Alt Title

Remaja jadi Sasaran Legalisasi Zina, Bagaimana Solusinya?

Remaja jadi Sasaran Legalisasi Zina, Bagaimana Solusinya?

 


Kehidupan remaja memang sengaja dirusak oleh Barat untuk melemahkan kondisi kaum muslimin

_____________


Oleh. Tari Ummu Hamzah

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Di tengah gelombang protes masyarakat terkait keputusan Mahkamah Konstitusi tentang penyelenggaraan pemilu, pemerintah malah mengeluarkan kebijakan yang tak kalah mencengangkan. Yaitu Peraturan Pemerintah no. 28 Tahun 2024. 


Isi kebijakan tersebut merupakan implementasi dari Undang-Undang No.17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Pasal 103 ayat (4) butir “e” yang menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi untuk anak usia sekolah dan remaja mencakup penyediaan alat kontrasepsi (wapresri.go.id)


Peraturan ini seolah menguatkan langkah pemerintah untuk memberikan fasilitas kepada para remaja untuk melakukan seks bebas, fakta ini sungguh mengerikan. Remaja yang seharusnya ditargetkan menjadi generasi penerus bangsa, malah menjadi sasaran legalisasi pasal perzinaan. Jelas peraturan ini menimbulkan kontroversi di tengah kalangan masyarakat.


Wakil presiden Ma'ruf Amin merespon polemik tersebut. Saat beliau ditemui di kediaman resmi wapres, oleh audiensi delapan kyai dari Madura (03/9/2034) beliau menyampaikan bahwa, aturan ini hanya berlaku bagi remaja yang telah menikah. (Wapresri.go.id)


Lalu siapakah yang disebut remaja telah menikah?

Batasan usia remaja menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) adalah 12 sampai 24 tahun. Namun jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong dalam dewasa atau bukan lagi remaja. Sebaliknya, jika usia dewasa bukan lagi remaja tetapi masih tergantung pada orang tua (tidak mandiri), maka dimasukkan ke dalam kelompok remaja. 


Berarti jika ada seseorang remaja yang sudah menikah dan belum berusia 24 tahun, maka dia disebut sebagai remaja yang telah menikah. (Perpustakaan.komnasperempuan.go.id)


Remaja usia duapuluh itu terlihat dewasa, sudah bukan anak sekolah yang terikat dengan instansi pendidikan dan keluarga. Biasanya di usia duapuluh awal, mereka sudah mandiri dan menjalani hidup terpisah dari orang tua. Namun memasuki usia dewasa bukan berarti seks bebas diperbolehkan, karena seks bebas itu akan menimbulkan kerusakan di tengah masyarakat.


Maka aturan pemerintah yang diterapkan hanya akan menimbulkan masalah baru. Meskipun dengan dalih aturan ini sebagai upaya preventif, tetap saja akan menimbulkan masalah. Seperti, rusaknya moral remaja, merebaknya seks usia dini, menciptakan distraksi kegiatan belajar, kecemasan pada remaja, bahkan bisa menimbulkan penularan penyakit seksual. 


Pantaslah jika peraturan ini menimbulkan kontroversi. Lalu mengapa pemerintah selalu membuat aturan yang menimbulkan kontroversi, bahkan langsung disahkan tanpa ada transparansi kepada masyarakat? Padahal sudah jelas aturan yang dibuat itu melanggar norma dan budaya masyarakat.


Pertama, soal agenda global. Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan seksual adalah kondisi di mana fisik, mental, dan keadaan sosial dalam hubungan ke seksualitas. Ini membutuhkan pendekatan yang positif dan menghormati seksualitas dan hubungan seksual. Jadi seseorang bisa dikatakan sehat secara seksual jika dirinya bisa memilih pasangan seksualnya, merasakan kenikmatan seksual, dan terbebas dari risiko kehamilan yang tidak direncanakan dan infeksi menular seksual, dan bebas dari segala paksaan dan kekerasan seksual (ykp.or.id)


Kita harus pahami bahwa Indonesia ini sistemnya kapitalis. Negara yang berideologi kapitalis akan membuat aturan, seperti Amerika. Maka aturan itu juga diikuti oleh negara-negara yang menganut sistem yang sama. Itu juga terjadi di Indonesia. Negeri ini juga mengikuti agenda global yang sudah dicetuskan oleh negara kapitalis seperti Amerika. Sesampainya di Indonesia kebijakan tersebut dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan pola masyarakatnya. 


Dari sini jelas bahwa upaya Barat yang ingin merusak generasi muslim makin masif. Yang awalnya mereka terapkan di negeri mereka sendiri, kini merebak ke penjuru dunia. Mirisnya mereka menggaungkan kebebasan perilaku demi kesehatan fisik dan mental. Tapi faktanya remaja malah mendapatkan banyak masalah setelah mengikuti arahan-arahan Barat.


Kehidupan remaja memang sengaja dirusak oleh Barat untuk melemahkan kondisi kaum muslimin. Agar pemuda muslim makin jauh dari agamanya. Agar kedepannya kaum muslimin tak lagi memiliki pemimpin-pemimpin yang kuat. 


Itulah mengapa aturan-aturan pemerintah harus kita cermati. Karena kita tahu bahwa Indonesia juga tergabung dalam organisasi PBB. Maka dipastikan aturan yang dibuat di negeri ini adalah pesanan asing. 


Lalu bagaimana mengarahkan remaja agar terhindar dari sasaran legalisasi perzinaan di tengah masifnya upaya pemerintah untuk tetap melegalkan alat kontrasepsi untuk remaja?


Sebelum anak-anak beranjak remaja, kehidupan mereka sepenuhnya ada di bawah pengawasan orang tua. Maka di sinilah kewajiban orang tua untuk menanamkan nilai-nilai akidah dan hukum syariat Islam. Memberikan pemahaman bahwa seorang muslim, memiliki batasan dalam bertingkah laku, dan menegaskan ada konsekuensi jika melanggar perintah Allah.


Maka peran orang tua harus hadir di rumah untuk menanamkan nilai akidah dan hukum syariat Islam, yang akan menguatkan karakter remaja. 


Tidak cukup sampai di situ, peran orang tua juga harus didukung dengan sistem pendidikan Islam yang berorientasi pada penguatan akidah dan syaksiyah Islamiyyah. Sehingga ada kesamaan pendidikan yang diterapkan baik di sekolah maupun di rumah.


Namun pendidikan yang murni berbasis Islam itu hanya ada di dalam sistem Islam saja. Karena dalam sistem Islam, pendidikan adalah rahim bagi generasi muda kaum muslimin untuk membentuk pemahaman Islam secara kafah.


Dari sinilah urgensinya institusi negara yang menerapkan syariat Islam, agar sanksi-sanksi dalam Islam juga bisa diterapkan secara nyata dalam memberikan efek jera bagi masyarakat.

Wallahualam bissawab. [EA/ MKC]