Alt Title

Tren Nikah di KUA Meningkat, Pertanda Apa?

Tren Nikah di KUA Meningkat, Pertanda Apa?


 


Faktor menurunnya kemampuan ekonomi masyarakat

disinyalir menjadi penyebab meningkatnya tren nikah di KUA

______________________________


Penulis Rosita

Tim Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan yang sah, baik di mata hukum maupun agama. Tujuan mulia dari pernikahan adalah untuk mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah, warrahmah. Namun di era sekuler kapitalis saat ini, tak jarang untuk menyelenggarakan pernikahan membutuhkan biaya yang sangat besar, seperti dana resepsi, gedung dan catering.


Saat ini kondisi perekonomian rakyat kian sulit, negara semakin jauh dari tanggung jawabnya dalam menyejahterakan rakyat, sehingga banyak warga masyarakat yang akhirnya mencukupkan diri menikah di Kantor Urusan Agama (KUA). Alasannya selain praktis, hemat biaya, juga adanya kesadaran bahwa menikah itu yang penting adalah terpenuhinya syarat dan rukun. Bukan kemewahan dalam akad, tempat resepsi dan gedung yang megah.

 

Seperti halnya yang terjadi pada pasangan muda di Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, yakni Seni Yulianti (23) dan Rizayanto (26) mereka memilih untuk melangsungkan akad nikah di KUA, selain praktis juga dapat menghemat budget. Kepala KUA Kecamatan Baleendah Rohmat, S.Ag menyatakan bahwa tren menikah di KUA telah menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun ini.


Rohmat juga mengatakan dengan meningkatnya tren menikah di KUA, ke depannya kami berharap dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dan inovatif. Dengan terus berupaya memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi masyarakat yang akan menikah di KUA dan memastikan bahwa setiap calon mempelai akan merasa senang dan puas atas pelayanan yang diberikannya. (Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat, 12 September 2024)

Ekonomi Semakin Sulit dalam Sistem Kapitalis


Tren menikah di KUA yang semakin banyak dilakukan pasangan yang akan menikah lebih dikarenakan faktor ekonomi. Karena saat ini tidak dimungkiri bahwa kondisi ekonomi dalam kondisi terpuruk. Terbukti dengan banyaknya PHK di mana-mana, pengangguran meningkat, dan daya beli masyarakat kian menurun.

 

Menurunnya taraf kesejahteraan rakyat tidak lain karena diberlakukannya kapitalisme, di mana sistem ini hanya mengutamakan keuntungan bagi para kapitalis, dibandingkan dengan kesejahteraan rakyat. Setiap kebijakan yang diambil negara pun tentu lebih menguntungkan para kapital dari pada rakyat. Bahkan negara lebih memilih membuka keran-keran impor guna mengkoordinir keinginan para pengusaha dan para pejabat dibandingkan dengan meningkatkan produksi lokal.

 

Alhasil, tidak heran jika produk-produk impor membanjiri pasar dalam negeri dengan dalih untuk memenuhi stok dalam negeri atau karena terjadinya gagal panen di wilayah pemasok pangan. Padahal dalih ini bukan karena dua alasan tersebut tapi karena keuntungan impor lebih menjanjikan dibandingkan menyalurkan hasil panen petani ke berbagai wilayah di Indonesia. Alasan lainnya adalah karena adanya pasar bebas yang mengharuskan Indonesia menerima barang-barang dari luar.

 

Inilah potret buruk sistem kapitalis yang diterapkan, di mana negara yang seharusnya memfasilitasi kebutuhan rakyatnya dengan mudah bahkan bisa jadi gratis, malah pro pada keinginan kapital. Alhasil, negara abai dengan urusan kebutuhan rakyatnya, termasuk dalam urusan pernikahan. Hal ini juga menunjukkan kegagalan negara dalam meriayah dan menyejahterakan rakyatnya.

Kebutuhan Masyarakat, Tanggung jawab Negara


Beda halnya dengan sistem Islam. Di mana dalam sistem ini negara bertanggung jawab penuh terhadap kebutuhan dan urusan rakyatnya, termasuk pernikahan. Pernikahan bukan hanya menyatukan dua pribadi yang berbeda, tapi memiliki tujuan untuk melestarikan manusia sebagaimana yang dimaksud syariat. Ini bentuk ketaatan seorang hamba pada Rabb dan Nabi-Nya. Oleh karena itu, bukan hanya individu saja yang harus menyiapkan pernikahan tetapi butuh support sistem dari negara.  

 

Hal ini seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Umar sebagai kepala pemerintahan Islam memahami bahwa kebutuhan masyarakat menjadi tanggung jawabnya, begitu pula perhatian beliau terhadap warganya yang belum menikah. Beliau menetapkan satu kebijakan bagi siapa pun yang tidak kuat membayar mahar, maka negara akan menanggungnya atau memberikan subsidi kepada rakyatnya yang ingin menikah tapi tidak memiliki uang untuk membayar mahar. Selain itu, beliau juga memutuskan bahwa siapa pun yang memiliki tanggung jawab keluarga tapi ia tidak mampu secara finansial atau fisik maka negara akan menanggungnya juga.

 

Terwujudnya perhatian dan tanggung jawab pemimpin dalam Islam karena mereka memiliki landasan keimanan dan ketakwaan yang kuat dan menyadari bahwa jabatan adalah sebuah amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di yaumil akhir. Nabi Muhammad saw. bersabda: “Imam adalah pengurus rakyat. Ia akan dimintai pertanggungjawabannya atas rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Aturan Islam dalam Menyejahterakan Rakyat


Oleh karena itu, Islam memiliki seperangkat aturan dalam menyejahterakan rakyatnya, sehingga rakyat dalam naungan Daulah Islam tidak akan mengalami kekurangan atau kemiskinan. Langkah pertama yang akan negara lakukan adalah:

 

Pertama, negara akan memahamkan kepada para laki-laki dewasa bahwa bekerja adalah bagian dari ibadah dan juga akan memberikan pendidikan yang mumpuni sehingga masyarakat memiliki keahlian dalam bidangnya masing-masing. Dengan bekerja seorang ayah, paman, dan anak laki-laki dapat menjalankan kewajibannya yaitu memberikan nafkah bagi keluarganya.

 

Kedua, negara akan mengelola sumber daya alam secara mandiri, dan memberikan keuntungannya untuk kesejahteraan rakyat dengan membangun fasilitas umum. Dengan mengelola sumber daya alam secara mandiri, otomatis penguasa akan membuka lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya dari berbagai sektor bagi masyarakat.

 

Ketiga, negara tidak akan membuka keran impor untuk menyediakan kebutuhan rakyatnya selama kebutuhan tersebut masih bisa diproduksi di dalam negeri. Negara hanya akan membuka keran impor jika barang tersebut tidak ada dan tidak bisa diproduksi di dalam negeri.

 

Keempat, negara akan bertanggung jawab secara penuh bagi kebutuhan masyarakat yang tidak mampu, salah satu contohnya adalah negara menggratiskan biaya nikah dan membiayai biaya mahar.

 

Adapun dana yang diperoleh oleh negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat diperoleh dari kas Baitulmal. Sedangkan kas Baitulmal diperoleh dari hasil pengelolaan sumber daya alam, fa'i, ganimah, kharaj, jizyah, dan zakat.

 

Itulah beberapa langkah yang diambil negara guna menyejahterakan rakyatnya. Hal ini jelas tidak dapat diwujudkan jika negara masih menerapkan sistem kapitalis. Karena sistem kapitalis sangat bertolak belakang dengan sistem Islam.

 

Oleh karena itu, sudah menjadi tugas bagi seorang hamba Allah Swt. yang beriman untuk melanjutkan kehidupan Islam ala minhajin nubuwwah. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]