Alt Title

Artis Maju ke Pilkada, demi Apa?

Artis Maju ke Pilkada, demi Apa?



Kriteria pemimpin dalam sistem ini hanya bertumpu pada

popularitas dan kekayaan

______________________________




KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Pemilihan kepala daerah Kabupaten Bandung makin menarik, karena Sahrul Gunawan bakal berhadapan dengan petahana Bupati Bandung, Dadang Supriatna yang sebelumnya merupakan pasangannya.


Ketua KPU Kabupaten Bandung, Syam Zamiat mengatakan terdapat dua pasangan bakal calon bupati dan wakil bupati Bandung yang melakukan pendaftaran pada hari terakhir, mereka adalah Dadang Supriatna-Ali Syakieb dan Sahrul Gunawan-Gun Gun Gunawan. Syam mengungkapkan berkas dari pasangan tersebut telah diterima oleh KPU Kabupaten Bandung, kemudian selanjutnya dilakukan pemeriksaan verifikasi. Pemeriksaan tersebut turut diawasi oleh Bawaslu Kabupaten Bandung. (kompas.com, 30-8-2024)

Sebenarnya, fenomena artis masuk bursa pilkada bukan hal baru. Dalam sistem demokrasi, siapa pun bisa saja mencalonkan diri, asal sesuai syarat yang ditetapkan undang-undang. Yang jadi masalah, kualifikasi dan integritas para artis ini apakah mumpuni?

Jangan sekadar popularitas dan finansial saja yang dipertimbangkan. Dalam sistem demokrasi, kekuatan pemerintahan tidak hanya di tangan penguasa, tapi oligarki. Jadi artis memang untuk pemancing, sementara yang mendominasi pemerintahan tetap oligarki.

Sistem demokrasi telah membuka celah bagi orang-orang yang memiliki kekuatan dan modal untuk melakukan politisasi. Kriteria pemimpin dalam sistem ini hanya bertumpu pada popularitas dan kekayaan, karakter amanah dan berkepribadian Islam tidak menjadi perhatian. Alhasil, orang baik tanpa dukungan modal tidak mungkin dapat mencalonkan diri. Inilah realitas sistem politik demokrasi yang diterapkan di negeri ini.

Namun, kondisi ini wajar terjadi dalam negara yang menerapkan sistem sekuler-demokrasi. Pasalnya, penerapan sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan telah menjadikan politik kering dari nilai-nilai agama. Melalui kedudukan dan kekuasaannya, pejabat meraih keuntungan materi sebanyak-banyaknya, bukan lagi sebagai amanah Allah dan ibadah.

Berbeda dengan sistem politik yang diajarkan Islam, politik Islam didasarkan pada akidah Islam yang lurus, yang memandang bahwa Allah adalah Al-Khaliq (Pencipta) dan Al-Mudabbir (Pengatur) kehidupan. Oleh karenanya, praktik politik pun wajib dijalankan di atas aturan-aturan syariat dan wajib ditegakkan oleh semua pihak, penguasa maupun rakyatnya.

 

Politik dalam pandangan Islam merupakan ri'ayah syu'unil ummah (pengurusan urusan umat) dengan syariat Islam saja. Oleh karena itu, politik tidak hanya dimaknai sebagai kekuasaan sebagaimana dalam politik demokrasi.

Islam mampu memandang bahwa kekuasaan hanya menjadi sarana untuk menerapkan hukum-hukum syariat. Sebab kedaulatan ada di tangan Asy-syari sebagai pembuat hukum, yakni Allah Swt.. Dalam sistem politik Islam, rakyat dilibatkan dalam memilih khalifah. Hanya saja Islam telah menetapkan syarat-syarat sah kepemimpinan, di antaranya : Seorang muslim, laki-laki, balig, berakal, adil, merdeka, dan mampu melaksanakan amanah kekhilafahan.

Islam juga telah menetapkan metode baku dalam pengangkatan pemimpin, yakni baiat. Sedangkan pemilihan oleh rakyat secara langsung, hanya merupakan salah satu cara untuk memilih pemimpin setelah Mahkamah Mazhalim menetapkan calon khalifah yang lolos verifikasi. Demikianlah sistem politik Islam yang mampu mencetak pemimpin berkualitas dengan tetap memperhatikan kemaslahatan. Wallahualam bissawab. [AS-SH/MKC]

Rukmini