Alt Title

Sekolah Tanpa Gedung, di Mana Kepedulian Negara?

Sekolah Tanpa Gedung, di Mana Kepedulian Negara?


 

Masih banyak ditemukan sekolah yang rusak dan kekurangan fasilitas

bahkan ada sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri

______________________________

 

Penulis Titi Raudhatul Jannah

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Di tengah ingar-bingar pembangunan dan modernisasi di kota besar, sebuah fenomena ironis mewarnai dunia pendidikan. Di mana salah satu sekolah negeri di kota Bandung, yang seharusnya menjadi simbol kemajuan dan harapan masa depan, justru terlunta-lunta tanpa memiliki gedung permanen. Sebuah kenyataan pahit yang mencerminkan abainya pemerintah terhadap kebutuhan dasar pendidikan di wilayahnya sendiri.


Dilansir dari metronews.com (28-09-2024), siswa SMP Negeri 60 Bandung terpaksa belajar di luar ruangan karena keterbatasan ruang kelas sejak tahun 2022. Ada dua rombongan belajar (rombel) dari sembilan yang belajar di taman sekolah atau selasar kelas, sementara tujuh rombel lainnya tetap di ruangan kelas. Tenaga pengajar mengatur sif agar semua kelompok belajar dapat belajar di luar kelas. Kegiatan belajar mengajar mulai siang hari, karena pada pagi hari ruang kelas digunakan oleh siswa SD Negeri Ciburuy, tempat SMPN 60 Bandung menumpang sejak berdiri pada 2018.

Humas SMPN 60 Bandung, Rita Nurbaeni menjelaskan bahwa pembelajaran di luar kelas kurang efektif, terutama saat hujan, siswa terpaksa pindah belajarnya ke selasar. Meskipun begitu, pembelajaran tetap berlangsung. Rita juga telah mengajukan permohonan gedung kepada Dinas Pendidikan Kota Bandung, namun hingga kini belum ada kabar mengenai perkembangan permohonan tersebut.

Permasalahan pendidikan memang sangat kompleks, terutama masalah sarana dan prasarana. Sekolah negeri masih banyak yang rusak dan kekurangan fasilitas, dan mereka tidak memiliki gedung sendiri. Data Kemendikbudristek menunjukkan bahwa pada tahun 2022 terdapat 21.983 sekolah dengan kondisi yang rusak dan membutuhkan perbaikan. Salah satu penyebab kerusakan ini adalah kekurangan anggaran pemerintah untuk memperbaharui dan memperbaiki fasilitas sekolah.

Pendidikan Berbasis Kapitalisme


Untuk mengurai permasalahan yang terjadi di dunia pendidikan saat ini, ada satu yang menyebabkan karut marut pendidikan yang tidak kunjung terselesaikan. Semua ini terjadi akibat paradigma kapitalis dalam mengelola sistem pendidikan. Paradigma kapitalis memandang bahwa pendidikan sebagai ladang bisnis.  

Sistem zonasi yang tujuan awalnya untuk pemerataan, justru memperbesar ketimpangan. Ada sekolah negeri populer dengan fasilitas lengkap dan kelebihan kuota siswa. Namun ada juga sekolah negeri yang fasilitasnya buruk dan kekurangan siswa.

Bahkan jika pemerintah sangat serius dalam permasalahan ini, tidak akan ada oposisi biner di fasilitas pendidikan di seluruh sekolah negeri. Jika semua sekolah negeri memiliki fasilitas yang sama-sama memadai, tentunya para orang tua tidak akan pilah-pilih sekolah untuk anak mereka.

Tujuan Pendidikan Kapitalis: Memenuhi Kebutuhan Pasar


Di samping itu, tujuan pendidikan saat ini lebih mengedepankan dalam memenuhi kebutuhan pasar daripada membentuk manusia yang beradab dan unggul. Tentunya mereka yang bersekolah hanya sebatas kebutuhan memperoleh ijazah dan untuk bekerja.

Jika pemerintah benar-benar serius, maka sarana dan prasarana dalam menunjang pendidikan di sekolah seperti fasilitas sekolah, kurikulum, bahan ajar, tenaga pengajar yang profesional haruslah dibangun atas dasar visi pendidikan, bukan sekadar berbasis materi.

Kemudian, dalam pengelolaan pendidikan yang kapitalis ini telah memalingkan perhatian utama pemerintah dalam pendidikan terbaik bagi generasi penerus.

Walaupun anggaran dari pemerintah semakin bertambah, rasanya tidak ada artinya jika pemerintah salah memprioritaskan penggunaan sumber anggaran tersebut.

Penyediaan gedung, sarana dan prasarana di sekolah merupakan tugas bagi negara, di mana negara harus menjamin setiap hak pendidikan untuk generasi sekarang maupun di masa depan.

Negera tentunya harus menjalankan tugasnya agar memastikan bahwa setiap sekolah memiliki fasilitas yang memadai, baik itu sarana dan prasarana. Jika negara dapat menyinkronkan data sekolah dengan lembaga yang bersangkutan, tentunya permasalahan sekolah yang tidak memiliki gedung dapat teratasi dengan cepat dan juga tepat sasaran.

Sekolah adalah tempat pembelajaran bagi generasi penerus negeri ini. Negara haruslah menyediakan segala fasilitas yang memadai di sekolah. Tidak hanya di kota-kota besar saja, namun di pelosok desa sampai ke seluruh penjuru negeri harus terpenuhi dengan baik.

Untuk penunjang layanan pendidikan, baik dari sarana dan prasarana, guru profesional, kesejahteraan guru, maupun kurikulum yang berkualitas, tentunya dalam memenuhinya negara akan membutuhkan anggaran yang begitu besar. Oleh karena itu, di dalam Islam sangat memperhatikan dan memprioritaskan segala aspek yang dibutuhkan di dunia pendidikan agar menciptakan generasi yang berkualitas dan unggul .

Sistem Pendidikan Berbasis Islam


Di dalam Islam, pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat penting dan menjadi perhatian penuh oleh negara. Negara di dalam Islam berperan sebagai raa'in. Rasulullah saw. bersabda: " Imam adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari)

Hadis tersebut menjelaskan bahwa negara berkewajiban mengatur dan menjamin segala aspek kebutuhan rakyatnya dengan baik, termasuk menjamin hak pendidikan bagi warga negara dengan memfasilitasi sarana dan prasarana yang memadai.

Negara di dalam sistem Islam mempunyai big data yang dipergunakan untuk merencanakan pembangunan, termasuk pembangunan institusi sekolah yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Dalam membangun infrastruktur sekolah, negara harus menyediakan sarana dan prasarana yang berkualitas dan memadai, seperti gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, bahan ajar, internet, dan teknologi yang mendukung proses pembelajaran.

Semua jenjang pendidikan harus memperoleh fasilitas yang sama, sehingga peserta didik di setiap daerahnya akan mendapatkan pendidikan dengan kualitas yang sama pula.

Tentunya hal tersebut tidak lepas dari peran negara sebagai pengurus rakyat. Seluruh pembiayaan yang dipergunakan untuk membangun infrastruktur sekolah menjadi tanggung jawab negara, bukan dikembalikan kepada rakyat.  

Sumber dana yang dipergunakan untuk seluruh pembiayaan infrastruktur pendidikan, diambil dari Baitulmal. Meliputi pos fai' dan kharaj, serta pos milkiyah 'ammah (kepemilikan umum).

Jika pembiayaan dalam pembangunan infrastruktur pendidikan tidak mencukupi dari kedua pos tersebut, maka negara tidak wajib memungut biaya kepada rakyatnya. Negara akan melakukan mekanisme berikutnya yang dibolehkan oleh syariat dan bersifat sementara.

Selain itu, di dalam sistem pendidikan Islam, negara akan menyediakan tenaga pengajar profesional yang ahli di bidangnya dan memberikan gaji yang layak bagi mereka.

Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, besaran gaji yang diberikan kepada tenaga pengajar untuk mengajari anak-anak di Madinah, sebesar 15 dinar atau setara dengan 63,75 gram emas.

Jika dikonversikan harga 1 gram emas antam per 5 Oktober 2024 sebesar Rp1.482.000 maka setara dengan Rp94.477.500 per bulan. Gaji inilah yang diberikan oleh Umar bin Khattab dari Baitulmal.

Dengan diterapkannya sistem pendidikan Islam, seluruh peserta didik akan terbebas dari biaya sekolah, tidak memandang kaya atau miskin, muslim atau nonmuslim, semuanya akan mendapatkan fasilitas dan layanan pendidikan yang terbaik dan berkualitas. Begitulah Islam mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]