Fenomena FOMO, Tren Merusak Pemuda Remaja
OpiniCara pandang masyarakat yang bebas tidak mau terikat dengan agama
hedonis dengan hidup bermewah-mewahan dan konsumtif
______________________________
Penulis Liza Khairina
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Gejala sosial karena pengaruh internet dan media sosial telah menjadikan seseorang mau tahu apa saja, mau mencoba apa saja.
Hal ini membuatnya ingin mendapatkan pengalaman yang dimiliki orang lain. Dunia sosial memperkenalkan dengan istilah gejala FOMO, yang mana akhir-akhir ini menjangkiti kawula muda dan dewasa muda.
Fenomena FOMO
Menurut pengamat sosial Devie Rahmawati FOMO atau Fear Of Missing Out dapat menyebabkan dampak buruk, karena untuk mengejar perhatian bisa menggunakan segala cara.
Bahkan sekalipun menggadaikan harga dirinya, keluarganya dan bangsanya untuk mendapatkan hal yang sedang tren. (Lifestyle.kompas.com, 21 September 2024)
Istilah-istilah gaya hidup terus bermunculan seiring perkembangan tingkah laku manusia. Juga berkembangnya teknologi yang semakin canggih menjadikan semua orang terkondisikan dalam lingkarannya.
Tentu saja akar persoalannya adalah sistem yang sedang diterapkan di tengah-tengah umat saat ini. Pengaruh sistem sedemikian kuat dan mampu mengubah cara pandang manusia dalam bersosial. Termasuk gejala FOMO yang hari ini telah menjadi tren dan keresahan semua kalangan. Gaya hidup meniru tanpa batasan.
Salah Satu Tren Buah Kapitalisme
FOMO yang sedang menjangkiti generasi digital akhir-akhir ini adalah buah dari penerapan sistem kapitalis yang basisnya adalah sekuler, memisahkan agama dari kehidupan.
Cara pandang masyarakat yang bebas tidak mau terikat agama, hedonis dengan hidup bermewah-mewahan dan konsumtif membeli barang tapi tidak terpakai menjadikan haluan hidup sebatas kesenangan duniawi yang sesaat.
Akibatnya, terjadi polarisasi masyarakat bermasalah secara psikis dan candu populis.
Dari kehidupan yang hanya untuk senang-senang saja pastinya yang paling terdampak adalah para pemuda. Pemuda yang terlahir dalam lingkungan kapitalisme mudah terikut arus dan pada akhirnya terbentuk sebagai generasi lost prestasi, pembebek dan jauh dari berpikir kreatif, inovatif apalagi solutif.
Sebab tontonan niragama menjadi konsumsi dan lifestyle. Padahal gerak maju dan mundurnya suatu bangsa ini bergantung generasinya. Generasi yang tumbuh ke arah baik dan cerdas memimpin di masa depan.
Namun sayang, dalam sistem kapitalis demokrasi ini generasi baik hanya menjadi mimpi belaka, sebab tidak adanya support ruang dan perlindungan sistem yang memungkinkan lahir dan tumbuhnya generasi beradab dengan visi akhirat.
Islam sebagai Penguat Karakter Generasi
Berbeda dengan sistem Islam yang memiliki sistem kekebalan disorientasi. Islam dengan karakter fitrahnya memandang generasi sebagai kekuatan untuk sebuah perubahan dan kebangkitan. Itulah kenapa membentuk pola pikir generasi dengan konsep yang benar adalah hal utama agar tidak salah dalam bersikap.
Pola pikir di sini tentunya adalah pola pikir yang berdasarkan iman dan takwa bervisi amal di dunia untuk kebahagiaan di akhirat. Sistem Islam membatasi gaya hidup dengan standar halal haram.
Pertimbangan maksiat taat dalam berpikir dan bersikap adalah upaya membentengi generasi agar tidak terjerumus dalam kerusakan dan kemunduran.
Karenanya, penting mengembalikan potensi generasi sesuai tujuan penciptaannya. Yaitu dilahirkan ke bumi hanya untuk beribadah.
Aktivitas amaliyah di dunia yang berangkat dari kesadaran hubungannya dengan Allah Swt.. Sebab segala hal yang dilakukan di dunia akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Pemilik alam semesta.
Pemuda hari ini dengan semangat kiprah keumatannya, kelak ketika dewasa siap menjaga dan melanjutkan cita-cita luhur para pendahulunya.
Dengan predikat umat terbaik, mereka akan mampu mengambil alih kepemimpinan yang menjadi miliknya, di bawah bendera Al-liwa dan Ar-rayah. Rasulullah saw. bersabda:
يَعْجَبُ رَبُّكَ مِنْ شَابٍّ لَيْسَتْ لَهُ صَبْوَةٌ
"Rabb-Mu kagum dengan pemuda yang tidak memiliki shobwah (kecenderungan menyimpang dari kebenaran)." (HR. Ahmad)
Para pemuda dari generasi terbaik telah meninggalkan jejak sejarah keemasannya dengan berdiri sebagai sosok berdikari dan beramar makruf nahi mungkar.
Lantang menyuarakan kebenaran dengan berpijak pada Al-Qur'an dan hadis. Menyambut janji Allah Swt. dan kabar gembira Rasul saw. dengan berlomba dalam kebaikan melalui karya-karya yang mengagumkan.
Sebutlah sahabat Nabi saw. dari kalangan pemuda seperti Mush'ab bin Umair, Sa'ad bin Abi Waqqas, Zaid bin Tsabit, Zubair bin Awwam. Juga para pemuda di masa Islam setelahnya. Ada Shalahuddin Al Ayyubi, Muhammad Al Fatih, Abdurrahman Ad Dakhil yang memimpin di usia muda.
Para pemuda polimath yang pada zamannya adalah pemuda Ahlul Qur'an kemudian terbina sebagai penemu-penemu saintek yang karyanya diakui dunia dan hari ini dinikmati oleh semua lapisan masyarakat dunia.
Ada Al-Khawarizmi penemu angka 0-9, Ibnu Firnas, Ibnu Sina bapak kedokteran yang karyanya menjadi rujukan dunia kesehatan. Dan lain-lainnya dari para muslim muda yang dunia mengenalnya sebagai agen perubahan dan kebangkitan besar.
Pada usianya yang masih belia, mereka terus menempa diri dengan belajar dan berlatih, tidak larut dalam kesenangan duniawi dan hura-hura. Alhasil, tumbuh berjiwa besar dan memimpin umat dengan bakat yang berbeda tapi dalam satu irama meninggikan kalimat Lailahaillallah Muhammadur Rasulullah.
Tentu semua itu sebab akidah Islam yang menancap di dada-dada mereka. Juga support sistem yang menaruh perhatian besar pada pemuda. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]