Alt Title

PP Alat Kontrasepsi Remaja, Solusi atau Petaka?

PP Alat Kontrasepsi Remaja, Solusi atau Petaka?




Dengan penerbitan PP 28/2024 makin menegaskan status Indonesia sebagai negara sekuler

yang memaklumi dan memfasilitasi perzinaan

______________________________


Penulis Tuti Sugiyatun, Sp. I

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Praktisi Pendidikan


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sebagaimana sudah kita ketahui bersama bahwa pemerintah telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).

Adapun peraturan ini menimbulkan kontroversi karena pada ayat (4) disebutkan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja paling sedikit terdiri dari deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi. Pernyataan ini sangat disayangkan oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih.

Dari aturan ini juga dirasa tidak sejalan dengan amanat Pendidikan Nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama. Menurutnya, penyediaan fasilitas alat kontrasepsi bagi siswa sekolah ini sama saja membolehkan budaya seks bebas kepada pelajar.(MediaIndonesia.com, 04/08/2024)

Berbeda dengan pendapat Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin yang menjelaskan, pengesahan aturan pelaksana UU Kesehatan ini menjadi penguat bagi pemerintah untuk membangun kembali sistem kesehatan yang tangguh di seluruh Indonesia. Pihaknya pun menyambut baik terbitnya peraturan ini karena akan menjadi pijakan bersama dalam mereformasi dan membangun sistem kesehatan ke seluruh pelosok negeri. (Situs Kemkes, 30/07/2024)

Sungguh pemerintah sebenarnya sudah memahami bahwa kondisi generasi kita sedang tidak baik-baik saja. Bahkan sudah pada tahap yang mengkhawatirkan. Ini bisa dilihat dari beberapa indikasi yaitu hubungan seksual di kalangan remaja sudah membudaya. Terbukti 60% dari remaja usia 16-17 tahun menjadi pelaku seks bebas. Lalu salah satu akibat seks bebas adalah hamil di luar nikah. Hal ini terbukti dengan meningkatnya permintaan dispensasi nikah.

Dengan melihat semua kasus yang terjadi, solusi yang diberikan pemerintah pada perilaku seks bebas di kalangan pelajar dan remaja ternyata berbau liberalisme sekularisme. Maka solusi yang diberikan juga akan berkutat pada solusi yang liberalis. Pola pikir yang seperti ini adalah jalan memunculkan malapetaka yang sangat besar. Pelaku seks bebas di kalangan remaja akan semakin marak, karena dianggap sebagai kewajaran.

Kehidupan yang merujuk pada pemikiran sekuler (menjauhkan aturan agama) telah menjadikan perbuatan haram dianggap halal. Misalnya pacaran yang tidak dianggap lagi sebagai perbuatan tercela dan maksiat. Padahal pintu pertama menuju perzinaan adalah aktivitas pacaran.

Namun cara pandang liberalisme sekularisme menganggap kehidupan dan perbuatan manusia bebas diatur sesuai kehendak manusia. Maka dari itu, gaya hidup liberalis melahirkan perilaku hedonis dan permisif. Standar perbuatan sudah tidak lagi bertumpu pada halal dan haram, tetapi menjunjung tinggi pada nilai kebebasan. Akibatnya, kemaksiatan dinormalisasi. Aturan Islam pun makin jauh dan terasing dari kehidupan para remaja.

Dengan penerbitan PP 28/2024 makin menegaskan status Indonesia sebagai negara sekuler yang memaklumi dan memfasilitasi perzinaan. Atas nama kebebasan berperilaku, negeri ini sedang berjalan meniti ke ambang kehancuran. Generasi makin rusak akibat moral yang jauh dari agama. Penguasa hari ini pun selalu memunculkan aturan yang sesuai dengan kemajuan zaman dan lebih berkiblat ke arah barat. Meskipun mayoritas penduduknya muslim, namun aturan yang dipakai sangat jauh dari Islam dan lebih memilih menggunakan aturan manusia. Inilah yang disebut sekularisme.

Begitu pula dengan sistem pendidikan saat ini yang benar-benar sekuler, tidak menghasilkan generasi bertakwa dan berkepribadian Islam. Justru membawa ke arus kebebasan dari setiap aktivitas, sehingga menumbuhkan rasa bangga dan percaya diri berlebihan yang melenyapkan rasa malu. Saat seseorang sudah jauh dari kata malu, berarti keimanannya sudah tergerus oleh hawa nafsu, yang pada akhirnya setan yang mengendalikan dirinya.
        
Semua ini adalah penyebab utama seks bebas di kalangan remaja dan pelajar. Pasalnya, solusi yang baik dan utama bukan pemberian pemahaman tentang seks (sex education) serta penyediaan alat kontrasepsi. Namun yang harus dipastikan adalah akar permasalahan yang mendasar itu apa. Akar yang mendasar dari seks bebas yang menjadikan liberalisme sekularisme sebagai pandangan hidup yang melahirkan kebijakan yang bertolak belakang dengan Islam.
       
Bagaimanapun upaya yang dilakukan pemerintah dengan berbagai kebijakan, yang tujuannya untuk memberikan solusi. Akan tetapi dengan mengeluarkan PP Nomor 28 Tahun 2024 itu malah memberikan celah perzinaan di kalangan pelajar dan remaja. Ketika akar permasalahannya tidak dicabut dan dibersihkan, semua itu tidak akan membawa dampak perubahan. Perilaku remaja tidak akan  menunjukkan ke arah yang baik, malah makin liar dan tak terkendali.
        
Maka dalam hal ini, Islam memandang bahwa negara memiliki peran untuk melayani dan mengurus semua urusan rakyat. Dengan begitu, semua aspek yang berpotensi merusak moral dan akhlak individu akan dicegah melalui penerapan syariat Islam secara kafah. Mulai dari sistem pendidikan, pergaulan, pengelolaan media, hingga sistem sanksi.

Islam memiliki aturan yang jelas serta mekanisme pasti dalam mewujudkan kehidupan yang islami dan membentuk generasi mulia. Di antaranya dengan menerapkan sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah. Dengan tujuan untuk membentuk individu yang berkepribadian Islam, berpola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan Islam. Dan juga kurikulum yang berbasis akidah Islam, yang setiap individunya akan memiliki standar nilai dan perbuatan yang baku yang bersumber dari syariat Islam. Selain itu, akan dibekali dengan pemahaman Islam yang benar dan menyeluruh.
         
Kemudian akan diterapkan sistem pergaulan berdasarkan syariat Islam serta pemberian edukasi seputar tata pergaulan sesuai syariat. Di sini negaralah yang akan mengawasi perilaku masyarakat dengan menempatkan aparat hukum yang akan menindak tegas setiap pelaku maksiat di masyarakat. Selain itu, mendorong masyarakat untuk selalu beramar makruf nahi mungkar dengan saling menasihati siapa saja yang berbuat maksiat dan kemungkaran. Dengan begitu, masyarakat akan mempunyai standar perbuatan yaitu halal dan haram.
         
Negara juga akan memberikan sanksi yang sangat tegas kepada pelaku-pelaku maksiat berdasarkan syariat Islam. Adapun sanksi bagi pelaku zina adalah dicambuk 100 kali jika belum menikah. Sementara bagi yang sudah menikah, pelaku zina diganjar dengan hukuman rajam.

Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. dalam QS. An-Nur ayat 2 yang artinya, “Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan Hari Kemudian." Pelaksanaan hukuman oleh negara ini disaksikan oleh sebagian orang-orang mukmin, sehingga efek jera itu benar-benar nyata adanya.
        
Begitulah cara Islam menjaga rakyatnya dari perbuatan zina, karena syariat sangat melarang untuk mendekati zina apalagi melakukannya. Dengan penerapan syariat Islam secara kafah di dalam kehidupan, rakyat akan terhindar dari perbuatan yang dilarang oleh Allah Swt.. Rakyat juga akan dituntun selalu melaksanakan aktivitas yang diridai Allah Swt., serta menjadi jiwa-jiwa bertakwa yang berusaha meraih surga-Nya. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]