Peringatan Darurat: Umat Butuh Islam sebagai Obat
Opini
Kesadaran umat untuk melakukan protes bila dilihat lebih jauh lagi belum menyuarakan solusi
Kemarahan akan ketidakadilan yang dialami mayoritas rakyat belum dapat menyimpulkan solusi apa yang diinginkan mereka
______________________________
Penulis Ummu Hanan
Tim Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pekan kemarin sosial media Indonesia ramai dengan tagar #PeringatanDarurat. Tagar yang dibuat secara tak sengaja ini berangkat dari kekecewaan masyarakat terhadap adanya pelanggaran konstitusi pasca Badan Legislasi atau Baleg DPR memutuskan threshold atau ambang batas syarat pencalonan kepala daerah tetap 20% dari jumlah kursi di parlemen. Hal itu tertuang dalam draf Revisi UU No 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Keputusan Baleg DPR yang disahkan pada Rabu, 21 Agustus 2024 itu, otomatis menjadi koreksi atas putusan MK yang sebelumnya telah menghapus threshold atau ambang batas tersebut. Ketum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino menganggap bahwa Revisi UU Pilkada yang disahkan oleh Baleg DPR tersebut sebagai cacat hukum atau melawan konstitusi. (nasional.tempo.co, 22/8/2024)
Pasalnya jika keputusan MK diabaikan, maka calon kepala daerah yang masuk ke Pilkada 2024 hanya akan berasal dari koalisi partai mayoritas. Masyarakat merasa bahwa hal tersebut mencederai demokrasi yang seharusnya membuka banyak pilihan calon pemimpin daerah bagi masyarakat.
Aksi yang didorong oleh geramnya masyarakat terhadap negara yang berada dalam cengkeraman oligarki memperlihatkan bahwa kapitalisme sudah menelan rakyat sebagai korban kerakusan kebijakannya, sehingga akhirnya mereka bisa dengan tidak tahu malu mengubah aturan sesuai dengan kepentingan penguasa.
Sayangnya, kesadaran umat untuk melakukan protes bila dilihat lebih jauh lagi belum menyuarakan solusi. Kemarahan akan ketidakadilan yang dialami mayoritas rakyat belum dapat menyimpulkan solusi apa yang diinginkan mereka.
Baru saja negeri ini merayakan kemerdekaannya, nyatanya kemerdekaan rakyat masih jauh dari nyata. 79 tahun negeri ini berjuang di bawah silih bergantinya kepemimpinan, namun belum sekalipun tercicip kesejahteraan.
Tingginya gedung, kokohnya jembatan, bahkan gagahnya infrastruktur negeri seolah bertolak belakang dengan makna kemapanan rakyat negeri ini.
Jelas sekali bahwa megahnya sarana dan fasilitas bukan indikator kebahagiaan rakyat di negeri ini. Masih ada perut yang lapar yang perlu diisi. Anak-anak perlu pendidikan sebagai bekal masa depan. Perumahan dan lapangan pekerjaan menjadi jauh lebih signifikan daripada istana baru yang didirikan.
Bukan hanya terpenuhinya kebutuhan jasmani, rakyat butuh rasa aman dan nyaman. Anak-anak dan perempuan dimuliakan, dijaga hak dan kehormatannya. Laki-laki diberi kesempatan untuk bertanggung jawab dalam nafkah sebagaimana kodratnya. Pergaulan, moral, dan akhlak terjaga.
Silih bergantinya pemimpin di negeri ini adalah bukti nyata bahwa pribadi sebaik dan secakap apa pun nyatanya belum bisa membawa rakyat dalam kondisi terbaik. Bukan personalnya, namun aturan yang ia terapkan. Setinggi apa pun titel pendidikannya, sebaik apa pun akhlaknya, atau segagah apa pun badannya.
Ibarat seorang sopir, meskipun tangguh dan berpengalaman pasti akan sulit menjalankan mobil yang rusak. Begitupun negara, sehebat apa pun pemimpinnya, rakyat akan sulit sejahtera bila sang pemimpin tetap keukeuh menjalankan aturan yang salah.
Rakyat hanya bisa bahagia dan sejahtera bila semua kebutuhan tercukupi, bila terasa aman dan nyaman secara lahir dan batin. Tentu saja, ini bisa diwujudkan jika ada aturan tepat yang membuat kebahagiaan lahir batin tidak rusak.
Ada tiga ideologi yang menjadi basis pemerintahan yang juga pernah memimpin dunia. Sosialisme yang pernah memimpin Uni Soviet lalu tumbang di tahun 1991. Kapitalisme yang meraja sejak Renaisans tetapi sering sakit dan hanya menguntungkan pemodal saja, lalu Islam yang berhasil memimpin 2/3 dunia sejak masa Rasulullah saw. di Madinah yang kemudian dipaksa runtuh pada 1924 di Turki.
Dari ketiga kepemimpinan di atas, hanya Islam yang jelas mampu bertahan, menyebar, dan mengakar. Bahkan hanya Islam yang memiliki aturan yang jelas dan adil. Dalam pemerintahan Islam, hanya terdapat 200 kasus kriminalitas dalam rentang waktu 1300 tahun.
Islam dalam masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz bahkan bisa membebaskan banyak budak karena uang zakat pada saat itu utuh, tidak ada fakir, miskin, dan pos zakat lainnya kecuali membebaskan budak. Dengan kata lain, rakyat dalam pemerintahan Islam hidup sejahtera.
Perpustakaan Al Azhar pada masa Abbasiyah merupakan perpustakaan terbesar yang mana menjadi bukti bahwa pendidikan Islam pernah begitu berpengaruh. Bahkan nama Al Azhar masih ada sampai saat ini dan menjadi universitas tertua dan terbaik. Selain itu, ada Al Khawarizmi, Ibnu Sina, Al Battani, dan masih banyak lagi ilmuwan Islam berpengaruh dalam ilmu saat ini.
Islam bukan hanya sekadar agama yang turun dari langit, Rasulullah mewariskan Al-Qur'an dan As-Sunnah yang merupakan pedoman untuk berkehidupan dalam aturan Islam. Aturan yang jika dipenuhi oleh manusia, Allah Swt. akan menjadi rida sehingga turun semua kebaikan dari langit dan tumbuh kebaikan-kebaikan dari dalam bumi. Sebagaimana firman-Nya dalam Al-Araf ayat 96:
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."
Tentunya akan lebih baik, jika masyarakat memahami bahwa Islam bukanlah demokrasi yang ternyata mengecewakan rakyat. Tentunya, aksi yang dilakukan sejumlah lapisan masyarakat pekan lalu akan lebih indah dan tepat jika menuntut solusi Islam dalam masalah ketidakadilan yang dihadapi rakyat negeri ini.
Oleh karena itu, marilah kita sebagai kaum muslimin yang rindu dengan penerapan sistem Islam, untuk senantiasa mengajak dan mengingatkan teman-teman di tanah air ini untuk bersama-sama menyuarakan Islam. Karena sejatinya negeri ini memang sedang dalam kondisi darurat dan Islam adalah satu-satunya obat yang dibutuhkan umat. Wallahualam bissawab. [SJ/MKC]