Sepenggal Cerita Indah untuk Indonesia (Refleksi Kemerdekaan)
OpiniBanyak cerita masyhur yang semestinya menjadi ibrah (pelajaran) bagi rakyat Indonesia dari gaya kepemimpinan Rasulullah saw.
Selain sebagai pemuka agama, beliau juga pemimpin negara (khalifah)
______________________________
Penulis Siti Sopianti
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Tak terasa jumpa lagi dengan 17 Agustus, Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia, yang dirayakan oleh segenap warga negara Indonesia dengan penuh sukacita. Ada yang baru dalam perayaan kemerdekaan tahun ini, yakni upacara kemerdekaan RI dilaksanakan di gedung istana baru IKN (Ibu Kota Nusantara) di Kalimantan.
Konon katanya, upacara tersebut menelan anggaran yang sangat besar. Anggaran dinyatakan melonjak drastis dibanding realisasi anggaran HUT Kemerdekaan RI ke-78 yang dilaksanakan di Jakarta. Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata mengungkapkan, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp87 miliar untuk pelaksanaan upacara HUT Kemerdekaan RI yang pertama kalinya dilaksanakan di IKN.
Anggaran tersebut melejit sekitar 64 persen dari realisasi anggaran pelaksanaan HUT Kemerdekaan pada tahun 2023 di Jakarta, yaitu sebesar Rp53 miliar. Kenaikan tersebut untuk kebutuhan pengadaan peralatan pelaksanaan upacara yang belum tersedia di IKN. (Kompas.com,13/08/2024)
Bagaikan dua sisi mata uang, adanya IKN, atau ibu kota baru, memberi warna tersendiri. Namun, di tengah kondisi masyarakat yang sedang sulit, semua ini terkesan kontras, dan sangat ironi. Indonesia yang telah merdeka selama 79 tahun, tetapi kondisi masyarakat masih banyak yang miskin. Pengangguran di mana-mana, daya beli masyarakat menurun, kriminalitas meningkat, dan lebih miris lagi kondisi mental masyarakat makin kacau. Tentu ini menjadi PR besar bagi negara, yang seharusnya mengurusi urusan rakyatnya.
Lebih miris lagi, petugas Paskibraka terindikasi dilarang menggunakan hijab. Sungguh, sebuah kemunduran pemikiran di tengah kondisi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Lucunya lagi, semua itu terjadi menjelang perhelatan akbar hari kemerdekaan RI, padahal hijab sendiri adalah kewajiban dalam ajaran Islam.
Banyak kasus di negeri ini yang butuh perhatian khusus dari pemangku kekuasaan. Dari mulai penegakan hukum yang tidak adil dan mudah dibeli, serta kasus korupsi yang tak ada habisnya. Kekacauan kebijakan banyak menyengsarakan rakyat, semua itu seharusnya menjadi renungan, dan bahan muhasabah bagi mereka untuk merefleksikan makna kemerdekaan.
Sebagai rakyat yang mayoritas muslim, seharusnya standarisasi kehidupan kita berasaskan aturan Islam, hanya berhukum dengan hukum-hukum Allah Swt., dengan menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai pedoman hidup di dunia ini. Serta menjadikan Rasulullah saw. sebagai suri teladan kita. Baik dalam kehidupan sehari-hari, di tengah-tengah masyarakat, maupun dalam kehidupan bernegara.
Demikian pula dengan kehidupan keluarga Nabi saw., para sahabat, dan para pejuang Islam. Seharusnya dijadikan ukuran untuk mencontoh mereka, sebab merekalah yang menyaksikan betapa indahnya hidup di bawah naungan Islam.
Banyak cerita masyhur yang semestinya menjadi ibrah (pelajaran) bagi rakyat Indonesia dari gaya kepemimpinan Rasulullah saw.. Selain sebagai pemuka agama, beliau juga pemimpin negara (khalifah). Sebagai seorang pemimpin, Rasulullah saw. telah menjadikan Al-Qur'an sebagai sumber undang-undang dan hukum dalam menentukan kebijakan.
Contohnya, saat kaum Anshar meminta izin untuk melakukan perang dengan kafir Quraisy. Rasulullah saw. langsung menolaknya dengan bersabda: "Kami belum diperintahkan untuk melakukan itu.” Alasan lainnya, karena Rasulullah saw. telah membuat strategi dengan jumlah kaum muslimin saat itu yang masih sedikit, dan belum terorganisir dalam bentuk negara.
Namun, saat Rasulullah saw. dan para sahabat hijrah ke Madinah, Islam telah tegak dalam bingkai sebuah negara. Rasulullah saw. mulai berani berstrategi untuk menghadapi musuh-musuh Islam, tak hanya dalam berdakwah dan berpolitik. Indonesia juga perlu mengambil ibrah dari sistem Islam yang pernah diterapkan oleh Rasulullah saw.. Bagaimana beliau mengatur dalam sistem pendidikan, ekonomi, sosial, hukum, pertahanan, dan lain sebagainya.
Islam itu sangat menjunjung tinggi ilmu. Derajat orang yang berilmu sangat tinggi. Maka tak heran dalam sistem pendidikan Islam, seorang guru, penulis, dan profesi lain yang berkontribusi terhadap dunia ilmu sangat dihargai dengan gaji yang besar.
Islam menjadikan pendidikan sebagai hajjah asasiyah (kebutuhan mendasar) bagi kehidupan, yang dijamin keberadaannya oleh negara. Dalam kacamata Islam, seorang imam, atau penguasa disebut dengan khalifah. Seorang pemimpin negara yang wajib mengayomi dan melayani rakyatnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw.,
"Imam adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya." (HR. Bukhari)
Begitupun mengenai kesehatan, negara akan menjamin kesehatan dengan gratis. Baik orang kaya, maupun miskin, muslim, maupun nonmuslim, karena kesehatan adalah kebutuhan dasar bagi masyarakat. Dalam sistem Islam kesehatan tidak akan dikomersialkan, sebab merupakan bagian dari tanggung jawab negara.
Negara wajib menjalankan hukum sesuai perintah dan larangan Allah Swt. dengan adil, memberikan efek jera, serta berfungsi sebagai penebus dosa di akhirat. Dalam sistem Islam, sumber daya alam dikuasai oleh negara untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Maka tak heran, saat sistem Islam tegak, semua masyarakat sejahtera. Saking sejahteranya, di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, beliau sampai bingung membagikan harta zakat kepada rakyatnya, karena semua rakyat sudah terpenuhi kebutuhannya.
Berbeda dengan fenomena saat ini. Kita dicap sebagai negara merdeka, tapi kondisi masyarakatnya jauh dari kata merdeka. Kita semua masih terjajah secara pemikiran, ekonomi, pendidikan, hukum, kesehatan, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, tidak ada solusi yang tepat, sebagai hamba Allah Swt., selain kembali pada hukum-Nya. Untuk mendapatkan kehidupan yang indah, di bawah naungan syariat-Nya. Wallahualam bissawab. [MGN-SH/MKC]