Memilih Pemimpin Daerah, Bisakah Sesuai Harapan?
Opini
Menjadi seorang pemimpin bukan suatu hal yang mudah, banyak sekali tanggung jawab yang harus diemban ditambah lagi akan ada banyak permasalahan yang harus diselesaikan dalam wilayah kepemimpinannya
________________________
Penulis Nazwa Hasna Humaira
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pemilihan presiden dan wakilnya telah usai dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia. Namun, Bapak Anies Baswedan-Shohibul Iman saat ini berupaya untuk mendapatkan kursi menjadi gubernur DKI Jakarta. Akan tetapi, masa surat keputusan dari partai PKS telah kadaluarsa sehingga mereka membutuhkan surat rekomendasi dari pihak lain untuk mendukung kemenangannya. (Liputan6.com, 11-08-2024)
Ambisi yang besar untuk menjadi orang nomor satu DKI sangat diperjuangkan oleh Anies dan wakilnya saat ini setelah sebelumnya gagal menjadi pemangku kekuasaan di ajang pilpres. Ambisi menjadi pemimpin memang bukan hal yang main-main. Segala upaya akan dicurahkan baik secara fisik, pemikiran, ataupun finansial seperti blusukan dan ikut bakti sosial, menjual aset kekayaan pribadi, merapat dengan elit partai, bahkan rela menjual organ tubuh.
Semua itu dilakukan selain untuk modal kampanye juga untuk meraih simpati masyarakat dengan tujuan ketika pemilihan mereka akan memberikan sumbangan suaranya. Sebab suara rakyat akan menentukan nasib para calon pejabat publik ke depannya.
Ambisi berkuasa telah mendorong para kandidat pemimpin untuk menduduki kekuasaan dengan berbagai cara. Awalnya bertujuan agar bisa mewakili suara masyarakat dan menerima ide-ide mereka untuk ditindaklanjuti saat memimpin atau dapat menjadi penghubung antara rakyat kecil dengan pemerintah. Namun, ketika terpilih tujuan itu segera berubah. Satu persatu kebijakan yang dibuat tak lagi sesuai dengan harapan rakyat, bahkan tak segan mencekik dengan aturan zalimnya.
Menjadi seorang pemimpin bukan suatu hal yang mudah, banyak sekali tanggung jawab yang harus diemban ditambah lagi akan ada banyak permasalahan yang harus diselesaikan dalam wilayah kepemimpinannya. Di antaranya adalah melakukan perbaikan ekonomi, politik, dan sosial serta mencari cara untuk menyelesaikan setiap persoalan yang terjadi.
Dalam sistem demokrasi, kekuasaan menjadi tujuan utama meraih popularitas, status sosial, dan kekayaan. Bagaimanapun caranya para calon kandidat ini ingin segera terpilih dengan terus menawarkan program manisnya, tanpa memperhatikan halal atau haram. Inilah watak asli sistem demokrasi kapitalisme yang lebih mengutamakan kemenangan dalam kontestasi politik. Bukan amanah kepemimpinan sejati yakni mengurus rakyat dan memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi.
Berbeda halnya dengan sistem Islam. Kekuasaan merupakan suatu amanah yang besar dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Tentu saja tidak banyak orang yang mampu mengambil tanggung jawab ini, sebab menjadi seorang pemimpin dalam pandangan Islam bertujuan menjadi abdi Allah Swt. bukan hendak mencapai materi. Di antara syarat-syarat menjadi seorang pemimpin yaitu, 1) Muslim; (2) Laki-laki; (3) Balig; (4) Berakal; (5) Merdeka (bukan budak/berada dalam kekuasaan pihak lain); (6) Adil (bukan orang fasik/ahli maksiat); (7) Mampu (punya kapasitas untuk memimpin).
Masyarakat tidak akan bisa apa-apa tanpa adanya seorang pemimpin di dalam kehidupan bernegara. Sebab, pemimpinlah yang akan meriayah masyarakat. Syarat pertama menjadi seorang pemimpin adalah muslim, karena jika tidak beriman maka tidak mampu menerapkan sistem Islam dalam bernegara. Kedua, haruslah seorang laki-laki, karena memiliki fisik dan pemikiran yang kuat. Ketiga, balig yang menandakan ia sudah dewasa. Lalu berakal, dengan memiliki akal yang cerdas pemimpin mampu menyelesaikan permasalahan di tengah masyarakat, dan lain sebagainya yang harus dimilikinya.
Sebagai seorang pemimpin dalam Islam sudah pasti akan menjadikan aturan syariah sebagai landasan berpikir dan berperilaku dalam mengelola negara. Dengan begitu, akan menciptakan kehidupan masyarakat yang sejahtera. Rasulullah saw. bersabda:
“Imam yang diangkat untuk memimpin manusia itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya).“ (HR Imam Al Bukhari)
Demikianlah perbedaan antara sistem Islam dan kapitalisme. Baik aturan maupun pola sikap dari masing-masing individu dalam kehidupan termasuk para pemimpinnya. Tujuan awal seorang pemimpin akan berpengaruh bagi umat ke depannya. Dengan demikian, hanyalah Islam satu-satunya sistem yang hakiki yang akan menyejahterakan masyarakatnya. Maka, untuk mengembalikan kejayaan Islam saat ini, perlunya persatuan umat dan semangat berdakwah hingga ke penjuru dunia.
Wallahualam bissawab. [DW/MKC)