Alt Title

Sekolah Beratap Langit, Ironi Pendidikan di Kota Bandung

Sekolah Beratap Langit, Ironi Pendidikan di Kota Bandung



 

Tidak semestinya pemerintah membiarkan anak-anak belajar di luar kelas

beratap langit, lesehan beralaskan terpal plastik

______________________________

 

Penulis Tinah Asri

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sedih melihat nasib siswa-siswi SMPN 60 Kota Bandung. Pasalnya, sejak berdiri tahun 2018 lalu sampai hari ini sekolah tersebut belum juga memiliki gedung sekolah sendiri.

Untuk kegiatan belajar mengajar terpaksa menumpang ke SDN 192 Ciburuy. Celakanya, sekolah dasar Ciburuy hanya memiliki 7 ruang kelas, sementara SMPN 60 ada 9 rombongan belajar (rombel). Sebagian siswa terpaksa bergantian belajar di luar kelas, kadang di bawah pohon rindang atau di selasar kelas.

Menanggapi hal tersebut Plt Kadisdik Kota Bandung,Tantan Syurya Santana mengatakan, SMPN 60 merupakan sekolah rintisan yang didirikan atas inisiatif Pemkot Bandung. Tujuan pendiriannya untuk menutupi kekurangan sekolah tingkat pertama di beberapa wilayah kecamatan Kota Bandung. Ada sekitar 18 sekolah rintisan yang akan dibangun, 10 di antaranya sudah punya gedung sekolah sendiri. Sedangkan untuk SMPN 60 Bandung rencana pembangunannya akan dimulai tahun 2025 nanti.

"SMPN 60 sudah direncanakan 2025 untuk pembangunan gedung barunya. Lahannya sedang kita cari dan kemarin Alhamdulillah sudah ada lahan milik pemerintah Kota Bandung." Kata Tantan kepada media.(KumparanNews, 02-10-2024)

Pemerintah Tidak Serius Memberikan Layanan Pendidikan


Meski begitu, tidak semestinya pemerintah membiarkan anak-anak belajar di luar kelas, beratap langit, lesehan beralaskan terpal plastik. Tidak terbayang saat turun hujan. Sayangnya ini fakta yang ada di depan mata, bahkan tidak menutup kemungkinan masih banyak sekolah yang memiliki nasib serupa. 

Hal ini menggambarkan ketidakseriusan pemerintah dalam mengurusi urusan rakyat, khususnya dalam sektor pendidikan. Kurang matangnya perhitungan pemerintah Kota Bandung dalam menetapkan kebijakan. Meski ada keridaan dari orang tua siswa, tidak seharusnya pemerintah membiarkan anak-anak belajar dengan fasilitas seadanya.  

Lagi-lagi, ini terjadi akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalis di negeri ini. Kapitalisme adalah sistem kufur yang menganggap segala sesuatu bernilai, jika ada keuntungan materi yang diperoleh, termasuk dalam hal pendidikan.

Negara kapitalis memandang bahwa sektor pendidikan merupakan ladang bisnis yang menggiurkan, sehingga memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para pemilik modal untuk ikut berperan dalam usaha memajukan dunia pendidikan. Maka wajar jika pendirian gedung-gedung sekolah gratis bagi rakyat bukanlah prioritas utama pemerintah.

Pendidikan dalam Pandangan Islam


Berbeda halnya jika negara yang menerapkan sistem Islam secara kafah. Islam memandang bahwa pendidikan merupakan kebutuhan dasar individu masyarakat. Melalui pendidikan, kemajuan peradaban dan keberlangsungan suatu bangsa sangat ditentukan.

Oleh karena itu, khalifah sebagai kepala negara akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pelaksanaan pelayanan pendidikan. Mulai dari penyediaan gedung sekolah, guru, buku-buku, karyawan sekolah, laboratorium, perpustakaan, jaringan internet, hingga asrama jika dibutuhkan.

Dalam pandangan Islam, kedudukan seorang khalifah adalah pemimpin bagi umatnya. Dia bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya, termasuk dalam pelaksanaan pelayanan pendidikan bagi masyarakat.

Inilah konsekuensi keimanan, sebagai pemimpin menyadari betul bahwa ia akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Sebagaimana yang terdapat dalam sebuah hadis, diriwayatkan oleh Imam Ahamad, Al- Bukhari dan juga Muslim. Rasulullah bersabda: " ...Maka pemimpin adalah penggembala, dan dialah yang harus bertanggung jawab terhadap gembalaannya."

Penyediaan sarana pendidikan gratis ini telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. saat  menjadi kepala negara di Madinah. Beliau menjadikan masjid-masjid sebagai pusat pendidikan, mendirikan ruangan-ruangan kecil (kuttaab) tempat belajar bagi anak-anak membaca dan menulis. Tak hanya itu, Rasulullah saw. juga menjadikan sisi utara Masjid Nabawi (Shuffah) sebagai tempat bagi fakir miskin dari kalangan Muhajirin, Anshar, dan para pendatang asing yang ingin belajar dan menghafal Al-Qur'an.

Ibnu Saad menuturkan sebuah riwayat dari 'Amir. Ia mengatakan: "Tebusan bagi tawanan perang badar adalah empat puluh (uqiyah), setara dengan 1.190 gram perak. Dan bagi siapa yang tidak memiliki, maka ia diharuskan mengajarkan sepuluh orang muslim cara menulis. Zaid bin Tsabit adalah satu dari mereka yang diajar."

Tindakan Rasulullah, yakni menyediakan sekolah gratis juga diteruskan oleh para khalifah sesudah beliau. Contoh pada masa pemerintahan Dinasti Bani Umayyah, fungsi masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah, melainkan juga menjadi pusat pendidikan. Salah satunya adalah Masjid Agung Khairoun, Tunisia, yang didirikan pada tahun 53 H atau 993 M oleh panglima penakluk Uqbah bin Nafi. Di dalam masjid terdapat dua sayap yang diperuntukkan bagi wanita dan pria.

Fakta sejarah di atas memberikan gambaran jelas kepada kita, betapa Islam adalah sistem yang sahih, yang memberikan jaminan pendidikan gratis kepada umatnya. Dari sinilah lahir para ulama dan kaum intelektual dunia. Mereka bukan hanya ahli alam bidang tsaqafah Islam, namun juga mahir dalam ilmu pengetahuan yang lain seperti ilmu kedokteran, kimia, astronomi, dan lain-lain.

Namun sayang, semua itu hanya bisa diwujudkan jika negara menerapkan sistem Islam secara kafah. Oleh karena itu sebagai umat muslim, kita harus tetap semangat berjuang demi tegaknya syariat Islam dalam naungan Daulah Islam. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]