Alt Title

Benarkah Rakyat Puas terhadap Kinerja Pemerintah?

Benarkah Rakyat Puas terhadap Kinerja Pemerintah?

 


Lembaga survei adalah alat dalam sistem politik demokrasi yang sangat diperlukan

Karena dalam politik demokratis, popularitas dan elektabilitas seseorang sangat berpengaruh dalam pemerintahan

___________________________


Penulis Etik Rositasari

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Mahasiswa Pascasarjana UGM


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Akhir-akhir ini, beberapa survei mengindikasikan bahwa pemerintah dinilai telah berkinerja baik dalam mengurus rakyat. Realitanya, hasil tersebut tidak lebih dari sekadar pencitraan belaka karena kondisi sesungguhnya yang terjadi di lapangan tidaklah demikian. Negara sejatinya masih menghadapi banyak persoalan di tengah masyarakat. Namun, pencitraan telah berhasil menutupi dan mengelabui rakyat. 


Apabila kita telusuri, sesungguhnya banyak kebijakan-kebijakan negara yang condong keberpihakannya kepada para oligarki dan bukan pro rakyat, seperti naiknya PPN, pembatasan subsidi BBM, dan lain lain. 


Indikator Survei Kepuasan


Menurut Lembaga Survei Indikator Politik, kurang lebih sekitar 75 persen masyarakat Indonesia puas dengan kinerja Presiden Joko Widodo menjelang akhir masa jabatannya pada 20 Oktober 2024. Hal tersebut terungkap dalam rilis hasil survei nasional mengenai evaluasi publik terhadap 10 tahun pemerintahan Jokowi pada Jumat, 4 Oktober 2024 yang menyebutkan bahwa mayoritas masyarakat merasa puas dengan kinerja Presiden Jokowi dengan persentase sebanyak 75 persen. (tempo.com, 5-10-2024)


Survei ini melibatkan 3.540 responden di seluruh Indonesia yang dilaksanakan antara 22 hingga 29 September 2024 dengan menggunakan metode multistage random sampling dan pengaturan margin of error survei sekitar 2,3 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Survei Indikator Politik tersebut memaparkan data di empat bidang utama kinerja pemerintahan yakni bidang ekonomi, politik, penegakan hukum, dan perbandingan ekonomi nasional tahun lalu.


Kepuasan Rakyat Patut Dipertanyakan!


Sebelumnya, survei kepuasan publik yang serupa terhadap kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo pernah terjadi juga dan sempat ramai diperbincangkan. Kala itu pada bulan November 2022, hasil survei Poltracking memaparkan bahwa 73 persen masyarakat puas dengan kinerja Jokowi-Ma’ruf Amin. Namun, keakuratannya patut dipertanyakan apakah sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan? 

Kondisi tersebut pernah menjadi topik utama dalam acara Kabar Petang: Survei Tingkat Kepuasan Kinerja Jokowi 73 Persen, Wajarkah? di kanal YouTube Khilafah News, Selasa (27-12-2022).


Fajar Kurniawan selaku Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) menyebutkan bahwa tingginya tingkat kepuasan terhadap pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin dipicu oleh beberapa hal, di antaranya adalah kemampuan pemerintah dalam mengendalikan dampak pandemi Covid-19, kemampuan pemerintah dalam mengelola ekonomi sehingga inflasi dan seterusnya bisa terjaga, kemudian juga kesuksesan di dalam presidensi G20. Ini patut dipertanyakan karena bertolak belakang dengan realitas di lapangan seperti kondisi deraan berbagai impitan ekonomi, kenaikan BBM, kemudian juga tingginya harga-harga kebutuhan pokok.


Di akhir acara tersebut, Fajar menjelaskan terkait keberadaan lembaga survei. Kedudukannya hanya merupakan upaya untuk membangun opini publik melalui hasil yang mereka tampilkan. Namun, tidak semua hasil survei dipublikasikan bahkan sering kali hanya bagian-bagian yang dianggap menguntungkan bagi mereka yang ditampilkan. Lembaga survei adalah alat dalam sistem politik demokrasi yang sangat diperlukan. Karena dalam politik demokratis, popularitas dan elektabilitas seseorang sangat berpengaruh dalam pemerintahan, sehingga keberadaan instrumen ini menjadi hal yang esensial.


Hasil Survei Hanya Pencitraan!


Sungguh mengejutkan ketika kita melihat kembali bagaimana kondisi Indonesia beberapa waktu lalu yang sangat bertolak belakang dengan hasil survei tersebut. Indonesia berada dalam situasi yang memprihatinkan. Peringatan darurat yang bergema beberapa waktu lalu mencerminkan kenyataan yang dihadapi negara ini. Gelombang peringatan tersebut menunjukkan kekecewaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dan menandakan bahwa situasi politik saat ini sangat mengkhawatirkan. 


Rasa kecewa masyarakat semakin meningkat, terutama akibat banyaknya kebijakan yang lebih menguntungkan kepentingan oligarki. Praktik politik dinasti yang terus menerus ditunjukkan oleh para politisi juga menyakiti perasaan rakyat. Sementara para elite berbagi kekuasaan, rakyat justru harus menanggung beban ekonomi yang semakin berat. Apakah mungkin kondisi ini menunjukkan rakyat puas terhadap kinerja pemerintahan? Atau ini justru hanya bentuk pencitraan saja?


Kekuasaan Adalah Amanah


Islam telah menjadikan negara sebagai pengurus rakyat dalam berbagai aspek kehidupan. Negara juga memiliki aparat yang handal, profesional, amanah, dan beriman. Aparat seperti ini adalah buah dari penerapan sistem pemerintahan yang berlandaskan akidah Islam. Islam juga melarang pencitraan dan menjunjung tinggi kejujuran, karena dalam Islam segala hal dan tindakan kita kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.. 


Sebagaimana Rasul saw. pernah berdoa,


اللَّهُمَّ مَنْ وَلِىَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِى شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِىَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِى شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ


Ya Allah, siapa saja yang menangani urusan umatku, lalu ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah ia; siapa saja yang menangani urusan umatku, lalu ia berlaku lembut kepada mereka, maka berlaku lembutlah kepada ia.” (HR Muslim dan Ahmad)


Keimanan dan ketakwaan tentunya harus diwujudkan dalam komitmen untuk menerapkan seluruh syariat Islam secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan, termasuk pemerintahan. Ini adalah praktik yang diterapkan oleh Nabi Muhammad sebagai pemimpin negara Islam di Madinah. Beliau mengelola negara dan rakyatnya hanya dengan syariat Islam, tanpa mengadopsi aturan lain selain yang diturunkan Allah Swt. kepada beliau. Kekuasaan beliau kemudian dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dan para khalifah setelahnya. Sepanjang sejarah kekhalifahan Islam yang berlangsung lebih dari 13 abad, mereka juga hanya mengandalkan syariat Islam dalam mengatur negara dan masyarakat.


Namun, setelah runtuhnya Khilafah Islam terakhir yakni Khilafah Utsmaniyah pada 3 Maret 1924 oleh Barat (Inggris) melalui agen mereka Mustafa Kemal Ataturk, kaum Muslim tidak lagi diatur sepenuhnya oleh syariat Islam, kecuali dalam urusan ibadah dan beberapa aspek muamalah. Sebagian besar aspek kehidupan mereka kini diatur oleh hukum sekuler yang berasal dari penjajah Barat. Inilah yang sedang terjadi saat ini, termasuk di negara tercinta kita.


Oleh karena itu, apa lagi yang harus ditunggu? Sudah saatnya kita kembali kepada sistem Islam untuk menggeser sistem sekuler yang justru membawa manusia pada penderitaan. Wallahualam bissawab. [MGN/MKC]