Alt Title

Seberapa Pantas?

Seberapa Pantas?




Memang semua butuh proses

Meski hanya satu persen, tetapi seharusnya ada progresnya

______________________________


Penulis Ummu Zhafira 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Ibu Pembelajar


KUNTUMCAHAYA.com,  MOTIVASI - Siang dan malam silih berganti. Waktu melesat begitu cepat. Kita sering kali mengeluh, tak cukup waktu untuk melakukan semua amanah itu. Sesibuk itukah kita? Benarkah titipan waktu yang Allah kasih ini tak lagi cukup memenuhi kebutuhan kita untuk beramal saleh?


Hei, katanya semua itu karena masalah datang silih berganti, seolah tak ada henti. Sebagaimana labirin setan yang menyesatkan. Berputar-putar tak tentu arah, hingga kita lelah dan teramat payah. Satu masalah tak kunjung usai, datang lagi lainnya. Semua waktu, energi, dan pikiran seolah habis dibuatnya. Tapi, kok masalahnya masih begitu-begitu saja. Salahnya di mana?


Siapa yang tak ingin diberikan petunjuk dan pertolongan dari-Nya? Kita semuanya mau itu. Kita meyakini cuma Dia yang bisa menolong kita. Dialah Tuhan Yang Maha Pengasih. Kita ingin kehidupan yang lebih baik. Kita pun berharap ada cukup harta untuk bekal ibadah dan sedekah. Ada juga di antara kita yang menanti tibanya saat akad di majelis nikah.


Dalam surah Maryam ayat 65, Allah berfirman, “(Dia-lah) Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya?”


Dia-lah pemilik semua ini. Dia-lah Raja di atas raja. Kita tahu itu, kita paham itu. Tapi, kenapa kita masih ragu pada janji-Nya? Dia menjanjikan pertolongan itu pada hamba-Nya yang istimewa. Dalam surah Muhammad ayat 7 Dia menjelaskannya pada kita, “Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”


Di antara kita ada yang baru belajar mencari tahu seperti apa agama mulia ini, semoga keistikamahan menemani. Ada pula sebagian kita yang sudah lama menjadi bagian dari penolong agama, mengambil jalan mulia ini semata-mata hanya karena-Nya. Sayang seribu sayang, rantai gajah terlampau kuat membelenggu. Hari demi hari, minggu berganti minggu, bulan dan tahun berlalu, nyatanya kita masih saja begitu. Terbelenggu.


Kita pikir kita sudah melakukan segalanya, tapi kenyataannya itu sekadar angan-angan yang membius. Kita semua tertipu oleh sihir nafsu syahwat yang menguasai. Pernahkah kita menyadari Allah menyindir kita dalam ayat-Nya yang mulia? Tepatnya dalam surah Al-Kahf ayat 103-104, “Katakanlah (Muhammad), ‘Apakah perlu Kami beritahukan kepadamu tentang orang yang paling rugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya."


Allah..ampuni kami! Ini memang bukan hanya tentang mereka yang tak beriman, tapi juga pada diri kami yang mengaku beriman. Kami mengira, kami ini mulai pantas saat menjadikan dakwah sebagai pilihan dalam hidup kami. Kenyataannya, kami masih saja terpenjara dalam benalu pemikiran sekuler kapitalis, gagap dengan jebakan hidup yang serba materialistis.


Memang semua butuh proses. Meski hanya satu persen, tapi kan seharusnya ada progresnya. Apalagi ini perkara yang Allah amanahkan untuk kita tukar dengan pertolongan-Nya. Makanya, kalau pertolongan itu rasanya tidak datang-datang, coba tanyakan pada hati yang mungkin mulai gersang. Masih seyakin itukah kita pada janji-Nya? Seberapa pantas kita untuk ditolong-Nya? (muslimahnews.net, 11/05/2024)


Saudariku, kita ini sebagai orang beriman melihat segala sesuatu tidak sebatas dengan mata. Lebih dari itu, kita memandang segalanya dengan iman. Ini merupakan warisan dari Baginda Nabi yang mulia. Boleh jadi kondisi kehidupan kita tak karuan. Boleh jadi sepertinya esok kita tak bisa lagi makan. Tak apa, kita memang hidup dalam poros kehidupan tanpa keadilan.


Boleh saja apa pun terjadi dalam hidup ini, saudariku. Tapi jangan pernah luntur keyakinan akan janji-Nya. Keyakinan inilah yang akan terus menggerakkan kita, memberi kita napas di tengah terik medan peperangan yang mencekik, menjadi pemantik bara saat nyala api perjuangan dipermainkan oleh syahwat duniawi. Ia juga laksana aktivator bagi akal yang membeku akibat beratnya medan pertempuran pemikiran.


Boleh saja apa pun terjadi dalam hidup ini, saudariku. Kita punya Dia yang tak pernah ingkar pada janji-Nya. Kita punya Dia sebaik-baiknya pembalas di hari pembalasan. Tugas kita bukan menanti pertolongan itu datang, tapi memantaskan diri agar pertolongan itu Dia datangkan. Jadi, sudah seberapa pantaskah kita? Wallahualam bissawab. [EA/MKC]