Alt Title

Harga Beras Melambung, Petani Untung atau Buntung?

Harga Beras Melambung, Petani Untung atau Buntung?

 



Adanya mafia yang melakukan penimbunan beras dan memainkan harga

akhirnya menyulitkan petani dalam mematok harga

______________________________

 

Penulis Ummu Ahsan

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kenaikan harga beras nyaris merata di seluruh wilayah Indonesia, sehingga membuat sebagian warga terpaksa mengurangi pembelian beras dari bulanan menjadi harian. 

Banyak yang mengeluhkan bahkan beralih mengonsumsi sorgum dan singkong. Padahal, Indonesia terkenal mempunyai tanah yang subur. Cocok ditanami padi, sayur mayur, dan buah-buahan. Mengapa harga beras jadi melambung tinggi, bagaimana peran negara dalam hal ini?

Bagaikan tikus mati di lumbung padi. Seharusnya kenaikan harga beras tidaklah terjadi, melihat Indonesia adalah salah satu negara penghasil beras terbesar di dunia yang menduduki peringkat keempat, Cina di peringkat pertama, India peringkat kedua, Bangladesh peringkat ketiga.

Namun, melihat data Bank Dunia yang menyebutkan harga beras di Indonesia 20 persen lebih mahal dibandingkan harga beras di pasar global, bahkan paling mahal di kawasan ASEAN. Sayangnya, pendapatan petani lokal tidak sebanding dengan melonjaknya harga beras.

Hasil Survei Pertanian Terpadu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pendapatan rata-rata petani kecil di Indonesia kurang dari 1 dolar AS atau sekitar Rp15.199 per hari. (Kompas.com, 23-09-2024)

Pada Agustus 2024, rata-rata harga beras kualitas premium di penggilingan sebesar Rp15.084 per kg. (bps.go.id, 02/09/2024)
 

Faktor Penyebab

 
Penyebab harga beras tinggi bisa di lihat dari beberapa faktor di antaranya: Produksinya tinggi, mahalnya benih, tingginya harga pupuk plus ketersediaannya terbatas, dan insektisida.

Meskipun pemerintah telah membuat program subsidi pupuk bagi para petani, namun tidak signifikan, tidak merata, dan tidak menjadi solusi yang terbaik. Petani masih susah dalam mendapatkan sarana dan prasarana.

Ada syarat dan pembatasan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. Syarat pertama, harus ikut kelompok tani yang terdaftar di Sistem Informasi Manajemen Penyuluh Pertanian (Simluhtan). Kedua, wajib menggarap tanah maksimal dua hektare. Ketiga, memiliki kartu tani. Keempat, menanam komoditas tertentu saja seperti padi, jagung, kedelai, kakao, dan bawang.

Program subsidi tujuannya menolong, tetapi dengan mekanisme yang ribet serta penuh dengan syarat, hanya akan menambah kesulitan para petani.

Rezim Pro Oligarki


Kesulitan para petani ini dipergunakan oleh beberapa elite dari mafia beras karena di sektor pertanian sudah dikuasai oleh para oligarki/mafia beras. Alhasil, distribusi beras menjadi panjang sampai ke konsumen.

Dalam sistem sekuler kapitalis yang diterapkan saat ini, adanya mafia di beberapa sektor distribusi sudah menjadi hal yang lumrah. Karena sistem saat ini memang mengagungkan kebebasan individu dalam hal kepemilikan, berbisnis, serta mengakomodir sifat kerakusan manusia.

Adanya mafia beras yang melakukan penimbunan dan memainkan harga, akhirnya menyulitkan petani dalam mematok harga dan menyusahkan konsumen dengan harga yang telah dipatok oleh para mafia beras.

Negara Lepas Tanggung Jawab


Sementara peran negara dalam memberikan bantuan kepada petani tidak totalitas. Petani diharuskan mandiri apalagi dari sisi modal. Negara juga melakukan impor beras, sehingga stok beras pun terbatas yang bisa memicu terjadinya kenaikan harga.

Begitu pun dengan sistem pengelolaan kehidupan dari konsep neoliberalisme telah meminimalkan peran negara dan memberikan peran besar kepada swasta. Situasi ini berpeluang untuk negara membuka keran impor yang akan menguntungkan oligarki dan alih-alih petani menjadi untung, yang ada petani dapat buntung.

Masalah kenaikan harga beras adalah buah dari penerapan kapitalisme. Negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator, serta lebih berpihak kepada oligarki.

Pandangan Islam


Dalam pandangan Islam, negara yang memiliki tugas mengurus urusan umat. Maka negara akan menyediakan lahan untuk ketahanan pangan, terkhusus beras kepada rakyat yang mampu mengelola di bidang pertanian. Menjamin penyediaan pupuk dengan harga yang normal, sehingga bisa dijangkau oleh para petani. Memudahkan alat-alat yang mendukung untuk pertanian, serta penyediaan bibit unggul, dan meningkatkan kemampuan para petani.

Dalilnya adalah, "Siapa saja yang telah mengelola sebidang tanah yang bukan menjadi hak orang lain, maka ialah yang lebih berhak atas tanah itu.” (HR. Bukhari)

Syariat Islam membolehkan dan negara memberikan hak sepenuhnya mengelola tanah yang diabaikan oleh pemiliknya selama tiga tahun berturut-turut. Mengapa? Karena, kedaulatan pangan dan ketahanannya salah satu dari basis pertahanan negara plus untuk menyejahterakan rakyat. Kedaulatan pangan bisa tercapai jika menjalankan tiga kebijakan sektor pertanian yaitu produksi, industri, dan perdagangan.

Negara akan bersungguh-sungguh untuk mewujudkan ketahanan pangan sesuai dengan konsep ekonomi Islam dengan didukung oleh sistem politik dan pemerintahan dalam penerapan Islam kafah. Penerapan Islam secara kafah bisa terwujud jika ada kesadaran pada umat untuk mengganti sistem sekuler tersebut yang menjadi akar dari problematik hidup umat. Mewujudkan kesadaran umat, dibutuhkan peran amar makruf nahi mungkar dari individu, kelompok masyarakat, dan negara yang konsisten dalam menjalankannya.

Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an surah Ali-Imran ayat 104 yang berbunyi: "Dan hendaklah ada di antara kamu satu golongan yang mengajak pada kebaikan dan mencegah dari kejahatan dan mereka itulah yang mendapat keberuntungan."

Wallahualam bissawab. [SM/MKC]