Alt Title

Akibat Impor Obat dan Pangan di Era Kapitalisme

Akibat Impor Obat dan Pangan di Era Kapitalisme




Negara bertanggung jawab untuk memastikan keamanan barang yang beredar

termasuk barang impor


___________________________________


Penulis Melta Vatmala Sari

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Berdasarkan informasi Tempo.co sejumlah anak di beberapa wilayah Indonesia keracunan makanan dan obat-obatan akibat impor produk dari negara Cina.


Maka Ketua BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) Taruna Ikrar mengatakan bahwa akan menghentikan sementara izin edar produk dari negara Cina yaitu latiao. Ketua BPOM mengungkapkan ia mendapat banyak laporan warga terkena keracunan makanan dan obat dari tujuh wilayah pada tanggal 1 November 2024, tujuh wilayah ini yaitu Sukabumi, Lampung, Wonosobo, Tangerang Selatan, Bandung Barat, dan Pamekasan.


Peran Pemerintah dalam Menjamin Obat dan Pangan


Kasus keracunan makan yang menimpa banyak siswa mengingatkan pada kasus gagal ginjal akut yang terjadi beberapa tahun yang lalu karena penggunaan obat yang mengandung zat berbahaya. Hal ini menunjukkan lemahnya jaminan keamanan pangan dan obat.


Negara bertanggung jawab untuk memastikan keamanan barang yang beredar, termasuk barang impor. Namun, dalam negara dengan sistem kapitalis sekuler, hal ini justru terabaikan. Ini karena negara tidak berfungsi sebagai pengurus rakyat.


Pangan adalah salah satu kebutuhan utama bagi negara dan ketersediaan pangan yang cukup adalah kunci untuk masyarakat mendapatkan gizi dan nutrisi yang baik, menjadi sehat dan cerdas secara intelektual. Bahkan, masalah ketahanan pangan sebenarnya berkaitan dengan kedaulatan negara, karena jika suatu negara tidak memiliki pasokan pangan yang mencukupi untuk masyarakatnya, maka impor pasti akan dilakukan.


Sebegitu pentingnya ketahanan pangan, impor yang tidak terkendali dapat mengarah pada penjajahan ekonomi. Namun, kebijakan yang diambil menunjukkan bahwa negara tidak berkomitmen kuat untuk membentuk ketahanan pangan ini.


Negara telah mengalokasikan anggaran untuk pangan, tetapi pemerintah setengah hati menangani ketahanan pangan dan mengabaikan kebutuhan mendesak. Hal ini bahkan membahayakan kedaulatan negara karena mudah membuka keran impor, termasuk impor bahan pangan.


Begitu juga dengan obat-obatan hari ini banyak mengandung bahan kimia yang tidak sehat sehingga banyak mengandung zat berbahaya dalam dosis tinggi yang tidak baik dikonsumsi dalam tubuh. 


Sebab obat-obatan itu juga dibuat zatnya oleh negara lain bukan negara sendiri. Akibatnya pasien yang meminum obat tersebut bukannya sembuh, justru menderita penyakit lain.


Terjaminnya Pangan dan Obat-obatan Halal


Tujuan menjamin keamanan pangan adalah memastikan bahwa makanan yang beredar di masyarakat bebas dari cemaran fisik, kimia, dan mikrobiologi yang berbahaya. Kontaminasi makanan dapat terjadi di sepanjang rantai produksi, dari lahan hingga makanan terhidang di piring, atau yang disebut "dari pertanian ke meja."


Kontaminasi juga dapat terjadi secara tidak disengaja atau secara tidak disengaja. Semua orang di rantai produksi pangan harus memastikan bahwa makanan yang beredar aman untuk dikonsumsi.


Jumlah kasus keamanan pangan yang meningkat saat ini menunjukkan bahwa ada kebocoran penjaminan. Bahan berbahaya dalam makanan seperti formalin dalam tahu, pewarna Rhodamin B dalam jajanan anak, dan boraks dalam bakso sering ditemukan saat inspeksi dilakukan sebelum munculnya masalah Etilen Oksida (EtO).


Kasus keracunan pangan di sekolah dasar sebagai berikut sering ditemukan dalam laporan tahunan BPOM. Tidak ada tindakan preventif yang agresif yang dilakukan, seperti memperketat aturan perdagangan dan distribusi bahan berbahaya seperti formalin, nitrit, boraks, dan Rhodamin B. Negara adalah pihak yang paling berwenang dan paling bertanggung jawab dalam hal yang mengancam keamanan pangan.


Allah Swt. juga berfirman, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS.An-Nisa [4]: 9)


Pelayanan kesehatan gratis adalah salah satu tanggung jawab pemimpin negara untuk mengatur urusan masyarakat. Masyarakat umumnya menggunakan klinik dan rumah sakit untuk kesembuhan. Oleh karena itu, kemaslahatan dan sarana umum termasuk pengobatan, dan negara wajib menyediakannya. 


Serta obat-obatan yang digunakan pada masa kejayaan Islam tidak mengandung zat kimia yang banyak. Mereka menggunakan obat-obatan alami yang tumbuh di tanah. Pada masa itu mereka melakukan pengobatan yang sunah seperti berbekam, hingga mereka tidak pernah keracunan obat-obatan. 


"Rasulullah saw. melakukan hijamah (bekam) dan memberikan upah kepada ahli bekam (Abu Thaybah) satu dinar, maka aku (Imam Ahmad) melakukan bekam dan memberikan kepada ahli bekam satu dinar pula." (Ibnul Jauzi menyebutkannya dalam Manaqib Ahmad, hal: 232)


Negara Islam memiliki mafhum ra'awiyah dalam semua urusan, termasuk obat dan pangan, baik dalam produksi maupun distribusi. Prinsip halal dan tayib akan membantu negara memastikan pangan dan obat aman. Dalam pelaksanaannya, negara Islam memiliki Qadi Hisbah. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]