Alt Title

Mewaspadai Pesan Toleransi Paus Fransiskus

Mewaspadai Pesan Toleransi Paus Fransiskus

 


Karena sejak awalnya kedatangannya dengan prosesi sedemikian rupa, tentu bukan kunjungan biasa. Ada beberapa misi besar tersembunyi

_________________________


Penulis Faizatul Adnin

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - "Perbedaan adalah anugerah dan toleransi adalah pupuk bagi persatuan dan perdamaian," tegas Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.

 

Pertemuan dua pemimpin negara Indonesia, Presiden Joko Widodo dan kepala negara Vatikan Paus Fransiskus menyampaikan kata sepakat tentang pentingnya toleransi, keberagaman, dan perdamaian dunia. Perbedaan dianggap sebagai kekuatan yang akan memperkuat persatuan, maka dari itu penting dalam menyuarakan perdamaian. 


Pemimpin Indonesia memuji Paus Fransiskus di dalam menyuarakan perdamaian untuk dunia, terutama Palestina. Dia menyatakan bahwa solusi dua negara adalah solusi untuk Palestina. Sedangkan Paus Fransiskus memuji kebhinekaan Indonesia. Meski terdiri dari berbagai suku, agama dan bahasa Indonesia mampu bersatu. (Www.presidenri.go.id, 04/09/2024) 


Toleransi Tanpa Bukti

Koar-koar toleransi yang disuarakan kedua pemimpin ini sebenarnya tanpa bukti. Mereka sibuk meneriakkannya, tetapi tak mampu mengaplikasikannya. Lihat saja sambutan gegap gempita untuk Paus Fransiskus tanpa mengindahkan nilai-nilai toleransi. Menyandingkan bacaan Al-Qur'an dan Injil di masjid Istiqlal Jakarta, hingga digantinya kumandang azan di seluruh siaran televisi dengan running text. Bukankah seharusnya Presiden Indonesia Joko Widodo dan kepala negara Vatikan Paus Fransiskus dapat mempraktikkan toleransi yang mereka tekankan? Indonesia dengan penduduk muslim terbesar di dunia, tidak perlu membacakan Injil dan mengganti kumandang azan dengan running text


Indonesia memang memiliki penduduk muslim terbesar di dunia, tetapi berbicara toleransi serta mengajarkan kepada rakyat Indonesia tentu salah alamat. Pasalnya rakyat di negeri ini sejak lama sudah memiliki nilai toleransi yang tinggi. Lihat saja, betapa banyak bangunan-bangunan rumah ibadah agama lain. Data yang dikeluarkan Kementerian Agama RI tahun 2022 saja menyebutkan ada sekitar 60.727 gereja Kristen, 13.948 gereja Katolik, 14.826 Pura, 2.436 Vihara, 2.087 Klenteng, (www.zonautara.com.dataset). Seandainya masyarakat Indonesia tidak memiliki toleransi, tentu rumah ibadah tersebut sudah sejak lama dihancurkan oleh umat Islam Indonesia. Namun kenyataannya tidak, umat lain dapat beribadah dengan tenang tanpa gangguan. 


Waspada!

Sebagai umat Islam, sudah seharusnya bersikap waspada kepada agenda yang diserukan oleh Paus Fransiskus. Karena sejak awalnya kedatangannya dengan prosesi sedemikian rupa, tentu bukan kunjungan biasa. Ada beberapa misi besar tersembunyi di balik topeng toleransi. Pertama adalah sinkretisme, yaitu mencampur adukkan ajaran agama yang sudah jelas hukumnya batil.


Kedua adalah pluralisme, yaitu mengajarkan bahwa semua agama sama, semua akan masuk surga secara berdampingan. Tentu itu konsep yang salah dan bertentangan dengan keyakinan. Setiap pemeluk agama pasti menganggap bahwa yang mereka yakinilah yang paling benar. Begitu juga dengan Islam yang sudah jelas dalilnya, Allah Swt., berfirman :

"Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam."

(TQs. Ali-Imran: 19


Hal ketiga yang perlu kita waspadai adalah humanisme beragama, yaitu menjadikan manusia pusat edar kehidupan. Artinya segala hal harus ditentukan oleh manusia itu sendiri, sampai membuat hukum (undang-undang), tentu saja dengan menghilangkan peran agama dan mengabaikan Tuhan, serta aturan-Nya. Hal ini jelas menyalahi kodrat manusia sebagai ciptaan yang harus tunduk kepada aturan pencipta-Nya. 


Menanggapi kunjungan Paus Fransiskus, umat Islam seharusnya bersikap waspada, lalu menjadikan momen kunjungan pemimpin non-muslim sebagai syiar agama Islam, bukan malah membiarkan mereka mensyiarkan agama mereka di tengah-tengah umat mayoritas Islam. Seperti halnya Rasullulah saw. yang selalu menampakkan syiar Islam kepada pemimpin-pemimpin kafir. Dalam salah satu suratnya untuk raja Persia, beliau menuliskan, 

"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad Rasulullah kepada Raja Agung Persia. Semoga keselamatan atas siapa saja yang mengikuti jalan, beriman kepada Allah dan utusan-Nya, serta bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah yang satu, tiada sekutu, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Aku menyeru dengan seruan Allah. Sungguh, aku adalah utusan Allah kepada seluruh manusia, untuk memperingatkan orang yang hidup dan membenarkan perkataan kepada orang-orang kafir. Masuklah Islam! Niscaya anda akan selamat. Jika anda mengabaikan seruan ini, maka, anda menanggung dosa orang-orang Majusi." (Ath-Thabari, Târîkh al-Umam wa al-Mulûk, 2/123; Al-Khathib al-Baghdadi, Târîkh Baghdaad, 1/132). 


Historis mencatat, sejak awal kedatangannya Islam memiliki toleransi yang tinggi. Toleransi adalah membiarkan umat lain beribadah dengan caranya sendiri, bukan ikut-ikutan ritual agama lain dan mencampur ajaran Islam dengan ajaran lain. 


Dari itu, sudah seharusnya umat Islam hanya berkiblat kepada agamanya saja. Bukan apresiasi kekaguman yang kita persembahkan untuk pemimpin kafir, tetapi kewaspadaan, karena Allah Swt. jelas mengabarkan di dalam Kalam-Nya, 


"Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela kepadamu sebelum kamu mengikuti agama mereka." (TQS Al-Baqarah: 120)

Wallahualam bissawab. [SM-GSM/ MKC]