Alt Title

Mewujudkan Ketahanan Pangan, antara Harapan dan Kenyataan

Mewujudkan Ketahanan Pangan, antara Harapan dan Kenyataan



Sistem kapitalis sekuler yang bercokol saat ini, membuat negeri ini tidak akan mampu untuk mewujudkan ketahanan pangan

 Bahkan yang berstatus sebagai negeri agraris

_________________


Penulis Rifka Nurbaeti, S.Pd  Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Pemerintah mempersiapkan anggaran sebesar Rp124,4 triliun atas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 untuk memperkuat ketahanan pangan. Pengamat Pertanian Syaiful Bahari melihat bahwa nominal itu tidak dapat mencerminkan adanya perencanaan strategis untuk penguatan sektor pertanian nasional. "Seharusnya pemerintah memperjelas apa yang dimaksud dengan ketahanan pangan, apakah dengan jalan peningkatan produktivitas atau penguatan cadangan pangan nasional atau memperbesar bantuan pangan seperti yang terjadi di tahun 2023-2024," ucap Syaiful saat dihubungi, Jumat (16/8) dikutip dari Media Indonesia. 


Melihat dari pengalokasian anggaran tersebut, Syaiful menilai sepertinya tidak ada upaya serius dari pemerintah memperbaiki produktivitas pertanian, mulai dari hulu sampai hilir.


Dukungan anggaran ketahanan pangan tersebut adalah ‘fatamorgana’. Sebab, anggarannya kelihatan besar tetapi tidak berdampak untuk peningkatan hasil produksi pangan, sarana prasarana produksi seperti benih, pupuk dan pakan masih mahal dan sulit didapatkan petani. Ditambah alih fungsi lahan terus terjadi, serta anggaran tersebut tidak banyak berperan guna membantu petani supaya lebih bersemangat melakukan usaha tani sektor pangan.


Sistem kapitalis sekuler yang bercokol saat ini, membuat negeri ini tidak akan mampu untuk mewujudkan ketahanan pangan walaupun berstatus sebagai negeri agraris.


Sistem ekonomi kapitalis telah menyebabkan kondisi karut-marut di dalam sendi kehidupan manusia, tanpa terkecuali perekonomian. Mulai dari alih fungsi lahan hingga pendistribusian yang kurang merata. Ketidakmampuan sistem ini disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya:

1. Sistem politik kapitalisme menihilkan peran negara sebatas menjadi regulator dan fasilitator. Negara menyerahkan urusan rakyat pada korporasi, orientasinya bukan pada kemaslahatan rakyat. 

2. Pembangunan infrastruktur untuk mendukung distribusi pada kemaslahatan korporasi. Pembangunan infrastruktur banyak di perkotaan tetapi kurang di perdesaan. Sedangkan, sebagian besar tanaman pangan ditanam di perdesaan yang jauh dari akses pasar. 

3. Sistem ekonomi kapitalisme menyerahkan faktor harga pada mekanisme pasar sehingga memicu munculnya korporasi-korporasi raksasa yang bermodal besar. Akibatnya, seluruh rantai pasok mulai dari produksi, distribusi, hingga konsumsi dikuasai oleh korporasi-korporasi besar.

4. Kebijakan impor lebih disukai daripada meningkatkan produktivitas pertanian.

5. Alih fungsi lahan pertanian menjadi hunian dan industri makin banyak dilakukan. Atas nama proyek strategis nasional (PSN), lahan sawah rakyat mesti rela digusur. Food estate juga terbukti tidak mampu alias gagal memenuhi kebutuhan pangan nasional.


Berbeda dengan Islam. Islam memiliki sudut pandang yang berbeda dalam mewujudkan ketahanan pangan. Sistem ekonomi politik Islam akan mampu mewujudkan ketahanan pangan bahkan menjamin kesejahteraan rakyatnya lantaran tujuan utamanya adalah menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat. Sedangkan negara berperan penting untuk seluruh urusan rakyat. 


Islam mewajibkan negara Islam (Khilafah) mengurusi umatnya. Hal ini berdasarkan dengan hadis, “Imam atau Khalifah adalah raĆ­n (pengurus hajat hidup rakyat) dan ia bertanggung jawab pada rakyatnya.” (HR Muslim dan Ahmad)


Ada beberapa hal yang dilakukan oleh Penguasa dalam sistem Islam (Sitem Khilafah Islam) agar ketahanan pangan negara stabil dan terjaga, di antaranya:

1. Islam mengatur secara detail sektor pertanian menurut hukum syarak. Dalam Islam akan dipetakan lahan subur dan kurang subur. Lahan kurang subur akan dijadikan hunian, industri, infrastruktur, dll. Sementara lahan subur akan dioptimalisasikan untuk pertanian. Tidak ajan terjadi alih fungsi lahan dan membiarkan adanya lahan pertanian yang mati. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang telah menghidupkan sebidang tanah mati, maka tanah itu adalah miliknya.” (HR Bukhari)

2. Negara mendorong para petani dengan menyediakan kebutuhan mereka mulai dari infrastruktur yang menunjang, ketersediaan air, bibit unggul, pupuk, dll.

3. Negara wajib memiliki kemandirian industri dan riset untuk menghasilkan hasil produksi pertanian yang melimpah dan berkualitas.

4. Negara mengatur pendistribusian pangan agar merata ke seluruh negeri. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan pengawasan di pasar dari praktik-praktik nakal, seperti: penimbunan, penipuan, monopoli oleh oligarki, dll. Serta menerapkan sanksi bagi yang melanggar.

5. Negara menyiapkan dana yang besar agar sektor pertanian mampu menopang perekonomian. Dana diambil dari pos baitulmal yang diatur  sesuai dengan syariat.  

        

Dengan demikian, maka sistem Islam mampu menciptakan ketahanan pangan di dalam negeri, apalagi SDA yang dimiliki negeri ini sangat berlimpah. 


Sudah seharusnya umat mau memperjuangkan tegaknya sistem Islam (Khilafah) yang jelas-jelas akan mampu mewujudkan ketahanan pangan.

Wallahualam bissawab. [EA/MKC]