Alt Title

Revisi Napi Tidak Menjadikan Pelaku Kriminal Bertobat

Revisi Napi Tidak Menjadikan Pelaku Kriminal Bertobat

 


Sistem kapitalisme telah menciptakan lingkungan hidup yang rawan dengan kriminalitas

 Secara tidak langsung menciptakan prinsip hukum rimba, berakibat terciptanya kesenjangan antara si kaya dan si miskin

________________________


Penulis Erna Astuti, A.Md.

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Hukum memiliki peran penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Fungsi hukum adalah untuk mengatur kehidupan masyarakat, melindungi warga negara, dan mewujudkan keadilan. Selain hal tersebut, hukum juga berperan penting dalam menegakkan kekuasaan, dan penyelenggaraan negara, menjadi pedoman utama yang mendasari strategi, dan ketentuan dalam mengurus negara. 


Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) RI merupakan perayaan yang dinanti, dan ditunggu oleh beberapa kalangan masyarakat. Ada yang menyambut HUT RI dengan diisi lomba-lomba, dan meramaikannya dengan memasang atribut-atribut yang meriah,  memasang bendera, dan lain sebagainya. Kebahagiaan yang sama juga dinanti dan ditunggu oleh para narapidana. 


Tepat di Hari Ulang Tahun RI ke-79, pada Sabtu, 17 Agustus 2024, Menteri Hukum, dan Hak Asasi Manusia RI, Yasonna H. Laoly mengumumkan, bahwa sebanyak 176.984 narapidana, dan Anak Binaan menerima Remisi Umum (RU) ,dan Pengurangan Masa Pidana Umum (PMPU) tahun 2024.


Menurut Menteri Yasonna, "Remisi bukan hadiah melainkan sebagai bentuk apresiasi dan negara memberikannya kepada narapidana yang mempunyai prestasi, dedikasi, serta disiplin tinggi dalam mengikuti program pembinaan." Besaran remisi, dan pengurangan masa pidana berbeda-beda, antara 1 sampai 6 bulan. Pada tahun 2024 ini penerima RU terbanyak adalah Sumatera Utara (20.346 orang), Jawa Barat (16.772 orang), dan Jawa Timur (16.274 orang).


Dengan pemberian remisi, dan pengurangan masa pidana ini, pemerintah bisa menghemat anggaran negara kurang lebih Rp274,36 miliar dalam pemberian makan untuk narapidana, dan Anak Binaan, Ujar Yasonna. 


Yasonna pun berpesan, "Program pembinaan yang dijalani saat ini adalah sebuah sarana untuk mendekatkan kepada kehidupan masyarakat, dan diharapkan agar aturan hukum, serta norma yang berlaku di masyarakat dapat terinternalisasi, dan menjadi bekal di kehidupan masyarakat." (tempo.co, Sabtu 17/8/2024)


Aturan Sistem Hukum yang Tidak Menjerakan

Sudah sewajarnya setiap manusia memimpikan, dan berharap bisa hidup tenang, berdampingan dengan manusia yang lain. Namun, apa jadinya jika aturan sistem hukum yang ada di wilayah mereka tidak memiliki aturan sistem hukum yang jelas? 


Aturan sistem hukum dibuat agar kejahatan bisa dicegah, tetapi kenyataannya kondisi aturan sistem hukum pada saat ini seperti, "Jauh panggang dari api."


Aturan sistem kapitalisme telah menciptakan lingkungan hidup yang rawan dengan kriminalitas. Yang secara tidak langsung menciptakan prinsip hidup berdasarkan hukum rimba, berakibat terciptanya kesenjangan antara si kaya, dan si miskin.  Melihat kondisi seperti ini, maka muncullah kejahatan karena kerasnya impitan hidup. 


Abainya negara dalam pengurusan urusan rakyat, menjadikan banyak pelaku tindak kriminal. Untuk bertahan hidup, akhirnya melakukan kejahatan, adu otot dalam perkara pidana maupun perdata yang akhirnya berujung pada pembunuhan. Setiap hari masyarakat disuguhkan berita tindak kejahatan di negeri ini. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? 


Miris melihat kenyataan fakta yang terjadi pada saat ini. Aturan sistem hukum seakan tidak ada fungsinya. Pemberlakuan hukum tebang pilih, makin menambah catatan hitam hukum yang ada. Semua itu bisa terjadi, karena aturan sistem hukum yang diterapkan di negeri ini. 


Aturan sistem hukum saat ini telah gagal dalam menciptakan suasana aman di tengah masyarakat. Berbeda dengan aturan sistem hukum Islam yang berorientasi pada aspek preventif. Aturan sistem hukum Islam adalah aturan yang dapat memberikan efek jera. Sebab, aturan sistem hukum Islam berfungsi sebagai zawajir (pencegah), dan jawabir (penebus). Disebut sebagai zawajir, karena dapat mencegah manusia dari tindak kejahatan dengan cara menegakkan uqubat sebagai zawajir (pencegah). 


Kejahatan bukan sesuatu yang fithri (ada dengan sendirinya) pada diri manusia. Kejahatan bukan pula "profesi" yang diusahakan oleh manusia, dan juga bukan penyakit yang menimpa manusia. Kejahatan adalah tindakan melanggar peraturan, yang mengatur perbuatan-perbuatan manusia dalam hubungannya dengan Rabbnya, dengan dirinya sendiri, dan dengan manusia yang lain. Dari sinilah Islam diturunkan, untuk mengatur perbuatan manusia dengan syariat-Nya yang mengandung perintah, dan larangan-Nya. 


Aturan sistem hukum Islam mengharuskan adanya amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat, yang akhirnya bisa meminimalisasi kejahatan. Hal ini kontras dengan aturan sistem hukum kapitalisme sekuler saat ini, yang menafikan adanya pengawasan Allah dalam aktivitas sehari-hari. Sifat individualis yang ada di masyarakat kapitalisme sekuler, makin membuat tumbuh suburnya kriminalitas. 


Dengan cari aman, dan malas mengurusi orang lain alasannya. Padahal diam terhadap kejahatan adalah merupakan kejahatan juga, demikian yang dikatakan Khalifah Umar Bin Khatthab. Inilah ciri masyarakat sakit, buah dari aturan sistem kapitalisme sekuler. 


Dalam Aturan Sistem Islam

Negaralah yang berperan dalam pelaksanaan sistem sanksi. Negara pula yang berperan dalam memastikan warganya tetap dalam koridor hukum syarak, serta memastikan jalannya sanksi uqubat sesuai dengan kasus yang terjadi. Baik itu pelanggaran hudud, jinayah, takjir, maupun mukhalafat. Dalam hal ini pembuktian terhadap pelanggaran dilakukan sebagai implementasi dari dilaksanakannya syariat. 


Berdasarkan hal ini, maka pelaksanaan sanksi menjadi konsekuensi atas pelanggaran yang terjadi. Negara wajib dalam menjaga jiwa, harta, darah, agama, dan keturunan. Ini menjadi spirit penegakan hukum tanpa pandang bulu, karena aturan sistem Islam hanya bersumber dari Allah, dan rasul-Nya. Yang ketika diterapkan akan menimbulkan suasana ketakwaan. 


Berbeda dengan aturan sistem kapitalisme yang diterapkan pada saat ini, yang terbukti banyak masalah, pertentangan, dan tidak terjamin keamanannya. Karena aturan sistem kapitalisme bersumber pada pola pikir manusia. 


Aturan sistem hukum Islam bukan hanya berdampak di dunia, tetapi juga pada akhirat. Hukum yang diterapkan pada pelaku kejahatan mencegah terjadinya tindak kejahatan lainnya, sekaligus sebagai penebus dosa bagi pelaku.


Allah Swt. Berfirman:

ولكم في القصاص حياة ياءاولي الاءلباب لعلكم تتقون

Dan dalam (hukum) qisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (TQS Al-Baqarah (2): 179


Ada juga dalil yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Ubadah bin Shamit ra. berkata: Kami bersama Rasulullah saw. dalam suatu majelis, dan beliau bersabda, "Kalian telah membaiatku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, mencuri, berzina, lalu beliau membaca semua ayat tersebut. "Barang siapa di antara kalian memenuhinya, maka pahalanya di sisi Allah, dan barang siapa mendapat dari hal itu sesuatu, maka sanksinya adalah kifarat (denda) baginya, dan barang siapa mendapatkan dari hal itu sesuatu, maka akan ditutupi, mungkin diampuni, atau (mungkin) diazab."


Jadi inilah mengapa tindak kejahatan pada masa sistem Islam diterapkan sangat minim terjadi. Sangat berbeda jauh dengan aturan sistem kapitalisme sekuler, yang terbukti banyak masalah. 

Wallahualam bissawab. [SH/MKC]