Alt Title

Di Negara Bersistem Ekonomi Kapitalis, Kedaulatan Pangan Hanyalah Angan-Angan

Di Negara Bersistem Ekonomi Kapitalis, Kedaulatan Pangan Hanyalah Angan-Angan

 

Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan kebutuhannya di suatu negeri dapat menciptakan ketidakstabilan ekonomi

Berbagai gejolak sosial dan politik dapat terjadi jika ketahanan pangan terganggu

_____________________________


Penulis Yani Riyani

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com OPINI - Majelis Perwakilan Rakyat (MPR), meminta agar pemerintah mengurangi impor, sehingga ketahanan pangan di Indonesia terjaga secara konsisten. Hal ini disampaikan oleh Ketua MPR-RI, Bambang Soesatyo dalam Pidato Pengantar Sidang Tahunan MPR 2024 dan Sidang bersama DPR dan DPD 2024 di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Hari Jum’at, 16 Agustus lalu. Beliau menyampaikan, bahwa untuk menghindari risiko krisis pangan di masa yang akan datang, Indonesia perlu menyiapkan strategi besar untuk menciptakan “kedaulatan pangan” Indonesia, bukan sekedar “ketahanan pangan”, yang acapkali mengandalkan impor bahan-bahan pangan dari luar negeri. (Jakarta, Investor.id, 16-8-2024).


Definisi ketahanan pangan menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Food and Agriculture Organization (FAO) pada dasarnya sama, yaitu kondisi di mana semua orang setiap saat memiliki akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan pangan. (Ratih, Gramedia Blog, 2021). 


Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tertera dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam Deklarasi Roma (1996). Pertimbangan tersebut mendasari terbitnya UU No. 7/1996 tentang pangan. Sebagai kebutuhan dasar dan salah satu hak asasi manusia, dalam aturan yang tertera hukum buatan manusia, pangan mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa.


Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan kebutuhannya di suatu negeri dapat menciptakan ketidakstabilan ekonomi. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat terjadi jika ketahanan pangan terganggu. Kondisi pangan yang kritis seperti ini bahkan dapat membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas nasional.


Pemaknaan ketahanan pangan bervariasi ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti perbedaan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya antar wilayah dan antar negara. Meskipun demikian, dikutip dari bulog.co.id pada dasarnya ketahanan pangan memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk memastikan bahwa semua orang memiliki akses terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk hidup sehat dan produktif.


Islam pun memandang bahwa ketahanan pangan merupakan salah satu maqashid syariah (tujuan syariat) yaitu menjaga jiwa (hifz al-nafs), di mana rakyat seharusnya memiliki akses yang aman dan berkelanjutan terhadap pangan yang cukup, bergizi, dan terjangkau.


Akan tetapi problem tingginya harga pangan di negeri ini tidak bisa dilepaskan dari kebijakan pemerintah itu sendiri yang dianggap tidak pro rakyat, inilah bukti dari penerapan ekonomi kapitalisme. Contoh saja kebijakan intensifikasi pertanian, malah makin membuat lemahnya produktivitas pertanian. Dikarenakan pengurangan subsidi pada pupuk dan benih jelas membuat ongkos produksi makin mahal.


Pada saat yang hampir bersamaan, kebijakan impor pangan malah dibuka selebar-lebarnya, alhasil harga pangan lokal kalah saing dengan harga pangan impor. Para petani lokal pun tidak bersemangat lagi untuk menanam hingga berimbas pada produksi yang semakin menurun, akibatnya ketersediaan pangan semakin berkurang dari segi produkifitas maupun kualitasnya.


Selain itu, kebijakan ekstensifikasi swasembada pangan nasional melenceng dari cita-citanya. Alih fungsi lahan pertanian dilakukan besar-besaran untuk infrastruktur, pemukiman real estate, dan kawasan industri makin masif.


Masih banyak lagi berbagai kebijakan yang berlandaskan sistem ekonomi kapitalisme yang hanya fokus pada produksi, sementara pendistribusiannya diserahkan pada mekanisme pasar. Dan hal ini mendapat dukungan dari pemerintahan demokrasi yang hanya mencetak penguasa berlebel pengusaha.

 

Dalam Islam pangan adalah kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi oleh negara. Mekanisme pasar akan diatur sedemikian rupa, sehingga ketersediaan pangan tetap terjaga. Islam melarang kaum muslim bergantung pada asing agar negara bisa bersifat independen. Meskipun demikian Islam tidak melarang kegiatan impor, asal memenuhi kriteria syariat, contohnya seperti larangan bekerja sama dengan negara kafir harbi.


Negara juga memiliki kebijakan dalam negeri untuk mewujudkan ketahanan pangan, di antaranya ektensifikasi berhubungan dengan penyediaan lahan pertanian dan meminimalkan alih fungsi lahan, dan intensifikasi seperti meningkatkan kualitas benih, pupuk, metode pertanian secara terus menerus. (MNews.com, 16-3-2023)


Selain produksi, negara juga harus mengatur pendistribusiannya agar dapat meminimalkan biaya, sehingga harga bahan pokok tetap terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Negara melaksanakan semua tugasnya atas dorongan keimanan untuk melayani umat. Dan akan ada sanksi bagi pelaku kecurangan sehingga tidak ada yang berani berlaku curang. Semua dilakukan semata dorongan iman kepada Allah Swt. dan hanya negara yang berlandaskan sistem Islam-lah yang dapat mewujudkan dan hanya di tangan seorang Khalifahlah kebijakan akan diterapkan sesuai dengan syariat Islam, kepada seluruh umat sebagai pemenuhan kebutuhan hajat orang banyak menjadikan umat hidup dalam kesejahteraan yang hakiki.


Dari Anas bin Malik Ra, Rasulullah saw. bersabda: “Tidaklah seorang muslim menanam pohon, tidak pula menanam tanaman kemudian pohon/tanaman tersebut dimakan oleh burung, manusia, atau binatang melainkan menjadi sedekah baginya.” (HR Imam Bukhari). 

Walahualam bissawab. [DW/MKC]