Alt Title

Ironi Hidup dalam Sistem Kapitalisme

Ironi Hidup dalam Sistem Kapitalisme

 


Justru pemerintah dengan seenaknya menindas rakyat dengan beralasan rasa cinta terhadap Indonesia

Padahal semua hanya akal bulus untuk menipu rakyat dan meraup keuntungan yang berlimpah ruah

_________________


Penulis Siti Nurtinda Tasrif 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Kampus


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Indonesia, sebuah negara yang dikenal dengan penduduknya ramah tamah, alamnya menyimpan sejuta keindahan bahkan aneka kuliner yang menggugah selera. Hal ini, membuat Indonesia menjadi salah satu negara incaran para turis untuk didatangi sebagai tempat berlibur.


Lebih dari itu, Indonesia wilayah yang terkenal akan sumber daya alamnya yang melimpah ruah. Tidak tanggung-tanggung seluruh kemanfaatan seakan hadir disatu negara yaitu Indonesia. Dengan banyaknya harta yang terkandung dalam negara ini entah kenapa banyak sekali masyarakat yang masih meraung-raung untuk mendapatkan sesuap nasi? apa yang sebenarnya  terjadi? baru-baru ini terdengar kabar bahwa Indonesia berupaya untuk meraup hasil pajak sebanyak-banyaknya dari rakyat.


Sebagaimana yang penulis kutip dari Media CNBC Indonesia (26/08/2024) bahwasanya pemerintah menargetkan penerimaan pajak pada 2025 mencapai Rp2.189 triliun. Hal tersebut tercantum dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Mengutip Buku II Nota Keuangan, target penerimaan itu akan ditopang terutama oleh Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).


PPh sendiri ditargetkan akan mampu mencapai Rp1.209,2 triliun atau tumbuh 13,8% dari outlook 2024. Dari jumlah itu, kontributor terbesar tetap PPh nonmigas yang diperkirakan mencapai Rp1.146,4 triliun. Selanjutnya, kontributor kedua penerimaan pada 2025 adalah PPN dan PPnBM. Kedua jenis pajak ini diperkirakan akan berkontribusi pada penerimaan senilai Rp945,1 triliun.


Selain itu, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) diperkirakan mencapai Rp27,1 triliun pada 2025. Target penerimaan PBB diyakini bisa tercapai setelah sektor ini mengalami kontraksi 0,3% pada 2024. Adapun pajak lainnya diproyeksikan akan tumbuh 7,8% pada 2025 yakni mencapai Rp7,7 triliun. Ini merupakan target yang fantastis mengingat masyarakat di Indonesia juga kaya akan pengangguran bahkan para pekerja yang serabutan. Lalu, bagaimana semua ini dapat terpenuhi?


Inilah potret kehidupan dalam negara dengan sistem yang salah. Di mana, target capaian yang begitu tinggi terlebih untuk pajak sendiri. Tanpa memikirkan, apakah rakyat mampu membayar pajak tersebut atau tidak? Juga tanpa menyadari apa yang dibutuhkan oleh rakyat. Justru pemerintah dengan seenaknya menindas rakyat dengan beralasan rasa cinta terhadap Indonesia. Padahal semua hanya akal bulus untuk menipu rakyat dan meraup keuntungan yang berlimpah ruah.


Sungguh ironis, rasa cinta rakyat terhadap negara ini membuat para petinggi makin gila sehingga memanfaatkannya demi keuntungan pribadi. Jika, bukan untuk pribadinya, patut  dipertanyakan, mengapa rakyat selalu membayar pajak tetapi rakyat tidak mendapatkan kesejahteraan? Justru para petinggi digedung besar yang sejahtera.


Menilik pada fakta, tentu semua ini akan terus-menerus menjadi sejarah yang terulang. Pasalnya, hal ini bukan terjadi karena oknum semata melainkan sudah diatur. Jika tidak demikian sudah tentu ketika rakyat mengganti petingginya harus ada perubahan. Sekarang bukan perubahan tetapi kesengsaraan yang makin menjadi-jadi. Sehingga jelas, bahwa masalah ini merupakan masalah yang bersumber dari sistem. Sistem seperti apa yang dimaksud? Sistem Kapitalisme.


Sistem kapitalisme merupakan pandangan hidup yang mengatur seluruhnya sesuai dengan keinginan sendiri. Bahkan, sistem ini bertujuan untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya.  Penerapannya hanya berorientasi pada keuntungan semata. Setiap jalinan hubungan yang terjadi harus dengan standar untung dan rugi.


Jika dikorelasikan dengan fakta yang terjadi, terlihat kemiripan yang sulit dibedakan saking jelasnya. Bahkan, hubungan pemerintah dan rakyat seperti hubungan penjual dan pembeli. Tidak ada yang mau rugi, seringkali pemerintah menjual aturan juga memaksa rakyat untuk membelinya. Mau tidak mau menerapkannya dalam kehidupannya.


Berbeda dengan sistem kapitalisme, sistem Islam memberikan solusi yang berbeda. Di mana Islam memandang bahwa negara dengan Khalifahnya merupakan pelayan bagi umat. Sehingga negara yang harusnya menjamin hajat hidup rakyat bukan sebaliknya. Rakyat tidak dibiarkan untuk terbebani oleh banyaknya pajak yang diberlakukan.


Karena, Islam memiliki pengaturan yang hebat dalam menjaga hajat hidup rakyat. Semua tertera dalam pembahasan kepemilikan. Di mana Islam menjelaskan bahwa terdapat tiga kepemilikan yang diatur. Pertama kepemilikan individu, kedua kepemilikan negara dan ketiga kepemilikan umum. Mengenai kepemilikan umum dan negara akan sama-sama dikelola untuk kepentingan umum, sehingga tidak akan terjadi yang namanya privatisasi oleh sebagian oknum.


Hal ini yang dapat menjamin kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Terkait kepemilikan individu rakyat tidak perlu membayar atau membagikan pada siapapun atas aturan negara karena tidak ada aturan demikian dalam Islam. Yang ada hanya pemberian zakat, baik itu mengenai harta, lahan atau sesuatu yang melebihi dari kebutuhan setiap harinya.


Dengan sistem Islam, rakyat akan sadar sehingga segera mencampakkan sistem kapitalisme yang sudah lama bercokol dalam benak Indonesia. Kemudian, bersatu untuk menerapkan kembali sistem Islam. Karena, hanya negara dan sistem tersebut yang bisa menyelesaikan persoalan yang ada. Tidak hanya masalah individu, tetapi masyarakat bahkan masalah antar negara seperti yang terjadi di Palestina. Wallahualam bissawab [Dara/MKC]