Alt Title

Fight for Freedom

Fight for Freedom




Kebebasan dalam Islam adalah kebebasan untuk melakukan segala sesuatu dalam kehidupannya

tetapi dilakukan dalam koridor syariat Islam

______________________________


Penulis Arda Sya'roni

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - “We're calling for freedom, fighting for freedom. We know You won't let us fall. We know You're here with us.” Demikian penggalan kalimat dalam lirik lagu Freedom oleh Maher Zein.

 

Penggalan lirik ini bila diterjemahkan adalah "Kami memanggil untuk kebebasan, berjuang untuk kebebasan. Kami tahu Kau takkan membiarkan kami jatuh. Kami tahu Kau ada bersama kami." Lagu ini untuk memberikan dukungan bagi penduduk Gaza dalam perjuangannya meraih kemerdekaan. (Tribunhealth.com, 9-11-2023)



Tetapi kalimat ini bisa ditujukan bagi seluruh kaum muslim di segala penjuru dunia terkait kebebasan dan kemerdekaan. Lalu, kemerdekaan macam apa yang perlu diperjuangkan? Bukankah sebagian besar negara di dunia telah meraih kemerdekaan?

 

Kemerdekaan mungkin telah digenggam oleh hampir semua negara, termasuk negara kita. Tetapi faktanya, kemerdekaan itu tidak benar-benar kita rasakan. Tanpa kita sadari, sesungguhnya kita masih terbelenggu oleh penjajahan. Meski, penjajahan yang kita hadapi saat ini bukan secara fisik seperti yang terjadi di Gaza, tetapi penjajahan secara halus berupa pemikiran melalui tsaqafah asing.



Bila dulu tsaqafah asing masuk lewat gold, glory, dan gospel yang diemban oleh kaum penjajah saat menduduki negara kita. Kini, tsaqafah tersebut disebarkan melalui food, fun, and fashion yang menyasar di kalangan pemuda.


Kapitalisme, Sekularisme, dan Liberalisme


Kebebasan yang diasumsikan oleh kapitalisme adalah kebebasan seutuhnya diatur oleh manusia. Di mana boleh melakukan apa pun sesuka hati tanpa adanya campur tangan dari Sang Pencipta atau biasa disebut sebagai liberalisme. Sedangkan kapitalisme menyandarkan segala sesuatu pada manfaat atau keuntungan semata.



Selama sesuatu itu menguntungkan bagi dirinya akan diambil, tak peduli bila sesuatu itu menyebabkan masalah atau kerugian bagi orang lain. Sebaliknya bila sesuatu itu memberatkan dirinya pasti akan disingkirkan. Kapitalisme juga mengacu pada keuntungan, wajar bila semua urusan dinilai dengan uang. Hukum pun bisa dibeli dengan uang.



Sesuai dengan prinsip kapitalisme yang menyandarkan segala sesuatu pada asas manfaat dan uang. Penerapan sistem ini akan menjauhkan kita dari agama. Karena agama diberi ruang pada ibadah ritual saja, tidak untuk diterapkan dalam kehidupan apalagi bernegara.

 

Negara yang berkuasa tidak berdasarkan aturan Sang Pencipta, melainkan bersandar pada aturan buatan manusia. Aturan yang diterapkan merupakan pesanan dari para pemilik modal atau para kapital guna memuluskan langkah mencengkeram kekayaan negara.

 

Kapitalisme, sekularisme, dan liberalisme dikemas dengan demikian cantik seolah merupakan solusi yang berbuah kebahagiaan, sehingga umat tertipu dan masuk ke dalam perangkap. Tak sadar bahwa akidah dipertaruhkan. Bagai serigala berbulu domba, hadir dengan tutur kata dan senyuman manis, meski akhirnya memangsa umat secara perlahan.

 

Atas nama hak asasi manusia, segala maksiat dilegalkan. Perlahan langkah umat memasuki jurang nestapa. Judol, pinjol, perilaku kaum nabi Luth, pergaulan bebas, miras, narkoba, begal, tawuran, dan masih banyak lagi kasus lainnya yang dianggap wajar di zaman sekarang karena dianggap tren.

 

Dengan dalih HAM, hal-hal tersebut tak lagi dianggap maksiat yang dapat menyebabkan murka Allah. Padahal, jelas hal ini bertentangan dengan Islam dan membawa mudarat yang luar biasa. Inilah bentuk kebebasan yang diusung oleh kapitalisme, sekularisme, dan liberalisme di mana kebebasan ini akhirnya tidak mewujudkan kebahagiaan, melainkan kerusakan di setiap lini kehidupan.

Islam sebagai Ideologi


Kebebasan dalam Islam adalah kebebasan untuk melakukan segala sesuatu dalam kehidupannya, tetapi dilakukan dalam koridor syariat Islam. Kebebasan yang diusung dalam Islam tetap memiliki batasan karena yang dicari hanya rida Allah semata. Dengan keputusan benar dan menilai suatu perbuatan manusia hanya Allah.



Hal ini dapat dilihat pada QS. Yusuf ayat 40, ”Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

 

Islam bukan hanya sebuah agama yang mengatur ibadah ritual saja, melainkan sebagai sebuah ideologi dengan menggunakan aturan Allah sebagai dasar hukum di setiap lini kehidupan. Hukum yang diterapkan adalah hukum syarak, sehingga dapat dipastikan akan adil dan tidak menzalimi siapa pun. Aturan Allah juga yang paling tepat dalam mengatur kehidupan manusia, karena Allah sebagai Pencipta tentu paling tahu yang terbaik dan tepat bagi kelangsungan hidup manusia.

 

Bukti-bukti keberhasilan Islam sebagai ideologi dapat kita tengok sejarah pada masa kekhilafahan yang berlangsung selama 13 abad. Pada masa kejayaan Islam tersebut angka kriminalitas sangat minim, umat juga merasakan kedamaian dan kemakmuran. Ilmuwan dan tokoh muslim banyak lahir di masa itu. Sangat berbeda dengan kondisi saat ini di mana pintu kemaksiatan dibuka lebar dan semakin tak terbendung.

 

Tidakkah kita merindukan kejayaan itu kembali? Sudah saatnya bagi kita untuk berjuang meraih kemerdekaan sejati, yaitu terlepas dari belenggu hawa nafsu yang mengekang dan untuk mengembalikan kehidupan Islam kembali berjaya. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]