Alt Title

Kalah Pilkades Ujungnya Nggak Beres Tertipu Bank Gaib

Kalah Pilkades Ujungnya Nggak Beres Tertipu Bank Gaib

 


Politik demokrasi yang prosedural dengan pilihan langsung meniscayakan paslon (pasangan calon) berfikir modal besar

____________________


KUNTUMCAHAYA.com, NEWS - Slamet (48) dibui gara-gara menipu seorang calon kepala desa (Kades) gagal di Kecamatan Dawarblandong, Mojokerto hingga merugi Rp325 juta. Ia sukses memperdaya korban dengan modus berburu pesugihan di pantai selatan. Seperti apa pengakuannya?


Slamet mengaku awalnya tidak kenal dengan korban berinisial SA, warga Kecamatan Dawarblandong. Menurutnya, SA tiba-tiba datang ke rumahnya di Dusun Kemlaten, Desa Mojowiryo, Kemlagi, Mojokerto pada Januari 2020 untuk meminta tolong.


Rupanya, SA mendatangi Slamet karena gagal terpilih dalam pilkades di salah satu desa Kecamatan Dawarblandong. Sehingga, ia ingin mencari pesugihan sebagai jalan pintas untuk mengembalikan kerugiannya karena pilkades.


"Saya tidak menggandakan uang, dia (SA) mencari pesugihan ingin kaya. Saya tolak, saya bilang kalau tidak bisa, tetapi dia terus maksa," cetusnya saat jumpa pers di Mapolres Mojokerto Kota, Jalan Bhayangkara, Selasa (3/9/2024 www.detik.com)


Catatan:

1) Ikuti permainan pilihan pemimpin yang salah, akibatnya jatuh kepada petaka. Biaya mahal dengan modal 300 jutaan lalu kalah kemudian minta balik cepat dengan pesugihan. Lalu, kalau jadi apa balik uangnya dengan korupsi?


2) Politik demokrasi yang prosedural dengan pilihan langsung meniscayakan paslon (pasangan calon) berfikir modal besar. Ini untuk membeli suara rakyat agar memilih. Di sisi lain, rakyat pun berpikir transaksional. Kalau sudah demikian, paslon biasanya cari pemilik modal atau utang di bank.


3) Manusia terkadang di luar nurul. Demi cari instant balikkan uang modal pilkades bank Gaib Nyi Roro Kidul jadi jalan pesugihan. Bank di dunia nyata saja nggak mau rugi dan menjanjikan keuntungan yang tinggi. Apalagi bank Gaib yang nggak jelas di mana Bank Centralnya?


4) Untuk siapapun yang mau maju dalam setiap kontestasi demokrasi, hati-hati. Nasib rakyat jangan dibuat main-main. Jangan banyak janji. Karena rakyat butuh kenyang dengan nasi, bukan janji.


5) Bahaya sistem politik demokrasi di Pilkades saja sudah memakan korban hingga ke jalan pesugihan. Malah ini menambah dosa menuju jalan kemusyrikan. Jangan sampai berbuat dosa lebih dengan menyampakkan hukum Allah dan Rasul-Nya. 


6) Kini rakyat dan publik harus sadar. Menghadirkan pemimpin dari level bawah hingga atas butuh sistem tuntas. Itu hanya ada pada Politik Islam yang basisnya akidah dan syariah. Pemimpin yang maju niat ikhlas lillahi ta'ala. Rida melaksanakan syariah Islam kafah dalam tugasnya. Kalau begini negara aman, sentosa, dan berkah. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]