Alt Title

Zionis Makin Bengis

Zionis Makin Bengis


Untuk melawan Zionis, negara muslim harus berani mengambil risiko

dan menunjukkan bahwa mereka tidak hanya peduli pada Palestina dalam kata-kata, tetapi juga dalam perbuatan


______________________________


Penulis Rini Sulistiawati

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Muslimah Pemerhati Sosial Kemasyarakatan


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Israel terus meningkatkan serangannya di Lebanon, dengan meluncurkan roket ke Beirut pada Jumat (28-9-2024).

Al Jazeera juga melaporkan bahwa lebih dari 12 kali ledakan terjadi di Dahiyeh dan telah menghancurkan tujuh bangunan di Haret Hreik. Sementara pertahanan sipil terus berusaha memadamkan kebakaran dan meminta warga untuk menyumbangkan darah karena kemungkinan akan banyak korban akibat serangan tersebut. (CNBC Indonesia, 28-09-2024)

Diwartakan oleh bbc.com (27-09-2024), Israel dan Hizbullah, mereka berjanji akan melanjutkan serangan. Israel akan menggempur lokasi militer di Lebanon selatan, sementara Hizbullah memilih menyerang dengan roket ke wilayah utara Israel.

Akibat dari serangan tersebut, Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan bahwa di Nabatieh 800 orang tewas akibat serangan Israel, termasuk perempuan hamil dan dua anak-anak. PBB juga melaporkan lebih dari 30.000 orang keluarga di Lebanon selatan telah mengungsi dan melarikan diri ke Suriah dalam tiga hari terakhir.

Diamnya Dunia dan Arogansi Zionis: Saatnya Umat Muslim Bangkit dari Retorika


Arogansi Zionis terus menguat dari tahun ke tahun. Serangan demi serangan terhadap rakyat Palestina makin brutal dan tak kenal henti. Ironisnya, dunia tampak diam. Negara-negara besar sibuk dengan agenda masing-masing, seolah tutup mata terhadap kejahatan kemanusiaan yang terus terjadi. Bahkan, penguasa negeri-negeri muslim, yang seharusnya menjadi pelindung dan pembela saudara mereka di Palestina, justru memilih untuk merespons dengan retorika yang hampa. Ini bukan hanya masalah kegagalan diplomasi, tetapi mencerminkan sekat-sekat nasionalisme yang memutus persaudaraan Islam.

Retorika Kosong dan Tanggung Jawab yang Hilang


Kita sering mendengar seruan dari pemimpin negara muslim tentang "Solidaritas dengan Palestina." Tetapi kenyataannya, tindakan mereka tak sebanding dengan kata-kata yang diucapkan. Retorika solidaritas sering kali diikuti dengan langkah-langkah diplomatik yang minimal, sekadar untuk menunjukkan keterlibatan, tetapi tidak berani mengambil risiko lebih besar. Saat sebagian besar dunia muslim hanya berani bicara tanpa melakukan aksi nyata, Israel makin berani menunjukkan dominasi dan terus menginjak-injak hak-hak bangsa Palestina.

Padahal jika kita mau jujur, potensi yang dimiliki negara-negara muslim, sebenarnya mampu melakukan lebih dari sekadar mengutuk. Dengan populasinya yang besar, sumber daya alam yang melimpah, dan potensi militer yang tak bisa diremehkan. Kekuatan negara-negara muslim seharusnya bisa memberikan tekanan yang berarti pada Israel dan sekutunya. Namun kenyataannya, upaya tersebut selalu terhalang oleh sekat-sekat nasionalisme yang membuat negara-negara muslim sulit bersatu.

Sekat Nasionalisme: Penghalang Persaudaraan Islam


Nasionalisme telah menjadi biang penyakit yang memecah belah kekuatan umat Islam. Seharusnya, prinsip dasar Islam yang menekankan persaudaraan dan solidaritas antarsesama muslim dapat menyatukan negeri-negeri muslim dalam memperjuangkan keadilan bagi Palestina. Namun kenyataannya, kepentingan politik dan ekonomi masing-masing negara lebih diutamakan dibandingkan penderitaan saudara mereka di Palestina.

Negara-negara muslim sibuk menjaga hubungan baik dengan negara-negara besar, lebih khawatir kehilangan dukungan politik dan ekonomi dari Barat daripada berdiri teguh membela Palestina. Misalnya Lebanon, sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Israel, seharusnya bisa menjadi basis perlawanan yang kuat.

Namun, alih-alih bergerak dengan kekuatan penuh, mereka hanya mengandalkan kelompok milisi yang terbatas sumber dayanya. Sementara itu, negara-negara yang lainnya lebih memilih untuk mendukung dari jauh, tanpa berani terlibat langsung dalam pertempuran diplomasi ataupun militer. Padahal, jika kekuatan muslim disatukan, walaupun tanpa senjata dan hanya melalui tekanan politik dan ekonomi yang terorganisir, Israel tidak akan terus menerus bertindak semena-mena.

Potensi yang Terpendam dan Solusi Nyata


Apa yang sebenarnya ditunggu oleh negara-negara muslim? Mungkinkah mereka menanti negara-negara besar bertindak? Harapan itu jelas tidak realistis. Negara-negara besar, terutama Barat, memiliki kepentingan mereka sendiri dalam mendukung Israel, baik dari segi ekonomi, politik, maupun strategi. Oleh karena itu, solusi penjajahan Palestina tidak mungkin bisa diharapkan dari mereka.

Justru, negara-negara muslim harus mengakui kekuatan mereka sendiri. Dengan memanfaatkan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan forum-forum internasional lainnya, mereka bisa mendorong agenda Palestina secara lebih serius. Misalnya, melakukan embargo ekonomi, memutus hubungan diplomatik dengan Israel, atau bahkan membangun aliansi militer yang fokus pada pembelaan Palestina. Potensi ini ada, namun terkubur oleh ketidakmampuan secara politik dan ketakutan dalam menghadapi risiko.

Selain itu, langkah lain yang bisa dilakukan adalah menyatukan suara dunia muslim dalam forum internasional seperti PBB. Tekanan yang kuat dari koalisi negara-negara muslim dalam bentuk resolusi yang tegas dan tindakan nyata bisa mempermalukan negara-negara besar yang selama ini melindungi Israel di panggung internasional. Kampanye global untuk menekan Israel melalui sanksi ekonomi juga dapat menjadi langkah strategis yang efektif.

Mengubah Retorika Menjadi Aksi


Sudah saatnya dunia muslim bangkit dari retorika kosong. Palestina membutuhkan lebih dari sekadar kata-kata dukungan, mereka membutuhkan tindakan nyata yang bisa mengubah dinamika politik internasional. Masing-masing negara muslim harus berani mengambil risiko dan menunjukkan bahwa mereka tidak hanya peduli pada Palestina dalam kata-kata, tetapi juga dalam perbuatan.

Perpecahan yang disebabkan oleh nasionalisme harus ditinggalkan demi persatuan umat. Sejarah Islam penuh dengan kisah bagaimana persatuan umat bisa mengalahkan musuh yang lebih besar. Kini, saatnya kita kembali pada nilai-nilai tersebut, dengan menyatukan seluruh kekuatan umat Islam untuk membela Palestina dan melawan arogansi Zionis.

Hanya dengan aksi kolektif yang berani dan terorganisir, kita bisa menghentikan penjajahan ini. Dunia muslim memiliki kekuatan, tetapi apakah mereka berani menggunakannya? Sebab Palestina tidak bisa bertahan lebih lama lagi.

Sistem Islam: Solusi Jangka Panjang untuk Membebaskan Palestina dari Penjajahan Zionis


Muslim Palestina membutuhkan lebih dari sekadar retorika dan bantuan kemanusiaan, mereka membutuhkan kekuatan nyata yang mampu melawan penjajah Zionis Yahudi. Kekuatan tersebut hanya bisa terwujud jika tentara-tentara dari negeri-negeri muslim memiliki kesadaran akan tanggung jawab mereka dalam membela saudara-saudara mereka yang tertindas. Umat Islam harus bersatu dan menyerukan para tentara muslim untuk turun tangan melawan penindasan yang terus berlanjut.

Di dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 190, Allah Swt. telah memerintahkan umat Islam membela saudaranya. Allah berfirman:
"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas."

Demikianlah, ayat ini menegaskan bahwa untuk menegakkan keadilan dengan membela diri dan berperang terhadap mereka yang menindas umat Islam merupakan sebuah kewajiban. Dalam konteks Palestina, umat Islam memiliki tanggung jawab untuk bangkit melawan penjajahan yang tak berkesudahan.

Namun, perjuangan ini tidak bisa hanya bersifat jangka pendek tetapi membutuhkan solusi
dalam jangka panjang yaitu dengan cara menegakkan sistem Islam. Negara Islam akan berperan sebagai junnah (perisai) bagi umat Islam di seluruh dunia. Sistem Islam bukan hanya sistem pemerintahan, tetapi sebuah entitas yang bertanggung jawab atas keselamatan, keamanan, dan kesejahteraan seluruh muslim, termasuk di Palestina.

Melalui hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, Rasulullah telah menegaskan bahwa: "Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu adalah perisai (junnah), di mana orang-orang akan berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya."

Hadis ini menunjukkan bahwa khalifah adalah pelindung bagi umat, yang akan memimpin mereka dalam melawan musuh dan menjaga mereka dari kehancuran. Saat ini tanpa sistem Islam, umat Islam berada dalam situasi terpecah-belah dan tidak memiliki kekuatan kolektif yang cukup untuk melawan agresi Zionis.

Tegaknya sistem Islam harus menjadi perjuangan kolektif  bagi seluruh umat Islam. Sebab, masalah Palestina bukan hanya sekadar konflik politik, tetapi masalah eksistensi Israel sebagai entitas penjajah. Hal ini telah Allah kabarkan di dalam Al-Qur'an surah As-Saff ayat 4: "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh."

Ayat ini mengajarkan bahwa perjuangan harus dilakukan secara terorganisir dan solid, seperti bangunan yang kokoh. Umat Islam akan dapat menghadapi dan melawan dominasi Israel secara efektif  hanya dengan membangun tegaknya sistem Islam.

Oleh karena itu, penting untuk membangun kesadaran umat bahwa solusi untuk Palestina adalah dengan memperjuangkan tegaknya sistem Islam, sebagai satu-satunya kekuatan yang dapat membebaskan mereka dari penjajahan. Hanya dengan sistem Islam, umat Islam akan memiliki perlindungan dan kekuatan untuk melawan ketidakadilan dan penindasan yang dialami saudara-saudara kita di Palestina. Wallahualam bissawab. [MGN/MKC]