secara zalim." (HR. Imam Abu Daud)
Oleh karena itu, negara tidak akan membebani rakyatnya secara zalim. Sebaliknya rakyat akan diperhatikan kebutuhannya dan dibantu hingga kehidupannya sejahtera. Semua ini telah terbukti selama 13 abad lamanya ketika syariat Islam diterapkan secara kafah di tengah umat. Wallahualam bissawab. [SM-GSM/MKC]