Pembangunan Masjid Berbiaya Fantastis, Apa Urgensinya?
Opini
Seharusnya keberadaan masjid menjadi pusat aktivitas keagamaan umat dengan berbagai program yang bisa meningkatkan ibadah dan amal salih termasuk mendiskusikan persoalan umat hari ini
_________________
Penulis Oom Rohmawati
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Member AMK
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil) Provinsi Jabar, Ajam Mustajam, berembuk soal wacana pembangunan Masjid Besar Cileunyi bersama sejumlah tokoh masyarakat dan ratusan jamaah. Bertepatan dengan acara kunjungan silaturahmi Bupati Bandung, Dadang Supriatna, di Masjid Al-Mukhlisin Kompleks Griya Bukit Manglayang RW 21 (GBM), Desa Cinunuk, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. (KejakimpolNews.com, 17/9/2024)
Pembangunan Masjid Besar (Mabes) ini sudah dua tahun diwacanakan. Karena, terkendala biaya hingga Rp20 miliar, pembangunan belum terealisasikan. Sementara, dana yang masuk baru terkumpul Rp1 miliar, itu pun hasil dari donasi dan sumbangan sejumlah donator.
Sulitnya menghimpun dana, akhirnya panitia pembangunan Mabes Cileunyi membidik lahan milik Pemprov Jabar di Jalan Raya Cinunuk, tepatnya di Kampung Pandanwangi RT04/RW14, Desa Cinunuk, Kecamatan Cileunyi. (KejakimpolNews.com, 10/9/2024)
Tujuan dibangunnya masjid besar di Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung agar masyarakat secara luas bisa melaksanakan kegiatan keagamaan dengan nyaman. Sehingga akan tercipta masyarakat yang berakhlakul karimah. Selain itu, pembangunan Mabes Cileunyi bentuk realisasi dari salah satu program atau visi dan misi Bupati Dadang Supriatna yaitu Bangkit, Edukatif, Dinamis, Agamis dan Sejahtera (BEDAS)
Meski, tujuan dari pembangunan masjid untuk hal positif. Faktanya, masjid besar tak luput dari ajang menampakkan prestasi pejabat tertentu. Tak jarang jadi sarana wisata untuk menggenjot pendapatan daerah. Jadi, tak murni dibangun untuk syiar Islam dengan kajian intensif dan komprehensif demi membangkitkan pemikiran umat.
Kadang banyak masyarakat yang mengunjungi masjid sekedar penasaran melihat kemegahannya, atau untuk foto-foto bukan mengkhusukan ibadah. Tak heran, banyak masjid megah dan indah tapi jamaah salat tidak pernah penuh. Begitupun dengan kegiatan dakwah dan kajian Islamnya hanya ramai di momen tertentu saja misalnya hari besar Islam atau tablig akbar.
Seharusnya keberadaan masjid menjadi pusat aktivitas keagamaan umat dengan berbagai program yang bisa meningkatkan ibadah dan amal salih termasuk mendiskusikan persoalan umat hari ini. Namun, dalam negeri yang diterapkan sistem kapitalis sekuler, bangunan tempat ibadah megah tapi umatnya jauh dari pemahaman Islam yang menyeluruh.
Berbeda jauh dengan pada masa Nabi saw., di mana masjid mempunyai makna yang sangat mendalam. Yaitu, sebagai simbol dari komitmen untuk membangun ikatan dan komunikasi spiritual dengan Allah Swt., dan menjadi pusat berbagai aktifitas umat Islam.
Pembangunan Masjid di Masa Islam
Pada masa Rasulullah pembangunan masjid mempunyai dua tujuan. Yaitu, sebagai tempat dakwah dan madrasah untuk mengajarkan ilmu yang telah diperoleh dari Allah Swt. berupa wahyu. Berarti, masjid berfungsi sebagai sarana menuntut ilmu bagi kaum muslimin untuk memperoleh berbagai tsaqafah. Termasuk di dalamnya membahas urusan politik dan pemerintahan. Inilah yang dilakukan Rasulullah saw., saat hijrah ke Madinah dan menjadi pusat peradaban Islam pertama kali.
Begitu pula di era kekhalifahan. Masjid selain untuk menjalankan kewajiban agama secara teratur dan khusuk bisa sebagai pusat pendidikan dan penyebaran Islam. Kemudian, digunakan sebagai tempat menyelesaikan berbagai persoalan umat, bahkan menjadi pusat pemberdayaan masyarakat.
Beberapa ayat dalam Al-Qur'an menyebutkan bahwa fungsi masjid adalah sebagai tempat yang di dalamnya banyak menyebut nama Allah (tempat berzikir tempat beri'tikaf, salat, juga sebagai pusat pertemuan untuk membicarakan urusan politik dan perjuangan Islam. Seperti dalam QS Al-Baqarah ayat 114:
"Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang melarang di dalam masjid-masjid Allah untuk menyebut nama-Nya dan berusaha merobohkannya? Mereka itu tidak pantas memasukinya kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka mendapat kehinaan di dunia dan di akhirat mendapat azab yang berat." (QS Al-Baqarah: 114)
Demikian urgensinya keberadaan masjid, era para Khalifah tak segan merenovasi masjid agar lebih nyaman melakukan aktivitas ibadah dan interaksi pemimpin negara dengan rakyatnya. Salah satunya masa Utsman bin Affan ra.
Beliau rela menggunakan harta pribadinya untuk memperbaiki dan memperluas masjid tersebut supaya dapat menampung lebih banyak jamaah. Tindakan ini menunjukkan betapa besar kepedulian seorang pemimpin terhadap umatnya, serta ingin memberikan tempat ibadah yang layak bagi mereka.
Selain membangun infrastruktur fisik, Utsman bin Affan berperan dalam membangun infrastruktur sosial yang kuat. Dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dan pusat pembelajaran agama. Sehingga umat Islam dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik tentang agamanya.
Bahkan dari pengembangan ekonominya diperbaiki, dengan mendirikan pasar dan memperluas perdagangan. Tindakan ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan umat muslim, tetapi memperkuat posisi mereka dalam masyarakat.
Inilah pemimpin dalam pemerintahan Islam, yang senantiasa yang meri'ayah rakyatnya, menjalankan tugasnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.: "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpinnya. (Bukhari dan Muslim).
Pemimpin seperti inilah yang dirindukan oleh semua warganya yang tidak hanya menjamin kesejahteraan rakyatnya tapi menjaga akidahnya. Berbeda dengan kepemimpinan saat ini, masyarakat malah dijauhkan dari agama. sehingga kehidupannya penuh dengan kemaksiatan, himpitan ekonomi, dan jauh dari kata sejahtera.
Untuk itu, sudah sepatutnya kita perjuangkan sistem pemerintahan yang memberikan kebaikan bagi seluruh umat manusia yaitu kembali pada sistem Islam. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]