Alt Title

Rakyat Butuh Jaminan Makanan Halal dan Tayib

Rakyat Butuh Jaminan Makanan Halal dan Tayib

 


Negara juga kurang serius dalam menentukan standar keamanan pangan

Negara tidak mampu memberikan jaminan ketersediaan makanan yang halal dan tayib bagi rakyat

_________________________


Penulis Anggi Mayasari, S.Tr.T.

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Masyarakat dikejutkan oleh berita isu peningkatan kasus anak yang mengalami gagal ginjal. Dikutip dari laman detik.com (27/07/2024) Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) telah meluruskan tidak adanya peningkatan kasus anak yang mengalami gagal ginjal sehingga harus menjalani tindakan cuci darah di RSCM.


Dikatakan, bahwa RSCM memiliki unit dialisis khusus untuk anak sehingga unit tersebut diisi oleh anak-anak yang mengalami gangguan ginjal terminal yang membutuhkan hemodiliasis.


Meski dalam penjelasan tersebut tidak terjadi lonjakan kasus gagal ginjal seperti yang menjadi kekhawatiran masyarakat. Keberadaan kasus ini perlu menjadi perhatian serius. Karena, sebagian kasus erat kaitannya dengan pola konsumsi yang tidak sehat, dan ini yang mendominasi faktor penyebab gagal ginjal pada anak dan dewasa.


Contohnya, kasus yang baru-baru ini terjadi pada 4 murid SD di Palembang yang mengalami keracunan makanan. Dalam laman kompas.com (30/07/2024) Sebanyak empat orang murid Sekolah Dasar (SD) Negeri 39 yang berada di Jalan Kapten Marzuki, Kecamatan Ilir Timur 1, Palembang, Sumatera Selatan dilarikan ke rumah sakit, lantaran diduga keracunan permen semprot.


Realita menunjukkan banyak produk industri pangan yang manis mengandung bahan berbahaya dan beredar bebas di Indonesia. Produk-produk tersebut mengandung gula atau bahan-bahan yang tidak sesuai dengan ukuran yang ditetapkan dalam angka kecukupan Gizi yang direkomendasikan. Ironisnya, banyak orang tua khususnya dan masyarakat umum tidak mengerti bagaimana cara memilih makanan dan minuman yang baik dikonsumsi. Mereka lebih memilih panganan viral tanpa menilai berapa angka kecukupan gizi yang dibutuhkan tubuh.


Hal ini wajar terjadi dalam kehidupan yang diatur oleh sistem kapitalisme, di mana uang menjadi tujuan utama dari proses produksi. Apalagi, negara cenderung abai dengan aspek kesehatan dan keamanan pangan untuk anak, sehingga tidak sesuai dengan konsep makanan halal dan tayib. Negara juga kurang serius dalam menentukan standar keamanan pangan dan memberikan jaminan ketersediaan makanan yang halal dan tayib bagi rakyat.

 

Lalu bagaimana konsep pangan halal dan tayib dalam Islam? Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 168 Allah Ta’ala berfirman yang artinya: "Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata."


Syekh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, mudarris tafsir di Masjid Nabawi dalam Aisarut Tafasir telah menjelaskan bahwa maksud dari kata ‘halal’ adalah segala sesuatu yang tidak membahayakan dan itu adalah segala sesuatu yang Allah izinkan untuk dimanfaatkan. Dan ‘tayib‘ adalah segala sesuatu yang suci, juga tidak najis, dan tidak menjijikkan sehingga tidak disukai oleh jiwa. (Muslimah News).

 

Pemenuhan kebutuhan pangan yang sehat, halal dan tayib yang disebutkan di atas bukan kewajiban orang tua semata, namun terdapat peran sentral yang harus dilakukan oleh negara. Islam mewajibkan negara menjamin terpenuhinya bahan pangan yang halal dan tayib sesuai dengan perintah syariat.


Negara juga  mengontrol industri agar produk yang dihasilkan dapat memenuhi ketentuan standar yang ada dalam syariat Islam tersebut. Untuk itu, negara akan menyediakan tenaga ahli, melakukan pengawasan dan memberikan sanksi yang tegas bagi pihak yang melanggar aturan.


Negara juga melakukan edukasi atas makanan halal dan tayib ini melalui berbagai mekanisme dengan berbagai sarana untuk mewujudkan kesadaran pangan yang halal dan tayib. Kebijakan ini harus dilaksanakan secara menyeluruh dan sistemis, yaitu mulai dari mengubah pola pikir dan gaya hidup berparadigma sekuler, hedonis, dan konsumtif menjadi pola pikir dan gaya hidup islami dalam segala aspek kehidupan. Wallahuallam bissawab. [SM-Dara/MKC]