Alt Title

Kabinet Zaken atau Seken?

Kabinet Zaken atau Seken?

 



Pada sistem demokrasi presidensial yang multipartai mewujudkan zaken kabinet

bagai pungguk merindukan bulan

______________________________


Penulis Elfia Prihastuti, S.Pd.

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Praktisi Pendidikan 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kabinet Merah Putih memang gebrakan yang menarik perhatian. Presiden terpilih Prabowo Subianto berambisi membentuk zaken kabinet.


Wacana pembentukan zaken kabinet bukanlah hal baru dalam pemerintahan negeri ini. Sejak zaman Presiden Soekarno dan presiden terpilih lainnya, setiap jelang pergantian pemerintahan selalu mengungkapkan keinginan membentuk kabinet berdasarkan ahli.


Namun pertanyaannya mampukah kabinet Merah Putih mewujudkan zaken kabinet di tengah gemuknya koalisi pendukung pemerintah?


Ahmad Muzani juru bicara partai Gerindra menyampaikan bahwa Prabowo berharap kabinetnya kelak diisi oleh para menteri yang ahli di bidangnya masing-masing, bukan sekadar representasi partai politik (parpol).


Dengan kata lain Prabowo menginginkan sebuah pemerintahan zaken kabinet. Di mana para menterinya adalah orang-orang yang ahli di bidangnya, meskipun yang bersangkutan berasal atau diusulkan dari parpol. (Kompas.com, 9-9-2024) 


Apa Itu Zaken Kabinet?


Zaken kabinet adalah kabinet yang dibentuk berdasarkan keahlian yakni seorang menteri yang dipilih adalah seorang profesional yang kompeten di bidangnya. Dengan demikian, performa para menteri akan fokus pada implementasi program daripada kepentingan politis.


Dalam sejarahnya, kabinet zaken telah dilakukan sejak masa pemerintahan Soekarno. Misalnya Mohammad Natsir pada tahun 1950-1951. Natsir menunjuk Soemitro Djojohadikusumo sebagai menteri perdagangan dan perindustrian.


Sementara Bahder Djohan sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan. Selain itu, ada Kabinet Wilopo tahun 1952-1953. Periode ini identik dengan kabinet zaken meskipun beberapa masih diisi oleh orang-orang partai politik. 


Terakhir ada Kabinet Karya tahun 1957-1959 dipimpin Perdana Menteri Djuanda Kertawidjaya. Kabinet inilah yang menerapkan zaken kabinet paling sesuai. Oleh karena itu, Kabinet Karya disebut kabinet zaken.  Kabinet ini dinilai berhasil mengatasi berbagai masalah yang kompleks dan menciptakan stabilitas politik serta ekonomi yang relatif lebih baik.  


Bagai Pungguk Merindukan Bulan 


Zaken kabinet selalu menjadi wacana dalam setiap pemerintahan baru. Pembentukan zaken kabinet dalam sebuah pemerintahan hanyalah sebatas teoritis semata. Pasalnya konsep ini tidak mempunyai basis praktikal.


Walaupun negeri ini digadang pernah memiliki zaken kabinet, namun perlu dicermati kabinet-kabinet tersebut berada dalam sistem demokrasi parlementer. Jika kita telusuri lagi, kabinet yang disebut-sebut sebagai zaken kabinet tersebut berlangsung tidak lebih dari dua tahun.


Sementara dalam konteks penerapan sistem demokrasi presidensial yang multipartai, mewujudkan zaken kabinet, bagai pungguk merindukan bulan. Menjadi pemerintahan yang tidak akomodatif, menjadikan pemerintahan berjalan oleng.


Tentu pemerintah mana pun akan selalu berharap program-programnya dapat dilaksanakan dengan baik. Maka mencari sebanyak mungkin dukungan dari partai politik dan kelompok masyarakat lainnya adalah hal yang paling rasional.


Efektivitas dan efisiensi kerja kabinet memang idealnya dengan membentuk kabinet yang ramping dan diisi oleh orang-orang kompeten. Namun, pemberian dukungan sering kali disertai imbalan jatah kekuasaan.


Jadi sebuah kabinet ideal hanyalah konsep di atas kertas, sedangkan praktiknya tidak pernah terwujud dalam dunia nyata.


Dari Zaken Menuju Seken


Hal yang paling menonjol ketika kampanye, Prabowo mengungkapkan akan melanjutkan program pemimpin sebelumnya. Sebagai presiden berkelanjutan, Prabowo berusaha meniru pendahulunya. Yakni perkataan hanya terwujud dalam kata-kata belaka dan jauh dari realita.


Prabowo ingin kabinetnya cepat bekerja tapi banyak melakukan pemisahan dan penyatuan kementerian. Hal ini bukan perkara yang mudah. Kementerian baru akan sibuk menata lembaganya dan berakibat tidak bisa langsung bekerja.


Sementara koar-koar ingin membentuk zaken kabinet justru yang muncul adalah seken kabinet. 17 menteri presiden terdahulu masih turut mengisi Kabinet Merah Putih. Hal ini memberikan isyarat bahwa lebih dari sepertiga masih bercokol di kabinet Prabowo. 48 menteri ditempati oleh kalangan pengusaha, politikus, dan profesional yang dekat dengan para pengusaha.


Hal terpenting, sebagaimana diungkapkan oleh cendekiawan muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto, bahwa keberhasilan mengimplementasikan visi misi Presiden terpilih, memimpin negeri ini 5 tahun ke depan ditentukan oleh tiga hal.


Salah satunya jika tidak ada keinginan untuk mengubah sistem yang ada saat ini, maka visi dan misi itu hanya sebatas narasi. Dengan demikian, kabinet Merah Putih hanyalah sebuah kabinet seken semata.


Pandangan Islam 


Islam adalah agama yang datang dari Allah Swt.. Maka aturan-aturan yang diberlakukan untuk manusia sebagai hamba harus disandarkan pada aturan-Nya. Seluruh aspek kehidupan manusia tidak luput dari pengaturan-Nya. Termasuk dalam memilih orang untuk menduduki suatu jabatan. 


Sejatinya jabatan itu merupakan tanggung jawab besar untuk urusan besar. Oleh karena itu, setiap pejabat harus memiliki kemampuan, kapabilitas, dan integritas pada amanah yang ada. Sebab semua itu harus dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat. 


Jika memegang jabatan tanpa kualifikasi maka berimbas pada dosa yang akan dipikulnya di dunia dan akhirat. Bisa jadi dia orang yang baik, tetapi karena amanah yang tidak tertunaikan membuatnya masuk neraka.


Nabi saw. sendiri sangat selektif dalam memberikan amanah kepada seseorang yang akan diberi tugas atas sebuah urusan. Dalam memberikan amanah, Nabi selalu melihat bukti kemampuan yang akan dipilihnya untuk mengemban suatu amanah. Hal ini digambarkan dalam hadis berikut yang artinya:


Dari [Abu Dzar] dia berkata, saya berkata, “Wahai Rasulullah, tidakkah anda menjadikanku sebagai pegawai (pejabat)?” Abu Dzar berkata, “Kemudian beliau menepuk bahuku dengan tangan beliau seraya bersabda: “Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan hak dan melaksanakan tugas dengan benar.” (HR. Muslim)


Hadis di atas menjelaskan bahwa seseorang dilarang untuk meminta jatah jabatan seperti yang terjadi pada sistem demokrasi saat ini. Sekaligus Islam juga mewajibkan adanya kesesuaian dengan bidang jabatan yang diamanahkan.


Namun gambaran pejabat yang ahli di bidangnya, tidak akan didapati dalam pemerintahan yang menerapkan sistem demokrasi. Pasalnya demokrasi harus akomodatif terhadap berbagai kelompok masyarakat yang mendukung pemerintahannya. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]