Alt Title

Fenomena Bullying Kian Nyaring

Fenomena Bullying Kian Nyaring



Kasus perundungan dari waktu ke waktu justru tumbuh subur

bak jamur di musim hujan


 ______________________________

 

Penulis Linda Ariyanti, A.Md

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Tenaga Pendidik


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Beberapa hari lalu, jagat maya tengah dihebohkan dengan beredarnya sebuah video perundungan yang dialami oleh remaja putri di Kota Jambi.


Dilansir dari detiknews.com (20-09-2024), seorang siswi SMP di Jambi menjadi korban perundungan (bully). Korban diduga disundut rokok, dipukul, hingga disiram dengan minuman kemasan. Video perundungan tersebut awalnya beredar di instagram dan kemudian menjadi viral. Mirisnya, pelaku perundungan juga remaja putri yang berjumlah empat orang, dan dari penyelidikan satu di antaranya adalah perempuan dewasa yang sudah memiliki anak.



Kasus perundungan tersebut rupanya berawal dari saling ejek di sosial media, kemudian satu orang pelaku mengajak korban bertemu di suatu tempat. Satu orang pelaku tersebut telah mengumpulkan teman-temannya untuk melakukan aksinya karena dipicu kemarahan. Kasus tersebut saat ini ditangani Polresta Jambi dan telah naik ke tahap penyidikan.



Kasus serupa juga sering terjadi bahkan di institusi pendidikan berbasis agama. Korban tak hanya terluka, bahkan sampai meregang nyawa. Tidak terhitung lagi jumlah kematian yang merenggut nyawa generasi akibat perilaku bullying ini. Dari pendidikan tingkat dasar, menengah bahkan perguruan tinggi, kasus perundungan selalu saja kita temukan.

Bullying Kian Nyaring dalam Sekularisme


Kasus perundungan dari waktu ke waktu justru tumbuh subur bak jamur di musim hujan. Padahal sejak Agustus 2023 lalu, pemerintah telah menerbitkan Permendikbudristek nomor 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Hal ini dilakukan agar kasus perundungan bisa dihentikan. Nyatanya sampai hari ini kasus perundungan masih menjadi  PR kita bersama. 



Pada Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah Tahun Ajaran Baru 2024/2025 ini, pemerintah bahkan memberikan tema tentang pencegahan perundungan dari sekolah tingkat dasar sampai tingkat menengah, sebagai upaya pencegahan terjadinya perundungan di lingkungan sekolah. Kasus perundungan sendiri bisa berupa verbal, fisik, elektronik, bahkan kekerasan seksual yang juga terus dialami peserta didik, baik laki-laki maupun perempuan. Namun mengapa fenomena ini tak kunjung berhenti? 



Semua berpangkal pada sistem hidup sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Buah dari sistem ini lahirlah sistem pendidikan yang tidak menjadikan akidah Islam sebagai asasnya. Tujuan pendidikan di negeri ini hanya fokus pada capaian akademik dan materi semata. Output pendidikan yang diinginkan oleh kurikulum merdeka adalah tenaga kerja yang siap menjadi buruh terdidik, atau pengusaha yang siap mengejar cuan sebanyak-banyaknya.

Sekularisme juga melahirkan kehidupan yang serba bebas, maka wajar jika generasi hari ini hidup serba bebas tanpa aturan agama. Ditambah lagi, kehidupan yang serba digital membuat generasi hari ini mudah sekali mengakses berbagai hal. Sayangnya, dunia digital hari ini dipenuhi oleh informasi-informasi sampah yang justru merusak keimanan para generasi. Alhasil, generasi benar-benar hidup untuk mengikuti hawa nafsunya tanpa peduli baik dan buruk.

Islam Solusi Perundungan


Polemik perundungan tidak akan tuntas jika hanya diselesaikan oleh satu pihak. Semua pihak yang terlibat dalam pendidikan anak baik dari keluarga, masyarakat, juga negara harus bersungguh-sungguh mencabut akar masalah terjadinya perundungan ini, yakni diterapkannya sistem hidup yang memisahkan agama dari kehidupan (sekularisme).

 

Islam harus diterapkan dalam institusi terkecil bernama keluarga, sehingga pendidikan yang ditanamkan oleh orang tua berasaskan pada akidah Islam yakni terbentuknya kepribadian Islam pada anak-anak. Orang tua adalah teladan bagi anaknya, maka sudah selayaknya orang tua juga memiliki ketakwaan yang tinggi agar melahirkan anak-anak yang saleh dan salihah.



Masyarakat tidak boleh acuh jika mendapati generasi yang menunjukkan kemaksiatan, karena Islam mewajibkan adanya amar makruf nahi mungkar. Tidak boleh ada sikap individualis dalam jiwa kaum muslim. Seorang wanita tidak hanya menjadi ibu bagi anaknya, tetapi ia juga menjadi ibu bagi generasi (ummu ajyal) yang punya tanggung jawab dalam pendidikan hingga terbentuk generasi cemerlang penerus peradaban.


Terakhir, negara adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam menjaga ketakwaan rakyatnya (termasuk menjaga generasi dari perbuatan bullying). Karena penguasa bertanggung jawab terhadap seluruh urusan rakyatnya.

 

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya imam/khalifah adalah perisai, orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah 'Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya, ia harus bertanggung jawab atasnya.” (HR Muslim)

 

Negara dalam Islam akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang menjadikan akidah Islam sebagai asasnya. Pendidikan dalam Islam memiliki tujuan mulia yakni mewujudkan kepribadian Islam pada peserta didik dengan membentuk aqliyah (pola pikir) dan nafsiyah (pola sikap) Islam.

 

Alhasil, ketakwaan akan senantiasa ada pada diri setiap peserta didik. Ketakwaan inilah yang akan mengontrol dirinya untuk tidak melakukan kemaksiatan termasuk perbuatan bullying. Demikianlah solusi Islam atas masalah bullying (perundungan). Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]