Sengkarut Permasalahan Anak, Islam Menyolusi
AnalisisPeradaban Islam yang merujuk kepada wahyu dan menjadikan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai landasan,
telah berhasil mempersembahkan peradaban terbaik
______________________________
Penulis Ati Solihati, S.TP
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Praktisi Pendidikan
KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Baru genap sebulan bangsa Indonesia merayakan Hari Anak Nasional (HAN), 23 Juli 2024 dengan tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” dengan mengusung enam subtema di antaranya “Anak Cerdas, Berinternet Sehat dan Pengasuhan Layak untuk Anak."
Namun ironisnya, fakta minusnya perlindungan terhadap anak, dan ancaman terhadap keselamatan, keamanan, dan kehormatan anak justru semakin merajalela. Lebih ironisnya lagi, pemerintah malah mengeluarkan kebijakan kontraproduktif dari visi perlindungan kepada anak.
“Anak Cerdas, Berinternet Sehat” adalah salah satu target yang ingin dicapai dari momen HAN 2024. Namun kemudahan akses digital tanpa pembekalan literasi digital, menyebabkan anak-anak mudah terbuai 'halu' nya dunia maya.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam studinya baru-baru ini, mengungkapkan sebanyak 13,9% remaja di Indonesia menggunakan aplikasi kencan daring untuk menemukan pasangan dalam berhubungan seksual. Kemudian Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan 130 ribu transaksi prostitusi anak mencapai Rp127 miliar. (DetikNews.com, 26/7/2024)
Pada kesempatan yang lain, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan laporan bahwa judi online (judol) telah menyasar sekitar 80 ribu anak usia di bawah 10 tahun, dan 440 ribu remaja usia 10-20 tahun. Itu yang terangkat media, bisa jadi kenyataannya akan lebih banyak lagi.
Selain kurang memadainya literasi digital kepada anak-anak, keamanan digital negara Indonesia pun masih sangat lemah, sehingga belum mampu memberikan perlindungan yang nyata bagi para peselancar dunia maya. Hal ini tidak terlepas dari ranking cyber security Indonesia hanya berada di urutan ketiga dari bawah dari negara kelompok G-20.
Baru-baru ini juga ramai diberitakan kasus penganiayaan terhadap balita berusia dua tahun, yang terjadi di sebuah tempat daycare di Depok. Kasus semacam ini mungkin juga akan ditemui di tempat lainnya. Hal ini merupakan gambaran abainya peran orang tua, terutama ibu dalam pengasuhan anak. Padahal “Pengasuhan Layak untuk Anak” menjadi salah satu tagline yang diangkat pada HAN 2024.
Tiga hari setelah Perayaan Hari Anak Nasional 2024, dengan tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” pemerintah malah mengeluarkan kebijakan yang kontraproduktif. Tanggal 26 Juli 2024, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pelaksanaan UU No.17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Pada pasal 103, tercantum penyediaan alat kontrasepsi bagi warga usia sekolah dan remaja. Selain itu, juga ada pasal kebolehan aborsi untuk korban perkosaan. Padahal kebijakan tersebut justru akan membuka ruang pergaulan bebas bahkan seks bebas di kalangan anak-anak dan remaja. Tanpa ada rasa takut akan kehamilan yang tidak diinginkan, karena bebas mengakses alat kontrasepsi untuk mencegah terjadi kehamilan.
Terlebih ada definisi yang tidak jelas dari istilah perkosaannya sendiri. Maka ancaman penyebaran HIV/AIDS dan penularan penyakit seksual lainnya pun semakin nyata. Cukup mengerikan angka penderita HIV/AIDS di Indonesia menduduki peringkat pertama se ASEAN.
Sengkarutnya permasalahan anak, seiring carut marutnya semua lini kehidupan umat manusia saat ini. Hal ini tidak terlepas dari peradaban yang menjadi kiblat, serta ideologi yang menjadi landasannya adalah sekularisme kapitalisme.
Kapitalisme adalah peradaban nirwahyu karena bersumber dari akal dan hasil logika manusia, sehingga tidak dapat menyelami fitrah manusia secara utuh. Tidak mampu memberikan kepuasan pada akal, sekaligus tidak memberikan ketenangan pada jiwa. Sudah bisa dipastikan tidak dapat memberikan solusi hakiki yang bisa menjadi rahmat bagi alam semesta.
Hal ini disebabkan peradaban kapitalisme dalam menyelesaikan permasalahan lebih banyak melahirkan kerusakan daripada sebuah solusi. Tidak dapat menjamin kesejahteraan dan keadilan merata yang semestinya dapat dirasakan oleh semua manusia. Peradaban ini tidak dapat memelihara kehormatan dan kemuliaan, serta tidak mampu memberikan perlindungan bagi generasi.
Kehidupan yang seperti ini bukanlah 'habitat' kaum muslimin. Kebutuhan terhadap peradaban yang merujuk pada petunjuk wahyu, sudah sangat darurat. Karena hanya Sang Pencipta yang paling tahu peraturan yang terbaik bagi makhluk-Nya. Hanya Sang Pencipta yang paling memahami kebutuhan fitrah manusia, akan mampu memuaskan akal, dan mampu memberikan ketenangan pada jiwa.
Allah Swt. Sang Pencipta menitipkan Risalah-Nya kepada baginda Rasulullah saw. agar menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Al-Anbiya ayat 102, "Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam."
Sejarah telah mencatat dengan tinta emas bahwa peradaban Islam yang semata merujuk pada wahyu dan menjadikan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai landasan. Peradaban Islam telah berhasil mempersembahkan peradaban terbaik dalam kehidupan umat manusia. Selama 14 abad umat manusia telah memasuki era gemilang dalam kemajuan IPTEK, juga kemuliaan akhlak serta keluhuran budi pekerti.
Demikian itu sebagai buah dari ketakwaan yang melekat pada setiap individu umat. Ketakwaan yang menciptakan atmosfer untuk terus menuntut ilmu dan berinovasi untuk kemaslahatan. Ketakwaan yang membentuk ekosistem fastabiqul khairat dan amar makruf nahi mungkar pada masyarakat. Ketakwaan yang menjadi benteng bagi negara untuk senantiasa hadir sebagai junnah atau perisai bagi rakyatnya.
Dalam peradaban Islam, umat manusia dapat menikmati kesejahteraan. Negara memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi setiap individu rakyat. Dengan jaminan setiap laki-laki pencari nafkah memiliki lapangan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, sehingga setiap individu rakyat akan terpenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papannya.
Ketika ada di antara rakyat yang tidak bisa mencari nafkah karena kondisi tertentu, negara yang akan menjamin pemenuhan kebutuhan pokoknya. Rakyat tidak akan terbebani oleh biaya dalam kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan, karena kebutuhan komunal tersebut dijamin pemenuhannya secara gratis oleh negara.
Dalam kecukupan seperti ini, seorang ibu tidak merasa perlu ikut mencari tambahan penghasilan bagi ekonomi keluarga. Dia dapat menyempurnakan peranan utamanya sebagai pengasuh, pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Dia tidak akan menitipkan anaknya ke daycare yang akan berisiko terjadi penganiayaan terhadap anaknya.
Ketika seorang anak di bawah pengasuhan sempurna seorang ibu yang bertakwa, akan menjadi seorang anak yang bertakwa pula. Anak yang memiliki visi yang jelas dalam hidupnya. Anak yang tidak mudah terbuai dengan hasrat dan hiruk pikuk duniawi atau dunia maya yang melenakan.
Tidak terjadi fenomena anak-anak fatherless atau motherless yang menurut hasil penelitian, menjadi penyebab utama munculnya penyimpangan kecenderungan seksual pada anak. Karenanya tanggung jawab seorang ibu dan ayah dalam rumah tangga. Demikian juga tanggung jawab seorang anak telah demikian rinci dijelaskan dalam syariat Islam.
Dalam sistem Islam, negara sangat berdaya untuk menjamin pemenuhan kebutuhan rakyatnya. Karena negara akan memiliki sumber pendapatan yang berlimpah yang berasal dari sumber daya alam (SDA).
SDA semuanya akan dikelola negara, baik yang ada di daratan maupun lautan. Baik berupa hutan, barang tambang, gas alam, beragam hasil bumi dan perairan. Semua itu akan dikelola sepenuhnya oleh negara, yang hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pemenuhan kebutuhan pokok (pangan, sandang, dan papan). Serta pemenuhan kebutuhan komunal seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Ketika dunia memasuki era digital, maka kedaulatan digital menjadi hal yang sangat vital yang menjadi tanggung jawab negara. Maka negara memiliki visi untuk membangun “backbone” digital, sehingga berdaulat penuh terhadap setiap konten dan informasi.
Negara dengan kedaulatan ekonomi, politik dalam dan luar negeri, serta militer, akan mampu mengembangkan riset dan membangun industri yang menjadi tulang punggung terwujudnya “backbone” digital, yang selama ini hanya dikuasai oleh AS dan Cina.
Kemampuan membangun “backbone” digital sendiri, akan membuat negara tidak di bawah kendali negara lain.Tidak akan terjadi kasus bocornya data negara karena dihack. Negara pun akan mengatur setiap konten dan informasi yang beredar di ruang digital dipastikan tidak melanggar syariat Islam.
Semuanya akan diarahkan semata untuk menguatkan akidah umat. Konten tsaqafah yang memperdalam pemahaman umat terhadap syariat Islam. Konten dakwah dan amar makruf nahi mungkar bagi semua kalangan, termasuk bagi penguasa. Konten perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Alhasil para orang tua tidak akan khawatir ketika anak-anaknya meluncur di dunia maya. Tidak akan khawatir anak-anak terjerat judi online (judol).Tidak akan khawatir anak-anak terjebak prostitusi online. Tidak akan khawatir anak-anak terjaring komunitas perilaku seks menyimpang.Tidak akan khawatir dengan segala bahaya dan kejahatan yang mengancam di balik dunia maya sebagaimana yang selama ini dirasakan ketika dunia digital dalam genggaman peradaban kapitalisme.
Sengkarut permasalahan anak dan segala permasalahan kehidupan yang melilit umat manusia saat ini, hanyalah dapat diselesaikan jika kehidupan ini dikembalikan kepada habitatnya.
Habitat kehidupan umat manusia adalah peradaban Islam yang akan mewujudkan kesejahteraan dan keamanan. Wallahualam bissawab. [EA-SJ/MKC]