Alt Title

Perayaan Kemerdekaan Ternodai Polemik BPIP

Perayaan Kemerdekaan Ternodai Polemik BPIP




Peringatan HUT RI tahun ini berbeda,

makna kebhinekaan yang diamandemen UUD 45 telah ternodai dan membuat publik bereaksi

______________________________


Penulis N' Aenirahmah
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Ada yang aneh dengan foto pengukuhan upacara HUT ke-79 RI di Ibu Kota Nusantara (IKN) Kalimantan Timur, dalam unggahan akun instagram Presiden Jokowi. Di mana terlihat tidak ada satu pun peserta putri Paskibraka yang menggunakan hijab (kerudung), padahal sebelumnya ada 18 orang dari mereka yang memakai hijab.


Sontak saja hal ini menimbulkan reaksi publik mempertanyakan dan mencari tahu hal apa yang mendasari mereka melepas hijab (kerudung) saat pengukuhan tersebut.

Publik menduga BPIP berada di balik isu larangan hijab terhadap peserta putri Paskibraka. Hal ini sesuai dengan pendapat mantan pembina Paskibraka Nasional periode 2016-2021 Irwan Indra. Beliau menyampaikan dugaannya, jika BPIP berada di balik isu ini. Sebab penanggung jawab Paskibraka 2024 ini berada di bawah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), bukan di bawah Kemenpora (Kementerian Pemuda dan Olah Raga) sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. (republika.co.id, 14 Agustus 2024)

Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof. Yudian Wahyudi membenarkan adanya aturan peserta Paskibraka putri lepas hijab saat pengukuhan dan pengibaran bendera Merah Putih pada upacara kenegaraan. Ia menegaskan jika di luar pengukuhan peserta Paskibraka putri boleh memakai hijab kembali. (CNN Indonesia, Kamis, 15 Agustus 2024)

Jika mundur ke belakang, pernyataan kontroversi dari Prof. Yudian Wahyudi bukan kali ini saja. Ada beberapa pernyataan beliau yang membuat publik bereaksi mengkritisinya. Seperti, pada tahun 2018 saat menjabat sebagai Rektor UIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta, ia telah melarang mahasiswinya memakai cadar. Dua tahun berikutnya muncul lagi pernyataannya yang membuat publik melontarkan kritik keras kepadanya, ia pernah melontarkan pernyataan 'Agama Musuh Besar Pancasila'.

Tidak cukup di situ, pada tahun 2021 saat peringatan Hari Santri Yudian Wahyudi juga sempat mengadakan lomba penulisan artikel dengan mengangkat dua tema yakni 'Hormat Bendera Menurut Hukum Islam' dan 'Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam'. Hal tersebut telah membuat perbincangan di media sosial ramai dengan memopulerkan tagar #BubarkanBPIP.

Wajah Asli Sekularisme


Patut disayangkan, polemik di atas terjadi menjelang Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Wilayah Indonesia yang terdiri dari Sabang sampai Merauke berbeda agama, suku, bahasa, dan budaya bisa diikat dengan kebhinekaan. Setiap tahunnya segenap warga negara memperingati hari kemerdekaan dengan penuh sukacita.

Namun berbeda dengan peringatan HUT RI tahun ini, makna kebhinekaan yang diamandemen UUD 45 telah ternodai dan membuat publik bereaksi.

Aturan peserta Paskibraka putri melepas hijab (kerudung) tidak bisa dibenarkan dengan dalih apa pun. Misal, untuk menjaga persatuan atau kekompakan. Karena bisa diartikan tidak mengakui Indonesia yang terdiri dari keberagaman agama, adat, suku, dan bahasa.

Dengan demikian, dari peristiwa di atas telah membangunkan kesadaran bahwa: Pertama, paham sekularisme telah mengakar terutama di kalangan para petinggi negeri ini. Paham sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan telah mendarah daging dalam jiwa penguasa.

Menurut mereka kewajiban dalam hukum agama bisa disesuaikan atau dialihkan sesuai aturan yang dibuat oleh para penguasa. Tentu kita masih ingat dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri, yaitu Kemendikbud, Kemendagri, dan Kemenag yang sepakat meneken dan menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 021/KB/2021.

Dalam peraturan ini memerintahkan Pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut kekhususan agama. Dan sekarang hal tersebut terulang lagi, maka jelas ini adalah bentuk sekularisasi di dunia pendidikan.

Kedua, sistem pendidikan sekuler telah menjauhkan peserta didik dari tujuan pendidikan, yakni membentuk manusia beriman dan bertakwa. Pelepasan hijab (kerudung) walaupun hanya sementara, saat pengukuhan dan upacara saja tidak bisa dibenarkan. Sebab, sama saja telah menyuruh peserta didik untuk bermaksiat terhadap Allah Swt. yang mewajibkan perempuan balig menutup aurat dengan memakai hijab (kerudung). Bukti lainnya adalah sikap intoleran para penguasa terhadap keyakinan agama tertentu (Islam). Padahal Islam adalah salah satu agama yang diakui berdasarkan UUD 45.

Ketiga, paham sekuler terbukti telah memaksa kaum muslimin untuk menjauh dari ketaatan. Sebaliknya sistem sekuler malah memerintahkan kemungkaran.

Islam Sokoguru bagi Negara dalam Menciptakan Keadilan


Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin. Aturan Islam diperuntukkan bagi seluruh manusia, tanpa memandang agama, ras, suku, dan bahasa.

Keberhasilan Islam dalam memimpin peradaban telah terbukti mampu mewujudkan kedamaian, ketenteraman dan kesejahteraan bagi dunia. Sistem Islam pernah memimpin manusia dalam lintas benua dan pernah memimpin 2/3 dunia selama hampir 14 abad.

Sejarah mencatat, toleransi terwujud dalam sistem Islam. Terbukti walaupun memimpin lintas benua, lintas agama, lintas suku, dan bahasa tidak pernah terjadi perusakan terhadap tempat ibadah, apalagi inkuisisi terhadap para pemeluknya. Dalam naungan sistem Islam, rakyat hidup berdampingan sebagai sebuah masyarakat tanpa diskriminasi dan intoleransi.

Berbeda ketika dunia dipimpin ideologi sekuler. Pemandangan sikap intoleran menjadi fakta yang terjadi di penjuru dunia. Bagaimana kita menyaksikan negara Israel membabi buta membunuh warga Palestina dan merebut wilayahnya. Cina dengan tangan besinya melarang muslim Uighur melaksanakan saum. India mempertontonkan kebencian terhadap Islam dengan melakukan perusakan terhadap masjid. AS yang menjunjung tinggi HAM justru melarang muslimah berhijab dan bercadar.

Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa sekularisme bukanlah aturan yang tepat bagi manusia. Sebab, terbukti tidak mampu mempersatukan manusia dalam mewujudkan kedamaian dan keadilan.

Dalam hal toleransi Islam memiliki konsep yang tegas, tidak memaksa, dan tidak melarang dalam hal keyakinan. Allah Swt. berfirman "Untukmu agamamu, dan untukku agamaku." (TQS. Al-Kafirun ayat  6)

Maka sudah saatnya dunia mencampakkan sistem sekularisme ke sampah peradaban. Diganti dengan sistem Islam yang akan membawa manusia menuju peradaban yang gemilang karena bersumber dari wahyu Illahi.

Wallahualam bissawab. [EA/By-MKC]