Alt Title

Wakil Rakyat Gadaikan SK, Demokrasi Bikin Sengsara

Wakil Rakyat Gadaikan SK, Demokrasi Bikin Sengsara

 



Kebiasaan wakil rakyat menggadaikan SK pasca dilantik

merupakan salah satu potret buruk politik demokrasi

______________________________


Penulis Ledy Ummu Zaid
Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Siapa bilang jadi wakil rakyat itu menyenangkan dan sejahtera. Nyatanya, terjun ke dalam politik demokrasi hari ini malah bikin sengsara.

Memang yang dilihat masyarakat jadi wakil rakyat alias anggota dewan itu pasti hidupnya enak, bergelimang harta, bisa bolak-balik ke luar negeri, dan lain-lain. Tetapi di balik itu semua, ada harga yang tak murah untuk meraih kursi kebesaran mereka.

 

Dalam hal ini, sepertinya peribahasa “Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian” tidak dapat menggambarkan keadaan para wakil rakyat. Dilansir dari laman id.wikiquote.org (02-06-2020), peribahasa tersebut dapat diartikan sebagai perbuatan yang walaupun terasa berat, namun dapat menghasilkan hasil yang baik di kemudian hari.

 

Sayangnya, fenomena wakil rakyat beramai-ramai gadaikan SK setelah pelantikan, sebaliknya membuat hidup tak tenang. Alih-alih di kemudian hari mendapatkan hasil yang untung, malah merugi tak karuan alias buntung.

Banyak Wakil Rakyat yang Menggadaikan SK


Dilansir dari laman detik.com (07-09-2024), sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Jawa Timur beramai-ramai menggadaikan Surat Keputusan (SK) pengangkatan ke bank. Adapun pengamat politik Universitas Brawijaya (UB), Prof. Anang Sujoko menilai langkah anggota legislatif menggadaikan SK adalah fenomena yang cukup memprihatinkan. Para wakil rakyat yang terpilih harus memikul beban berat setelah pelantikan, yaitu membayar utang mahalnya biaya proses demokrasi yang akhirnya memenangkan mereka.

 

Menurut pengamat politik tersebut, pengeluaran untuk seorang bakal calon legislatif (bacaleg) bukan hanya ratusan juta. Namun ia memperkirakan modal untuk menjadi caleg bisa melebihi angka Rp1 miliar saat ini.

 

Misalnya untuk pengadaan alat-alat kampanye. Selain itu, adanya biaya yang dibutuhkan oleh tim sukses untuk masing-masing bacaleg. Kemudian, biaya untuk merawat konstituen atau program-program yang bisa meningkatkan loyalitas konstituen juga menjadi faktor mahalnya politik demokrasi di negeri ini.


Prof. Anang Sujoko juga memaparkan mencalonkan diri sebagai wakil rakyat tentu saja tidak murah bagi setiap bacaleg. Walhasil, ada di antara mereka yang harus pinjam modal kepada pihak-pihak tertentu. Baik itu pinjam ke personal maupun ke perbankan. Kemudian, yang terjadi selanjutnya adalah biaya yang dikeluarkan harus segera dikembalikan setelah pelantikan. Maka tak heran, caleg terpilih harus menempuh langkah untuk menunaikan kewajiban mengembalikan modal yang telah dipakai.

 

Sedangkan, dilansir dari laman rejabar.republika.co.id (07-09-2024), puluhan anggota DPRD Subang periode 2024-2029 yang baru saja dilantik pada Rabu (4/9) menggadaikan SK pengangkatan ke bank sebagai agunan atau jaminan untuk meminjam uang. Dari 50 anggota DPRD Subang, setidaknya ada 10 anggota yang mengajukan pinjaman dengan nilai yang bervariasi.

 

Diketahui besarnya pinjaman mulai dari Rp500 juta hingga Rp1 miliar. Adapun pinjaman tersebut akan dilunasi secara mencicil selama maksimal lima tahun atau selama masa bakti sebagai anggota dewan. Ringkasnya, gaji mereka akan dipotong sebesar 50 persen setiap bulannya.

 

Fakta banyak anggota DPRD yang menggadaikan SK dibenarkan oleh Anik Maslachah, Ketua DPRD Jawa Timur. Dilansir dari laman suarasurabaya.net (10-09-2024), ia mengatakan bahwa fenomena anggota DPRD ramai-ramai menggadaikan SK ini merupakan hak setiap masing-masing anggota dewan.

 

Menurutnya, keputusan menggadaikan SK dan untuk keperluan apa, itu merupakan privasi dari setiap anggota dewan. Hal tersebut juga disebut-sebut tidak melanggar peraturan. Anik juga menambahkan selama anggota dewan mampu mengangsur dan pemerintah tidak ada yang dirugikan, maka itu sudah ranah privasi masing-masing, atau hak setiap individu yang tidak perlu dilarang.

Faktor yang Melatarbelakangi Wakil Rakyat Menggadaikan SK


Miris, menjabat kekuasaan dan mengemban amanah rakyat malah terjerumus dalam dosa seperti riba bahkan korupsi. Kebiasaan wakil rakyat menggadaikan SK pasca dilantik merupakan salah satu potret buruk politik demokrasi. Tradisi ini disinyalir karena mahalnya ongkos politik untuk meraih kursi kekuasaan.

 

Tak hanya itu, maraknya gaya hidup hedon wakil rakyat dalam sistem sekuler demokrasi juga turut andil dalam pengelolaan harta yang salah. Alih-alih bekerja demi kepentingan rakyat, yang ada adalah merebaknya budaya korupsi dan penyalahgunaan jabatan di kalangan pejabat publik, termasuk wakil rakyat.

 

Sistem kapitalis dengan asas demokrasinya ternyata menjadi akar permasalahan politik demokrasi yang mahal. Bagaimana tidak, kapitalisme yang merupakan ideologi kehidupan telah menjadikan materi di atas segalanya.

 

Kemudian, demokrasi sendiri yang seolah mengedepankan suara rakyat, tetapi selama ini seringnya hanya mendengarkan suara kalangan elite. Oleh karena itu, bukanlah hal yang mengherankan lagi rakyat tidak sejahtera karena pengaturan kehidupannya diwakilkan oleh para pejabat yang tidak amanah dan hanya berlomba-lomba mengejar kekuasaan.

Islam Mencetak Pejabat yang Amanah


Berbeda halnya dengan sistem Islam yang menetapkan jabatan adalah amanah. Adapun landasannya adalah akidah, dan standarnya adalah hukum syarak. Dengan begitu, para pejabat akan menjalankan amanah dengan sungguh-sungguh dalam rangka meraih rida Allah Subhanahu wa taala. Kemudian, adanya sistem pendidikan Islam juga turut menentukan bagaimana pribadi para pejabat, yakni syakhsiyah Islam atau kepribadian Islam yang lahir dari akidah yang kuat.

 

Dalam sistem Islam terdapat Majelis Umat (MU) yang tupoksinya berbeda dengan wakil rakyat dalam demokrasi. Adapun fungsi MU ini adalah menjembatani aspirasi umat yang mana mereka dipilih karena kepercayaan, bukan iklan atau pencitraan belaka yang berbiaya mahal. Negara atau Daulah Islam tentu mencetak para pejabat yang amanah untuk mengatur urusan umat sesuai syariat. Seorang pemimpin negara akan sangat berhati-hati dan sungguh-sungguh dalam mengatur segala kehidupan umat.

 

“Imam (Khalifah) itu pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.”(HR. Al-Bukhari dan Ahmad)

 

Nantinya, pemimpin negara juga akan memberi upah yang sepadan atas dedikasi MU dalam mengurus umat. Setiap individu rakyat akan dimuliakan dengan terpenuhinya segala kebutuhan hidup mereka, seperti pendidikan dan kesehatan gratis serta kemudahan mengakses hukum yang adil. Apalagi para pejabat di Daulah Islam sudah pasti akan dimuliakan dan dididik dengan baik dalam mengemban amanah di MU.

Khatimah


Sayangnya, di sistem kapitalis yang mengedepankan demokrasi ini, persoalan umat terlanjur kompleks dan saling memengaruhi. Adapun kerusakan pemikiran umat hari ini telah menjalar ke berbagai lini, tak terkecuali sistem politik.

 

Kasus wakil rakyat menggadaikan SK menunjukkan politik demokrasi benar membuat sengsara.  Karena itu, umat membutuhkan solusi hakiki yang menyeluruh, yaitu diterapkan syariat Islam secara kafah atau menyeluruh dalam sistem pemerintahan Islam. Wallahualam bissawab. [SM-GSM/MKC]