Alt Title

Impitan Ekonomi Mematikan Naluri Keibuan

Impitan Ekonomi Mematikan Naluri Keibuan


 

Hal ini erat kaitannya dengan sistem ekonomi yang diterapkan saat ini

yaitu kapitalisme

______________________________


Penulis Anis Nuraini

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Seorang ibu rumah tangga berinisial SS (27 tahun) ditangkap karena menjual bayinya Rp20 juta melalui perantara, di Jalan Kuningan, Kecamatan Medan Area, Kota Medan, Sumatra Utara.


Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar Medan AKP Madya Yustadi mengatakan, "SS menjual bayinya Rp20 juta dan MT rencananya akan diupah oleh SS, sebesar Rp3 jutaan untuk menjual bayinya. Alasan SS karena kesulitan ekonomi, sementara yang membeli bayinya diduga karena tidak memiliki anak, sehingga ingin membesarkan anak tersebut." Kejadian itu berlangsung pada Selasa. (kompas.com, 6/8/2024)


Keinginan memiliki dan mencinta anak, adalah salah satu bentuk penampakan dari adanya naluri melestarikan keturunan (gharizah nau) merupakan fitrah seorang ibu dan anugerah yang menyertai penciptaan sebagai manusia. Ibu adalah sosok mulia, mulai dari mengandung hingga melahirkan bayinya ke dunia, meski nyawa menjadi taruhannya. 


Namun, alasan impitan ekonomi telah mematikan naluri keibuan, sehingga mengakibatkan seorang ibu tega menjual anaknya atau darah dagingnya demi uang. Impitan ekonomi bagi sebagian ibu bisa membuatnya gelap mata, hilangnya akal sehat, sehingga anak dan keturunan tidak lagi menjadi harapan yang diidamkan kehadirannya.


Kehadiran anak, justru dianggap sebagai beban yang memberatkan. Terlebih bila supporting sistem juga tidak berjalan, orang-orang yang bisa membantu si ibu dalam keadaan susah, seperti peran masyarakat tidak berjalan baik karena sama-sama miskin ataupun individualistis.  


Abainya negara wujudkan kesejahteraan rakyatnya, menjadi faktor penyebabnya. Negara tidak hadir dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya atau tidak mau berperan dalam penyediaan lapangan kerja bagi suami. Rakyat dibiarkan sendiri dalam berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.


Hal ini erat kaitannya dengan sistem ekonomi yang diterapkan saat ini yaitu kapitalisme. Negara hanya berpihak kepada pemilik modal. Sedangkan kepada rakyat, dibiarkan berjuang sendiri. Sebagian besar masyarakat justru kian terpuruk dalam kesulitan ekonomi. Tidak sedikit realitas kehidupan menunjukkan para kepala keluarga kesulitan untuk memberikan nafkah yang layak bagi anak dan istrinya, sehingga perempuan dipaksa harus ikut membantu mencari nafkah.


Hal ini nampak dari banyak kasus serupa yang terjadi, karena terus diimpit oleh kemiskinan, ujungnya muncul pemikiran bahwa kelahiran anak akan memperberat keadaan. Karena secara finasial akan menambah biaya yang harus dikeluarkan, sehingga seorang ibu terpaksa harus menjual bayinya. Dengan alasan demi masa depan buah hatinya, supaya mendapatkan hidup yang lebih baik dan layak kalau diurus oleh orang lain.


Di sisi lain, mencerminkan gagalnya sistem pendidikan sekuler. Tanpa agama, manusia berperilaku sesuai hawa nafsu, tidak peduli halal atau haram untuk memenuhi kebutuhannya. Seperti fakta di atas, seorang  ibu sampai tega menjual bayinya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.


Sistem pendidikan ini tidak membentuk pribadi yang takwa yang menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya, sehingga membuat ibu kehilangan fitrahnya.


Kalau alasan impitan ekonomi menjadi faktor penyebab seorang ibu menjual bayinya, maka Islam menetapkan peran negara sebagai raa’in.


Negara akan  memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok kepada setiap individu rakyatnya seperti (sandang, pangan, dan papan ) termasuk kesehatan dan pendidikan. Adapun dananya bersumber dari Baitulmal, kas negara yang berasal dari pengelolaan sumber daya alam. Alhasil, dengan mekanisme pengelolaan sumber daya alam oleh negara ini akan mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat.


Islam memiliki sistem ekonomi yang menyejahterakan rakyat melalui berbagai mekanisme, termasuk menyediakan banyaknya lapangan pekerjaan untuk para suami. 


Negara akan mendorong setiap orang yang memiliki tanggung jawab nafkah terhadap anak istrinya, seperti para suami, untuk bekerja keras, kalau tidak mencukupi, keluarga terdekatnya wajib membantu, kalau belum juga, negara harus turun tangan, sehingga ibu tidak terbebani untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.


Islam juga memiliki sistem pendidikan yang akan membentuk kepribadian Islam. Pola pikir dan sikap sesuai Islam dengan berlandaskan akidah Islam yang sesuai fitrah dan memuaskan akal. 


Maka dengan penerapan Islam kafah sajalah akan mewujudkan optimalnya fungsi keluarga, akan terpenuhinya hak dan kewajiban suami dan istri, sehingga ibu kembali pada fitrahnya. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]