Alt Title

TPPO Butuh Solusi Mengakar

TPPO Butuh Solusi Mengakar

 



Negara Islam akan menyelesaikan kasus TPPO

melalui penerapan politik luar negeri yang sesuai syariat Islam

______________________________

 

Penulis Aning Juningsih

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Baru-baru ini viral sebuah video yang menggambarkan Warga Negara Indonesia (WNI) disekap selama lebih dari dua pekan di Myawaddy, Myanmar. Di antara mereka, terdapat 11 WNI asal Sukabumi, Jawa Barat yang muncul dalam video berdurasi dua menit itu. Selain disekap, mereka diperlakukan kasar dan hanya diberi makan sekali sehari. Saat ini, mereka berharap bantuan agar bisa segera dipulangkan ke tanah air. (voaindonesia.com, 10-09-2024)


Awalnya, mereka dijanjikan gaji Rp35 juta per bulan dan bekerja sebagai pelayan bisnis investasi mata uang kripto di Thailand. Namun, kenyataannya mereka diberangkatkan ke Myawaddy, Myanmar, dan dipekerjakan sebagai operator penipuan daring.

 

Dalam video tersebut, terlihat beberapa laki-laki yang menurut Nani Rusyanti, Camat Kebonpedes Sukabumi, adalah warganya yang diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Ia menyatakan bahwa pada 14 Agustus 2024, pihak keluarga telah melaporkan kasus ini ke Dewan Pimpinan Nasional Serikat Buruh Migran Indonesia (DPNSBMI). Pada 26 Agustus 2024, laporan tersebut diteruskan oleh DPNSBMI Pusat ke Kementerian Luar Negeri Bidang Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI). Saat ini, kasusnya sedang ditangani oleh Kemenlu RI.

Korban Sistem Kapitalis


Menurut Jejen Nurjanah, Ketua DPC SBMI Sukabumi, para WNI tersebut merupakan korban penyekapan oleh jaringan TPPO. Ia menjelaskan bahwa jaringan TPPO meminta tebusan Rp50 juta per orang atau total Rp550 juta untuk mempercepat proses pembebasan korban, dengan alasan sebagai denda dan biaya penyeberangan dari Thailand ke Myanmar.

Diduga dalam kasus ini, ada isu keterlibatan aparat. Jika benar adanya, tentu sangat memprihatinkan. Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Dave Laksono, menduga bahwa bisa jadi ada keterlibatan aparat tertentu. Ia menegaskan bahwa sindikat seperti ini harus dibongkar hingga ke akar karena kejadian serupa bisa terus berulang. Pemerintah dinilai bertanggung jawab untuk memberikan edukasi dan perlindungan kepada para WNI korban TPPO di Myanmar.

Faktor Ekonomi dalam Negeri yang Labil


Dengan alasan ekonomi dan iming-iming gaji besar di tengah maraknya PHK di dalam negeri, para korban TPPO merasa tidak punya pilihan lain. Mereka terdesak oleh kondisi ekonomi yang semakin mengimpit di semua aspek kehidupan.

Tingginya angka PHK, kacau balaunya ekonomi nasional tampak dari inflasi pangan, kelangkaan gas elpiji bersubsidi, rencana pencabutan subsidi BBM, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan, hingga harga kuota internet yang naik, semua ini menjadi faktor strategis yang memengaruhi kebutuhan hidup masyarakat luas. Selain itu, pajak, potongan, dan pungutan menghantui gaji pegawai yang jumlah pokoknya tidak seberapa.

Di sisi lain, godaan visual melalui aplikasi di ponsel pintar seperti belanja daring, game online, judi, dan pinjaman online juga memperburuk situasi. Gaya hidup hedonis dan konsumtif yang diadopsi masyarakat semakin menguras dompet mereka. Oleh karena itu, merantau untuk bekerja di luar negeri serasa menjadi angin segar.

Dalam hal ini, kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan para korban. Di dalam negeri, mereka sudah terancam kesulitan hidup, tetapi saat mencari nafkah ke luar negeri ternyata keadaan tidak lebih baik. Mereka bahkan harus menerima perlakuan tidak manusiawi dari majikan. Faktor ekonomi yang membuat mereka bekerja jauh dari keluarga hanyalah bagian kecil dari dampak kapitalisme yang secara sistemis merugikan masyarakat.

Butuh Peran Negara yang Bervisi Mengurus Rakyat


Negara tidak cukup hanya mengevakuasi korban TPPO, harus ada solusi sistemis agar para korban yang kembali tidak menambah angka pengangguran. Namun, melihat peran negara yang selama ini terkesan lepas tangan dalam mengurus kebutuhan publik, sulit untuk percaya bahwa ada langkah strategis yang akan diambil pemerintah untuk menyelesaikan kasus TPPO secara tuntas, dengan jaminan politik dan ekonomi bagi para korban saat kembali.

Seharusnya, negara berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bukan hanya memanfaatkan pekerja migran sebagai pahlawan devisa berdasarkan produktivitas ekonomi. Peningkatan kesejahteraan dapat dilihat dari pengentasan kemiskinan, pelayanan penuh dari negara di sektor publik, penyediaan lapangan kerja yang memadai, dan pengaturan perdagangan luar negeri agar tidak merugikan industri dalam negeri.

Negara juga perlu memberikan edukasi kepada masyarakat melalui sistem pendidikan dalam berbagai format, baik formal maupun nonformal, untuk mencetak SDM dengan keahlian dan kepakaran yang dapat menyelesaikan masalah teknis dalam kehidupan. Dengan demikian, negara tidak selalu bergantung pada investasi swasta atau asing untuk menjalankan berbagai sektor strategis di dalam negeri.

Selain itu, pemerintah harus tegas menerapkan sistem sanksi agar dapat menutup celah bagi sindikat TPPO. Jika benar dugaan adanya keterlibatan aparat, mereka juga harus diberi sanksi tegas karena keterlibatan aparat hanya akan membuat kasus TPPO terus berulang.

Negara Islam Memiliki Visi Riayah


Islam menawarkan solusi untuk menyelesaikan semua persoalan kehidupan. Negara Islam akan menyelesaikan kasus TPPO melalui penerapan politik luar negeri yang sesuai syariat Islam, berbeda dengan negara sekuler kapitalis yang telah gagal melindungi dan mengayomi rakyatnya. Adanya kasus TPPO menunjukkan bahwa negara sekuler tidak mampu menyelesaikan masalah yang ada.

Islam memandang politik luar negeri sebagai hubungan dengan negara-negara dan umat lainnya, serta pemeliharaan urusan umat di luar negeri. Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya pemimpin itu adalah perisai, mereka berperang dari belakangnya, dan merasa kuat dengannya. Jika pemimpin itu memerintahkan untuk bertakwa kepada Allah dan berlaku adil, maka bagi mereka pahala. Namun, jika ia memerintahkan selainnya, maka mereka mendapatkan dosa dari perintah itu." (HR. Bukhari)

Negara Islam menerapkan sistem ekonomi untuk memastikan kesejahteraan rakyat, sehingga mereka tidak perlu bekerja di luar negeri demi gaji besar karena kebutuhan mereka sudah dipenuhi negara. Tata kelola sektor-sektor strategis seperti tambang, migas, dan minerba diambil alih dari swasta dan hasilnya diberikan kepada rakyat sebagai pemilik asal.

Keahlian dan kepakaran warga dimanfaatkan dalam sektor-sektor publik yang dikelola pemerintah Islam, seperti pertanian, kehutanan, kesehatan, pendidikan, kemaritiman, transportasi, dan teknologi. Sistem pendidikan Islam, baik formal maupun nonformal, berlandaskan akidah Islam dengan pembelajaran sesuai kemampuan individu, sehingga membuka banyak lapangan kerja di dalam negeri.

Negara Islam menerapkan sanksi tegas sebagai pencegah dan penebus. Sanksi ini berfungsi untuk mencegah pelanggar hukum lainnya melakukan tindak kriminal yang sama dan sebagai penebus dosa pelaku. Dengan ini, negara Islam menutup semua celah munculnya kasus TPPO dan bentuk kejahatan lainnya, serta menjamin keamanan dan kesejahteraan rakyat. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]