Keamanan Pangan Terkikis di Negara Kapitalis
Opini
Dalam Islam, negara memiliki kewajiban untuk meriayah (mengurus) semua urusan rakyat
termasuk dalam masalah obat-obatan dan bahan pangan
____________________________
Penulis Nurul Aini Najibah
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Akhir-akhir ini di beberapa daerah, masyarakat dikejutkan dengan penemuan kasus siswa yang terindikasi keracunan produk pangan latiao dari Cina.
Untuk sementara ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menghentikan peredaran semua produk latiao demi melindungi kesehatan masyarakat.
Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam konferensi pers di Jakarta, beliau menyampaikan bahwa telah menerima laporan kasus keracunan produk tersebut dari tujuh wilayah, yaitu Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan, Bandung Barat, dan Pamekasan.
Adapun hasil pengujian laboratorium terhadap produk yang diduga memicu Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan (KLBKP), menunjukkan adanya indikasi kontaminasi bakteri Bacillus cereus. Menurut Cleveland Clinic, Bacillus cereus adalah bakteri yang menghasilkan racun berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit. Bakteri ini memiliki dua jenis, masing-masing memiliki pengaruh terhadap bagian tubuh yang berbeda, yaitu di bagian usus dan bagian tubuh lain di luar usus. (kompas.com, 1-11-2024)
Kasus keracunan makanan yang menimpa banyak siswa telah mengingatkan kita pada kasus gagal ginjal akut akibat obat yang mengandung zat berbahaya beberapa tahun yang lalu. Ada ratusan anak yang menjadi korban kasus gagal ginjal akut akibat dugaan mengonsumsi obat sirup yang mengandung bahan kimia melebihi ambang batas. Hal ini menunjukkan lemahnya jaminan keamanan pangan dan obat dari pemerintah. (kompas.com, 08-11-2022)
Keracunan Bahan Pangan Akibat Negara Abai
Fenomena ini jelas mengguncang retorika tentang keamanan pangan di negara kita. Keamanan pangan adalah disiplin ilmiah yang berhubungan dengan cara menangani, menyiapkan, dan menyimpan makanan untuk mencegah terjadinya penyakit atau keracunan akibat makanan. Jika dua orang atau lebih mengalami penyakit yang serupa setelah mengonsumsi makanan yang sama, maka kejadian ini dikenal sebagai wabah keracunan makanan atau keracunan massal.
Dengan demikian, adanya makanan yang viral namun minim pengawasan di pasaran menunjukkan bahwa sistem keamanan pangan kita masih perlu banyak perbaikan. Baik dari segi riset maupun birokrasi. Hal ini penting agar masyarakat sebagai konsumen bisa mendapatkan perlindungan yang optimal dari produk-produk pangan yang beredar.
Oleh sebab itu, pemerintah seharusnya lebih proaktif untuk turun ke masyarakat, memberikan pelayanan demi tercapainya standar keamanan pangan. Selain itu, pemerintah juga harus terus mengedukasi masyarakat tentang konsep pengelolaan keamanan pangan. Terutama kepada produsen, pedagang, dan konsumen produk pangan.
Kemudian, pemerintah juga sebaiknya melakukan langkah-langkah awal dalam penanggulangan keracunan bahan pangan daripada menunggu laporan setelah kejadian perkara apalagi sampai menimbulkan jatuh korban. Akibat dari minimnya perhatian pemerintah terhadap kreativitas masyarakat dalam produk kuliner yang lebih banyak difokuskan pada aspek pemasarannya sehingga sering kali mengabaikan aspek keamanan pangan.
Demikian pula dengan persoalan para pengusaha kecil dan menengah. Mereka juga menghadapi berbagai hambatan birokrasi terutama terkait dengan perizinan, pengawasan, dan pelatihan. Sementara itu, untuk korporasi produsen pangan pemerintah sering kali kalah dalam argumentasi sehingga terhambat dengan berbagai kepentingan ekonomi karena banyak perusahaan besar yang tergabung dalam jejaring oligarki.
Padahal seharusnya pemerintah dapat memastikan keamanan dan juga bertanggung jawab terhadap peredaran pangan dan obat-obatan. Termasuk dengan produk-produk yang berasal dari luar negeri. Namun, hal ini justru diabaikan oleh negara yang menerapkan sistem kapitalisme sekuler sebab dalam sistem ini peran negara bukan sebagai pengurus rakyat.
Dalam pandangan sistem kapitalisme, pelaku industri makanan merupakan prioritas utama yang akan memberikan keuntungan dan pendapatan yang besar bagi negara. Jadi, selama produk-produk ini diminati oleh masyarakat, mereka akan terus memproduksi dalam jumlah besar.
Para produsen akan terus berusaha meraih keuntungan sebanyak mungkin, tak peduli walaupun harus mengorbankan kesehatan konsumennya. Inilah sisi gelap kapitalisme, di mana demi keuntungan yang sangat besar, aspek keselamatan dan kesehatan masyarakat pun sering kali diabaikan.
Islam Menjamin Keamanan Pangan
Dalam Islam, negara memiliki kewajiban untuk meriayah (mengurus) semua urusan rakyat, termasuk dalam masalah obat-obatan dan bahan pangan. Baik dalam proses produksi maupun peredarannya.
Dalam Islam, prinsip halal dan tayib akan menjadi panduan negara dalam memastikan keamanan pangan dan obat. Islam menganjurkan setiap individu untuk mengonsumsi makanan yang halal dan tayib. Allah Taala berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 168 yang artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; Karena Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
Dalil atau bukti ini adalah pedoman dan panduan utama bagi seorang muslim dalam mengonsumsi bahan pangan. Islam juga memiliki berbagai mekanisme dalam memastikan keamanan pangan dan obat, di antaranya dengan adanya Qadhi Hisbah (al-muhtasib).
Qadhi Hisbah bersama para syurtah (polisi) yang berada di bawah wewenangnya akan ditunjuk oleh negara untuk melakukan inspeksi ke setiap pasar. Inspeksi ini mencakup tidak hanya pasar-pasar yang menjual bahan pangan, seperti; lauk-pauk dan sayuran, tetapi juga dalam beragam jenis produk makanan, jajanan, obat-obatan, hingga kosmetik.
Pemeriksaan akan dilakukan di pasar-pasar tradisional, pedagang kaki lima, mall, supermarket, serta pusat-pusat produksi makanan. Baik dalam skala industri rumahan maupun pabrik besar milik perusahaan.
Begitu juga dengan distribusi bahan pangan yang berkualitas dan tersebar luas di berbagai wilayah. Baik di perkotaan maupun pedesaan sehingga masyarakat dapat mengaksesnya dengan mudah dan harganya pun sangat terjangkau.
Negara juga akan aktif meningkatkan kesadaran dengan memberikan edukasi kepada masyarakat, pedagang, dan industri pangan agar selalu mengonsumsi dan memproduksi barang yang aman dan sehat.
Jika terjadi pelanggaran, negara akan menerapkan sanksi takzir yang hukumannya akan diserahkan kepada qadhi atau hakim dalam sistem peradilan Islam. Demikianlah, wujud pelayanan negara dalam menjalankan sistem dan tata kelola keamanan pangan dalam sistem Islam. Negara Islam akan bertanggung jawab untuk melindungi keamanan pangan dari setiap penyimpangan yang dapat merugikan umat.
Negara akan bertindak cepat dan segera dalam menangani dan menyelesaikan setiap persoalan yang muncul sehingga perintah Allah Swt. yang mewajibkan hamba-Nya untuk mengonsumsi makanan yang tayib akan terlaksana.
Perlindungan terhadap umat menjadi prioritas utama, lebih penting daripada sekadar keuntungan bisnis. Wallahualam bissawab.