Alt Title

Remisi untuk Napi, Akankah Menjadi Solusi?

Remisi untuk Napi, Akankah Menjadi Solusi?



Sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat,

di mana keberadaan hukum tidak lebih penting dibanding dengan kemanusiaan bahkan materi


______________________________


Penulis Siti Nurtinda Tasrif

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Kampus


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Agustus merupakan bulan yang sangat bersejarah untuk negara Indonesia khususnya. Mengingat terjadinya kemerdekaan Indonesia di bulan Agustus, sehingga banyak sekali diadakan perayaan. Tidak ketinggalan, semua kalangan merasakan sukacita menyambut hari kemerdekaan ini. Bahkan para napi pun ikut serta merayakannya dengan diberikan perintah untuk remisi.


Dengan remisi, para narapidana (napi) bisa dengan bahagia melakukan segala aktivitasnya, meskipun masih berada dalam tahanan. Namun apa benar hal ini merupakan pilihan yang tepat? Mengingat masyarakat tentu merasa khawatir jika para napi diberikan pengurangan tahanan begitu saja. Apalagi hukuman penjara sering kali tidak memberikan efek jera bagi pelaku.

Kendati demikian, para napi ini tetap diberikan remisi bahkan dengan jumlah yang fantastis. Sebagaimana yang penulis kutip dari Media Jabar. Kemenkumham.go.id (17/08/2024), bahwasanya Kepala Divisi Pemasyarakatan Robianto menyampaikan remisi merupakan penghargaan yang diberikan oleh negara kepada narapidana dan pengurangan masa pidana bagi anak binaan yang berkelakuan baik dan telah memenuhi persyaratan baik secara administrasi maupun secara substansi.

Perlu diketahui jumlah penghuni lapas/rutan se-Jawa Barat sejumlah 25.429 (dua puluh lima ribu empat ratus dua puluh sembilan) orang. Terdiri dari 20.550 orang narapidana dan 4.879 orang tahanan. Dan dari 20.550 orang narapidana yang mendapatkan Remisi Umum 17 Agustus 2024 sebanyak 16.772 orang dengan rincian RU I 16.395 orang, RU II 377 orang. Dari 220 orang anak binaan yang mendapatkan Pengurangan Masa Pidana I dan II sebanyak 119 orang dengan rincian Umum I sebanyak 115 orang dan II sebanyak 4 orang.

Sungguh angka yang fantastis untuk ukuran para napi yang diberikan remisi. Bahkan dalam pernyataannya, adanya remisi ini merupakan sebuah penghargaan bagi warga binaan yang telah bersungguh-sungguh mengikuti program-program pembinaan yang diselenggarakan oleh unit pelaksana teknis pemasyarakatan dengan baik dan terukur. Lalu apa kabar dengan masyarakat yang bersungguh-sungguh untuk menjaga keamanan hidupnya, keutuhan keluarganya, dan keselamatan jiwanya?

Sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat, di mana keberadaan hukum tidak lebih penting dibanding dengan kemanusiaan bahkan materi. Sering kali didapati bahwa hukum menjadi alat yang dipergunakan sesuka hati. Tidak tanggung-tanggung, hukum malah menjadi senjata yang mematikan untuk orang yang masih percaya dengan hukum. Padahal semua rakyat sudah mengetahui bahwa hukum di negeri ini tajam ke bawah tumpul ke atas.

Hal ini terjadi akibat nafsu dunia yang dituhankan oleh manusia, sehingga segala macam cara digunakan untuk mencapai tujuan walau harus menghancurkan hidup orang lain. Bahkan rakyat pun menjadi korban pemerintah demi mendapatkan keuntungan yang berlimpah ruah. Sungguh ironis, ketika rakyat berteriak turun ke jalan meminta keadilan hukum, malah para penegak hukum memberikan keadilan kepada para napi.

Inilah buah dari penerapan kapitalisme demokrasi. Sistem yang menjadikan materi sebagai pemutus hukum. Menjadikan untung rugi sebagai standar kehidupan dan menggeser posisi Allah Swt. sebagai Sang Pengatur. Sistem ini juga menjadikan manusia tidak mampu mengenal yang benar dan yang salah, sehingga sering kali para penegak hukum ini malah memanfaatkan hukum untuk menghancurkan yang lemah demi keuntungan pribadi.

Anehnya, sistem ini masih saja berjaya dan terus menerus disanjung, padahal telah nyata kerusakan yang disebabkannya. Rakyat hendaklah segera sadar bahwa masalah ini tidak akan terjadi sekali ini saja, tetapi akan terus berulang, sehingga rakyat harus bergegas untuk memberantas ketidakadilan yang terjadi. Dengan mengganti sistem demokrasi buatan manusia dengan sistem yang diperintahkan oleh Allah Swt., yaitu sistem Islam yang diterapkan dalam bingkai negara Islam.


Sebuah sistem yang hanya menggunakan aturan yang berasal dari Sang Pengatur. Sistem yang hadir untuk diterapkan tanpa cacat dengan penerapan yang begitu sederhana bahkan penyelesaian persoalan dengan cepat dan tepat. Mengapa demikian? Karena sistem ini menggali hukum berdasarkan Al-Qur'an, As-sunah, Ijma sahabat dan Qiyas, sehingga tidak ada satu masalah pun yang luput dari penyelesaian oleh sistem Islam.

Tidak tanggung-tanggung, solusi yang ditawarkan merupakan solusi yang menyeluruh penyelesaiannya, sehingga tidak akan terjadi masalah yang berulang kali. Sebagaimana solusi yang ditawarkan demokrasi dengan bentuk yang sementara, sehingga masalahnya terjadi lagi bahkan bertambah. Inilah yang terjadi jika rakyat terus saja menerapkan demokrasi bahkan tidak berhenti untuk berharap padanya.

Padahal dengan sistem Islam setiap manusia akan mulia. Karena Islam menciptakan jiwa yang bertakwa kepada Allah Swt., sehingga manusia akan merasa takut jika berbuat kejahatan. Keyakinan dan ketakwaan pada Rabb-Nya membuatnya takut untuk berbuat dosa. Apalagi Islam mengajarkan manusia selalu hati-hati ketika membuat pilihan dan mewajibkan untuk berstandar hidup yang benar, yakni berdasarkan halal dan haram.

Dengan penerapan Islam, maka keamanan akan dijamin oleh negara, bahkan setiap rumah tidak dibolehkan untuk memiliki keamanan pribadi, karena semua itu adalah tugas negara. Tidak hanya sampai di situ, jika terjadi perampasan terhadap kepemilikan individu maka negara akan menghukum pelakunya dengan sangat keras kemudian disaksikan oleh seluruh rakyat. Alhasil, rakyat yang lain tidak berani untuk melakukan hal yang serupa. Wallahualam bissawab. [AS-DW/MKC]