Alt Title

Agenda Tersembunyi, Proyek Merusak Keluarga dan Generasi

Agenda Tersembunyi, Proyek Merusak Keluarga dan Generasi




Jika benar negara menginginkan pendidikan ini berkualitas

seharusnya bukan pernikahan anaknya yang dicegah, namun pergaulan bebasnya


______________________________


Penulis Siti Nurtinda Tasrif

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Kampus


 

KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Generasi merupakan bagian terpenting dalam sebuah negara. Generasi jugalah yang akan menjadi penerus bagi para pendidik, ilmuwan, sejarawan, dan sebagainya. 

Generasi itu tidak lahir atau tercipta dengan sendirinya, apalagi jika membutuhkan generasi yang berintelektual pun juga cerdas. Namun generasi ini lahir daripada keluarga yang juga berintelektual tinggi serta paham betapa pentingnya peran generasi ini bagi sebuah negara.

Dari keluargalah akan lahir generasi-generasi yang kompeten juga memahami perannya. Jika sebuah negara tidak ada generasi, maka negara itu akan mudah runtuh. Bagaimana tidak?  Jika tidak ada generasi, maka otomatis negara tidak akan bisa maju. Jangankan berharap untuk maju, berkembang saja tidak bisa. Oleh sebab itulah negara juga harus memahami bahwa adanya generasi, juga perannya sangat penting bagi berkembangnya bahkan untuk kemajuan suatu negeri.
 

Kebijakan yang Keliru


Namun, bagaimana jika peran generasi maupun keluarga itu tidak dianggap sebagai sesuatu hal yang penting? Sebagaimana yang penulis kutip dari media (kemenag.go.id, 19-09-2024) bahwasanya Kemenag memberikan edukasi tentang bahaya praktik perkawinan anak kepada ratusan pelajar madrasah dan sekolah yang berasal dari MAN 1, MAN 2 dan sejumlah SMA tepatnya yang berada di Semarang. Edukasi tersebut dilakukan melalui seminar cegah kawin anak.

Tidak hanya sampai di situ, bahkan Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, yaitu Cecep Khairul Anwar menyatakan bahwa pendidikan itu kunci utama mencegah perkawinan anak dan berkomitmen meningkatkan pemahaman masyarakat tentang risiko perkawinan anak serta akses pendidikan yang setara. Dalam melancarkan edukasi ini, Kemenag mengimbau untuk seluruh pelajar juga menjadi influencer untuk menyosialisasikan memerangi praktik kawin anak ini atau biasa disebut dengan pernikahan dini.

Edukasi seperti ini dilakukan karena melihat banyaknya problem yang terjadi terhadap para pelajar, khususnya pelajar yang melakukan praktik pernikahan dini atau kawin anak. Kemudian Kemenag melihat ada begitu banyak akibat dari adanya pernikahan anak ini. Mulai dari banyaknya pelajar yang putus sekolah, tingginya angka perceraian, kematian ibu dan bayi, terjadinya stunting, KDRT dan hal-hal yang itu dianggap negatif yang menjadi akibat terjadinya praktik kawin anak ini.

Kegagalan Demokrasi sebagai Sistem Pemerintahan


Namun jika ditelusuri bukan karena pernikahan anak yang menjadi penyebabnya. Akan tetapi banyaknya remaja yang tengah terjerat oleh pergaulan bebas, bahkan difasilitasi. Serta media-media yang ada dapat diakses oleh seluruh remaja, terutama pornografi dan pornoaksi. Dengan merebaknya hal seperti ini, akan menjadi mungkin seluruh remaja akan melakukan praktik pernikahan anak tersebut. Meski demikian, di dalam syariat Islam pernikahan anak itu tetap sah sehingga tidak akan menjadi sebuah permasalahan.

Dari sini bisa dilihat bahwa pemerintah gagal menemukan masalah sekaligus solusi untuk menyelesaikannya. Jika benar negara menginginkan pendidikan ini bisa berkualitas, seharusnya bukan pernikahan anaknya yang dicegah, namun pergaulan bebasnya. Di mana antara laki-laki dan wanita terpisah secara sempurna dan media-media yang akan merangsang remaja untuk melakukan berbagai perzinaan. Alhasil, tidak akan ada para pelajar yang melakukan praktik pernikahan dini.

Agenda Tersembunyi


Usut punya usut, pencegahan pernikahan anak ini bukan kebijakan dari Indonesia, melainkan amanat dari Sustainable Development Goals yakni tujuan pembangunan berkelanjutan. Di mana program ini diadakan pada 25 September 2015 bertempat di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dihadiri oleh 193 kepala negara, termasuk juga Indonesia.

Dari sini harusnya dapat disadari bahwa pencegahan praktik pernikahan anak ini merupakan salah satu cara untuk memutus pertumbuhan atau angka kelahiran anak, khususnya di negara Indonesia. Di mana dalam RPJMN 2020-2024 yaitu rencana pembangunan jangka menengah nasional telah tercatat bahwa angka perkawinan anak turun dari 11,2% di tahun 2018 menjadi 8,74% di tahun 2024. Dapat dipahami dari sini, bahwa program ini bertujuan untuk menghambat kelahiran bagi keluarga muslim, pun juga menghancurkannya.

Hal ini dapat terjadi karena sistem negara saat ini menggunakan kapitalisme demokrasi. Sebuah sistem yang berorientasi kepada materi keuntungan serta duniawi. Bahkan asal daripada sistem ini adalah sekularisme yang berarti pemisahan agama dari kehidupan. Bagi ketua PBB, yaitu Amerika Serikat sendiri. Ketika angka kelahiran keluarga muslim semakin bertambah, maka akan semakin terancam pula harga diri Amerika Serikat sebagai negara adidaya.

Karena dengan jumlah kaum muslimin yang bertambah, maka akan mudah untuk menerapkan kembali sistem Islam. Hanya sistem Islam yang dapat menggeser para oligarki yang ingin menguras kekayaan rakyat, khususnya negara Indonesia bahkan juga negeri-negeri muslim yang lainnya.

Sistem Islam sebagai Solusi


Hendaklah kaum muslim bersegera untuk meruntuhkan kapitalisme demokrasi, kemudian menerapkan sistem Islam. Mengapa demikian?

Jika kehidupan ini berasaskan dengan sistem Islam, maka tentu saja setiap generasi dan juga keluarga itu akan dijaga. Berikut treatment yang diberlakukan akan memberikan kebahagiaan yang tiada taranya. Di mana Islam akan menjaga dengan totalitas terhadap pergaulan laki-laki dan perempuan. Jadi, tidak akan terjadi yang namanya pergaulan bebas dan segala dampak yang akan ditimbulkannya.

Di samping itu untuk memberikan kesejahteraan, sistem Islam akan menjadikan ekonomi itu sesuai dengan sistem Islam. Di mana, dalam sistem ekonomi Islam diatur mengenai tiga kepemilikan yaitu kepemilikan individu, kepemilikan negara, dan juga kepemilikan umum. Terutama mengenai kepemilikan umum, seluruh masyarakat berhak memilikinya.

Ketentuan ini didasarkan pada hadis Nabi saw., “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: dalam air, padang rumput (gembalaan), dan api.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah)

Setiap kepemilikan ini tidak akan tercampur baur satu sama lain. Setiap kepemilikan ada tata kelolanya dan ada aturan-aturannya. Alhasil, tidak akan ada yang namanya kepemilikan umum diambil menjadi kepemilikan individu atau sebaliknya. Sebagaimana yang terjadi di negara demokrasi kapitalisme saat ini.

Melalui sistem Islam, seluruh media yang tersebar akan dianalisis, dipilah-pilah sesuai ketentuan syariat. Maka, tidak akan ada yang namanya pornografi dan pornoaksi atau hal-hal yang menyebabkan generasi-generasi melakukan kemaksiatan, atau perzinaan di luar nikah.

Seluruh media yang ada hanya akan digunakan untuk meningkatkan ketakwaan, menyadarkan jati diri kita sebagai seorang muslim maupun muslimah, dan mencintai keagungan serta sistem Allah Swt. dan meyakini bahwa hanya Islam yang dapat mengatur kehidupan.

Khatimah


Hanya Islam yang dapat menuntaskan persoalan keluarga dan generasi. Karena Islam adalah sistem yang diridai oleh Allah Swt. sebagai rahmatan lil alamin yaitu, rahmat bagi seluruh alam bukan rahmat bagi kaum muslim saja, tetapi juga nonmuslim. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]