Alt Title

Bencana Membuat Merana

Bencana Membuat Merana

 



Berulangnya kasus longsor di tambang ilegal

menunjukkan bentuk kelalaian negara dalam mengatur pengelolaan tambang

______________________________

 

Penulis Siti Rahmawati

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Solok, Sumatra Barat merevisi jumlah korban jiwa akibat tanah longsor di penambangan ilegal. Awalnya sebanyak 15 orang menjadi 11 orang. Kantor Berita AFP melaporkan lokasi bencana yang terpencil mengakibatkan terjadinya salah perhitungan jumlah korban.


Menurut keterangan BPBD, tanah longsor terjadi di kawasan tambang ilegal akibat hujan lebat, dan upaya pencarian korban terhambat oleh lokasi bencana yang terpencil. Untuk mencapai daerah tersebut, warga sipil dan tentara harus berjalan berjam-jam. (voaindonesia.com, 28-09-2024)

Banyak peristiwa longsor yang terjadi di penambangan ilegal sampai menimbulkan korban. Maka itu pemerintah mendesak untuk membentuk satuan tugas pertambangan tanpa izin, karena tambang ilegal tersebar di seluruh Indonesia yang melibatkan para warga sekitar.

Bukti Abainya Negara


Berulangnya kasus longsor di tambang ilegal menunjukkan bentuk kelalaian negara dalam mengatur pengelolaan tambang. Juga ketidakmampuan dalam menyelesaikan permasalahan tambang yang saat ini banyak terjadi.

Berkaitan dengan fakta tambang hari ini, tambang yang jumlahnya sedikit dan terbatas maka individu boleh untuk langsung mengelola sendiri. Tetapi jika jumlahnya tidak terbatas dan banyak, maka yang mengelolanya harus negara.

Kapitalisme Menguasai Tambang


Tambang yang jumlahnya banyak dan tidak terbatas terbukti tidak sepenuhnya dikelola oleh negara, tetapi dikelola juga oleh swasta atau pihak asing. Mereka diatur dan dilindungi dalam perundang-undangan.

Dalam UU No.3 Tahun 2020 misalnya, memberi peluang pada swasta untuk mengelola tambang. Sedangkan pemerintah hanya mengatur area, eksplorasi, dan investasi. Pemerintah saat ini terlalu memberi peluang yang memudahkan swasta untuk mengatur dan mengelola pertambangan di Indonesia, seakan-akan pertambangan yang ada di Indonesia menjadi hak milik penuh swasta.

Dengan adanya perizinan ini memunculkan masalah, karena tidak sedikit dari pihak swasta melakukan suap menyuap agar perizinan terus berjalan lancar. Alhasil, swasta bisa mengembangkan investasinya dengan hak mengelola tambang dan mengambil keuntungan besar dari tambang Indonesia.

Rakyat pun hanya bisa gigit jari menyaksikan kekayaan tambangnya dikelola swasta atau pihak asing, rakyat tidak bisa punya andil besar. Sebagian rakyat hanya bisa menjadi pekerja dengan gaji kecil.

Rakyat merana dengan ketidakberdayaan untuk bisa menikmati sumber daya alam. Padahal jelas seluruh rakyat Indonesia seharusnya bisa sejahtera dan makmur, tanpa menjadi buruh di rumahnya sendiri.

Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya saja, rakyat harus membanting tulang tiada henti. Sebab tidak ada jaminan kehidupan yang layak saat ini. Apa pun dikomersialisasi mulai dari pendidikan, kesehatan, transportasi, dan yang lainnya. Ditambah dengan berbagai pajak yang mencekik rakyat.

Inilah gambaran yang terjadi pada sistem ekonomi kapitalis. Tolok ukurnya adalah siapa yang berkuasa serta yang memiliki modal besar, maka berhak untuk bisa mengelola tambang.

Negara pun tidak mampu mengatur antara hak kepemilikan individu, kepemilikan negara, dan umum. Negara juga tidak melakukan pengelolaan secara maksimal untuk kepentingan rakyat, tetapi malah melakukan kepentingan untuk segolongan, kelompok, dan swasta.

Pandangan Islam


Dalam Islam jelas berbeda. Pengelolaan tambang itu harus dikelola oleh negara dan hasilnya untuk kepentingan seluruh rakyat.

Negara tidak boleh memberikan perizinan pada pihak asing atau swasta untuk memiliki dan mengeksploitasi tambang. Negara Islam akan menerapkan sistem ekonomi menurut syariat Islam, tanpa ada suap menyuap. Maka, rakyat akan menikmati sumber daya alam yang mampu menyejahterakan dan memakmurkannya.

Pertambangan termasuk harta milik umum, yang ditetapkan kepemilikannya oleh Asy-Syari (Allah Swt.) bagi kaum muslim. Individu boleh mengambil manfaat dari harta tersebut, tetapi dilarang untuk memilikinya secara pribadi. Contohnya emas, BBM, dan sebagainya.

"Kaum muslim berserikat dalam tiga hal yaitu, padang rumput (hutan), air, dan api (energi). (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Harta milik umum tidak terbatas pada air, padang rumput, dan api, tetapi meliputi segala sesuatu yang bersifat fasilitas umum, maka tidak boleh dimiliki individu ataupun swasta.

Negara pun akan menyiapkan para pekerja yang ahli dalam bidangnya, serta memberi gaji yang layak pada pekerja sesuai dengan manfaat dalam pekerjaannya. Setiap skill yang diperoleh akan terus ditransfer pada yang lain, sehingga melahirkan sumber daya manusia yang berkompeten.

Khatimah


Pengelolaan tambang dengan ekonomi Islam akan sangat menguntungkan rakyatnya. Semua itu hanya bisa diwujudkan dalam pemerintahan Islam yang sempurna. Jika masih menggunakan sistem ekonomi kapitalis liberal, kemungkinan permasalahan tambang yang semisal akan terus terjadi.

Umat harus menyadari bahwa pemerintahan Islam sangat dibutuhkan saat ini. Hal itu menjadi satu-satunya solusi untuk keluar dari sistem kapitalis yang menyengsarakan rakyat. Saatnya kita senantiasa mengkaji Islam secara kafah dan menyebarkannya di tengah umat. Dengan begitu, umat sendiri yang akan meminta ditegakkannya pemerintahan Islam. Wallahualam bissawab. [SJ/MKC]