Alt Title

Keran Impor Susu Dibuka, Peternak Sapi Berduka

Keran Impor Susu Dibuka, Peternak Sapi Berduka



Kebijakan membuka keran impor susu membuat para peternak frustasi

mereka tak tahu harus ke mana menyalurkan hasil produksi yang tinggi

________________________________


Penulis Rida Ummu Zananby

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Ibarat petir di siang bolong. Itulah yang dirasakan para peternak dan pengepul susu di Pasuruan Jawa Timur, ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan membuka keran impor susu.


Pada 8 November 2024, sejumlah peternak dan pengepul susu sapi membagi-bagikan 500 liter susu sapi di kawasan Simpang Lima Boyolali Kota. Bahkan mereka juga membuang stok susu yang tidak bisa dikirim ke pabrik atau IPS pada dua pekan terkahir. Jumlahnya cukup fantastis, yakni sekitar 33 ton atau 33 ribu liter susu. 


Nilai kerugian yang harus ditanggung pun mencapai ratusan juta rupiah. Hal ini sebagaimana yang diungkap oleh Sugianto. Beliau mengatakan penyebabnya adalah adanya pembatasan kuota sejak awal September 2024. Juga terindikasi karena adanya kebijakan keran impor susu oleh menteri perdagangan. (www.tempo.com, 13-11-2024)


Kebijakan membuka keran impor susu membuat para peternak frustasi, mereka tak tahu harus ke mana menyalurkan hasil produksi yang tinggi, sebab kini mereka harus bersaing dengan para importir dalam memasarkan produknya.


Sebagaimana yang terjadi pada koperasi susu di bawah tanggung jawab Sugianto. Ada 800 peternak yang mampu memproduksi 10 ton atau setara dengan 10 ribu liter susu.


Hal yang sama dirasakan oleh Wartono, pengepul dan peternak susu di Kecamatan Tamansari yang membuang susu selama 5 hari terakhir ini. Alasannya pun sama yakni karena adanya pembatasan kuota kiriman ke Salatiga.


Dari 1000 liter per hari menjadi 250 liter per hari. Juga adanya pembatasan kiriman ke KPMS dari kuota 1400 liter menjadi 900 liter sehingga nilai kerugian yang dialami pun mencapai ratusan juta rupiah.


Aksi protes pun dilakukan oleh ratusan peternak, pelopor, dan pengepul susu sapi di Boyolali Jawa Timur, pada 9 November 2024. Mereka membuang susu sapi dan dijadikannya untuk mandi, tidak tangung nilainya berkisar Rp400 juta.(www.kumparan.com, 13-11-2024)


Ironis memang ketika pemerintah membuka keran impor susu dengan dalih untuk menjamin kebutuhan gizi masyarakat, tetapi di sisi lain masyarakat terzalimi. Dipastikan nasib para peternak dan pengepul susu sapi akan gulung tikar serta berdampak semakin banyak jumlah pengangguran dan kemiskinan. Di sisi yang lain, angka kriminalitas akan meningkat dan beban negara akan bertambah.


Kapitalisme Biang Masalah 


Inilah konsekuensi ketika negara menerapkan sistem sekularisme kapitalis. Asas yang mendasari dalam membangun dan mengatur sebuah negara.


Maka siapa pun yang menjadi pejabat pemerintahan, selama kebijakannya berasas pada paham kapitalisme sekularisme akan dipastikan kebijakan yang diambil akan sejalan dengan ideologi kapitalisme, yakni asas manfaat untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. 


Keuntungan yang besar ini bukan untuk rakyat, akan tetapi bermuara kepada para elite kapitalis yang mengendalikan negara dalam mengesahkan kebijakan impor. Negara tidak berdaya dan memenuhi keinginan para kapitalis walaupun harus menyengsarakan rakyatnya.


Narasi kemandirian pangan tanpa impor atau tanpa adanya campur tangan asing yang selalu digembor-gemborkan saat kampaye, akan sulit terealisasi. Sebab, setelah menjabat balas budi kepada para kapitas yang telah memberikan modal kampanye pun harus dikembalikan. Salah satunya dengan kebijakan yang akan menguntungkan mereka. Sementara nasib rakyat terus terlantar dan tertindas, rakyat bukanlah prioritas.


Kemandirian Pangan Negeri Agraris Hanya Mimpi


Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alamnya. Ketika dikelola dengan kebijakan yang benar, bisa menghantarkan Indonesia menjadi negara yang mandiri dalam hal pangan dan tidak butuh bergantung kepada asing.


Namun sayang, mewujudkan negara yang mandiri dan tangguh tidak cukup memiliki pemimpin yang baik dan amanah, tetapi harus disokong oleh sistem yang kuat. 


Dipastikan selama negara ini masih mengadopsi sistem pemerintahan demokrasi dan sistem ekonomi kapitalis, kemandirian pangan termasuk susu sapi akan sulit terwujud. Sebab, kebijakan pemerintah akan dipengaruhi para pemilik modal atau kapitalis.


Jika melihat potensi yang dimiliki oleh negeri kita Indonesia, sebetulnya Indonesia sudah memiliki potensi untuk menjadi negara maju, mandiri, bahkan berpotensi menjadi negara adidaya. Hanya saja saat ini sistem kepemimpinannya masih mengekor pada kapitalisme global. Inilah yang menghambat Indonesia tidak bisa tumbuh menjadi negara yang tangguh dan mandiri. 


Islam Mampu Mewujudkan Kemandirian Pangan


Islam memiliki pandangan yang khas dalam mengatur negara. Dalam sistem Islam, landasannya adalah akidah Islam. Aturan Islam bersumber dari Allah Swt., berpijak pada hukum syarak yaitu halal dan haram. Bukan berpijak pada keuntungan, sebagaimana sistem sekularisme kapitalis.


Dalam pandangan Islam seorang pemimpin bertanggung jawab mengurus urusan negara dengan landasan akidah Islam bukan yang lain.


Begitu pun ketika seorang pemimpin akan mengeluarkan kebijakan atau aturan, diharamkan menimbulkan kezaliman atau menyusahkan rakyat.


Rasulullah saw. sudah memperingatkan para pemimpin jauh-jauh hari. Sebagaimana dalam sabda Nabi saw., "Wahai Allah, barangsiapa yang memimpin suatu urusan umatku, lalu dia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia." (HR. Muttafaq alaih)


Pemimpin yang memiliki tanggung jawab dan ideal hanya terwujud dalam sistem politik Islam yakni Daulah Islam. Kepemimpinan yang diwariskan oleh Rasulullah saw. bukan kepemimpinan yang lahir dari rahim sekularisme kapitalis saat ini.


Khatimah


Hanya dengan sistem Islam sajalah nasib para peternak susu dan masyarakat lainnya akan terjamin. Karena pemimpin atau khalifah berfungsi sebagai junnah atau pelindung.  


Termasuk melindungi rakyat dari rusaknya dominasi para pemilik modal yang menyetir setiap kebijakan. Sudah saatnya rakyat sadar dan bergerak bersama untuk memperbaiki kerusakan dengan kembali kepada aturan Allah Swt. secara kafah atau sempurna. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]