Alt Title

Kala Anggaran, Tidak untuk Pendidikan

Kala Anggaran, Tidak untuk Pendidikan




Maka sudah jelas, anggaran yang ada pun hanya akan diambil

dan dimanfaatkan oleh segelintir oligarki

______________________________


Penulis Siti Nurtinda Tasrif

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Kampus


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pendidikan adalah salah satu bagian terpenting bagi sebuah negara. Mengingat perkembangan serta kemajuan suatu negara akan diperoleh melalui pendidikan. Maka wajar jika seluruh negara di dunia berlomba-lomba untuk mendirikan serta membangun pendidikan yang berkualitas, bukan hanya taraf nasional tetapi sampai taraf internasional.


Di samping itu, pendidikan merupakan wadah terlahirnya generasi yang berakhlak mulia serta berbudi pekerti. Lahirnya generasi yang akan memimpin arah angin untuk tertiup dengan luas dan indahnya. Pendidikan dapat menjadi penjamin bagi lahirnya negara-negara yang berkembang, maju bahkan taraf adidaya.

Pendidikan tidak dapat dihilangkan, baik eksistensi juga potensinya dalam sebuah kehidupan. Mengingat perannya yang dapat dengan mudah mencetak orang-orang yang hebat bahkan menjadi para ilmuwan yang akan mengembangkan negara. Menjadikan negara memiliki kehormatan di hadapan negara lain, serta tidak diremehkan keberadaannya. Semua hal ini hanya bisa diraih melalui pendidikan.

Minimnya Perhatian Pemerintah pada Pendidikan


Untuk dapat maksimal memberikan pendidikan, maka menjadi sebuah hal yang penting untuk negara memberikan sejumlah fasilitas, baik prasekolah maupun sekolah itu sendiri. Namun pada faktanya tidak demikian. Mengingat masih ada wilayah yang bersekolah, namun tanpa adanya gedung sama sekali. Hal ini terjadi di Indonesia, tepatnya di bagian tengah Kota Bandung.

Sebagaimana yang penulis kutip dari media Rejabar.co.id (01-10-2024) bahwasanya, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung mengungkapkan penyebab SMPN 60 yang berdiri tahun 2018 lalu masih menumpang pada bangunan SDN Ciburuy. Hal itu disebabkan SMPN 60 belum memiliki gedung sendiri hingga saat ini.

Bahkan Plt Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Tantan Santana mengatakan, banyaknya siswa yang masuk, mengakibatkan adanya kelas bergerak yang di antaranya belajar di luar ruangan secara bergiliran.

Hal ini sungguh menyedihkan, bagaimana tidak? Harusnya negara memberikan perhatian yang ekstra bagi kebutuhan masyarakat, ini yang terjadi malah sebaliknya. Nyata-nyata pengabaian negara demokrasi terhadap kebutuhan rakyat.

Tidak hanya belum memiliki gedung, kebutuhan akan kelas juga bertambah seiring pertambahan murid. Akibatnya proses pembelajaran dilakukan di luar kelas dan hal tersebut sudah tentu tidak akan efektif. Pemerintah harusnya sadar dan memahami betapa pentingnya hal ini. Jadi, tidak akan ada berita pendidikan yang miris seperti yang terjadi pada sejumlah SMP.

Masalah ini bukan berarti tidak diatasi oleh negara Indonesia yang bersistemkan demokrasi ini. Akan tetapi, anggaran yang diberikan tidak memadai bahkan juga tidak tepat sasaran. Indonesia juga tidak akan mengabaikan pendidikan, karena pendidikan adalah kunci mencapai tujuan Indonesia emas 2045 mendatang. Namun harus disadari, demokrasi tidak layak untuk dijadikan sebagai sistem pemerintahan.

Buktinya, sejak awal penerapan demokrasi sebagai sistem pemerintahan, kemudian berganti-gantinya pemangku jabatan, pendidikan di Indonesia semakin terpuruk. Tidak ada yang namanya sejahtera. Bahkan bisa dikatakan sejahtera itu tidak nyata jika disandarkan pada sistem demokrasi. Di samping itu, persoalan hidup umat kian rumit dengan adanya para pejabat yang menggunakan anggaran pembangunan, pendidikan hanya untuk kepentingan pribadi.

Bahkan jika dilihat dari sisi asal daripada demokrasi ini, dapat diketahui bahwa demokrasi adalah sistem yang berasal dari aturan yang dibuat atas dasar kejeniusan akal manusia yang dibentuk hanya untuk menjadi alat kepentingan para oligarki kapitalisme.

Demokrasi meletakkan kedaulatan berada di tangan manusia, sehingga apa pun kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan tentu saja berdasarkan pemikiran manusia. Sedangkan harus dipahami bahwa apa yang dikeluarkan oleh manusia, apalagi tanpa ada landasan yang benar sangat mustahil untuk dapat menjadi sebuah solusi yang tepat untuk menyelesaikan persoalan kehidupan.

Ditambah lagi, demokrasi yang memiliki sistem ekonomi yaitu kapitalisme yang hanya berorientasi kepada materi, keuntungan, dan manfaat semata. Bahkan jika itu dikatakan sebagai suatu manfaat,  manfaat ini tidak dikembalikan untuk kesejahteraan umat, melainkan untuk memperkaya para elite korporasi yang ada di dalam gurita demokrasi.

Maka sudah jelas, anggaran yang ada pun hanya akan diambil dan dimanfaatkan oleh segelintir oligarki yang hanya mencari materi. Karena dalam sistem ini, orientasi kebahagiaannya adalah mendapatkan materi sebanyak-banyaknya. Juga berdiri di atas standar untung dan rugi.
 

Alhasil, anggaran tersebut tidak pernah sampai ke bawah-bawahnya. Meski sampai, yang diterima juga sedikit. Maka dengan merebaknya problem pendidikan yang terjadi saat ini, masihkah berharap pada demokrasi yang jelas-jelas rusak dari akar-akarnya ini? Sedangkan sudah puluhan tahun Indonesia merdeka dengan kedaulatan berada di tangan rakyat, namun ternyata tidak menuai hasil yang bahkan bahkan kesejahteraan adalah suatu yang mahal dalam sistem ini.

Sistem Pendidikan dalam Islam


Sebenarnya, pihak yang paling bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pendidikan baik bangunannya ataupun kebutuhan yang lainnya adalah negara. Negaralah yang bertanggung jawab terhadap seluruh kebutuhan umat, termasuk kebutuhan akan kesejahteraan pendidikan. Berbagai macam pengadaan untuk pendidikan haruslah setara dan adil. Termasuk pemerataan anggaran untuk pembangunan yang dialokasikan kepada seluruh wilayahnya.

Tentu saja, tanggung jawab seperti ini hanya bisa dilakukan oleh negara yang menerapkan sistem Islam dengan kedaulatan berada di tangan Syara'. Karena negara berfungsi sebagai raa'in (pengurus) seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:

“Sesungguhnya imam/khalifah adalah perisai, orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah 'Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya, ia harus bertanggung jawab atasnya." (HR. Muslim)

Bukan seperti negara demokrasi yang nyata-nyata abai terhadap kebutuhan umat. Bahkan tegaknya demokrasi hanya untuk segelintir elite yang berkuasa dan menjadikan rakyat sebagai budak harta pribadi.

Semua itu tentu berbeda dengan sistem pendidikan dalam negara Islam yang memberikan kesejahteraan pendidikan bagi seluruh rakyatnya. Pemerintah dalam negara Islam akan amanah dan mengontrol setiap anggaran dengan ketat, sehingga tidak akan terjadi pelanggaran apalagi korupsi. Seluruh anggaran akan dialokasikan secara menyeluruh dan tidak ada ruang untuk pelaku kecurangan.

Hendaklah umat menyadari bahwa hanya melalui Islam, kehidupan akan sejahtera, kemuliaan akan dijaga, dan keburukan akan diperangi secara totalitas. Oleh sebab itu, persatuan umat Islam harus hadir untuk menyuarakan penegakkan kembali aturan Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]