Penerapan Pelajaran Matematika di Pendidikan Usia Dini, Tepatkah?
Opini
Jika anak-anak sudah dibebankan pelajaran matematika
akan kehilangan kesempatan untuk menikmati masa kecil mereka dengan cara yang seharusnya
__________________
Penulis Hawilawati, S.Pd.
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Praktisi Pendidikan
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka membahas usulan diterapkan pelajaran matematika sejak TK, menurutnya sangat baik. (Tribun, 11-11-24)
Tujuannya sebagai bagian dari upaya membekali generasi muda dengan keterampilan dasar yang relevan dengan bidang teknologi dan sains, seperti pemrograman (coding), kecerdasan buatan (AI), dan pembelajaran mesin.
Namun, usulan ini menuai kritikan dari kalangan ahli pendidikan yang menilai pendekatan ini bertentangan dengan prinsip dasar pendidikan anak usia dini. Dr. Suyanto pakar pendidikan anak usia dini menyatakan bahwa anak-anak TK lebih tepat belajar melalui pengalaman langsung dan eksplorasi, bukan melalui pelajaran formal yang bisa membatasi perkembangan emosional dan sosial mereka.
Menurutnya, matematika dasar memang dapat dikenalkan secara santai. Namun, penerapan formal justru bisa berdampak negatif terhadap minat belajar anak.
Membahas tentang pendidikan, sama halnya membahas masa depan dan kemajuan bangsa. Kita semua memahami bahwa kemajuan sebuah bangsa, bukan sekadar dilihat dari banyaknya berdiri gedung-gedung pencakar langit dan kerennya infrastruktur. Tetapi yang terpenting adalah kualitas sumber daya manusia (SDM) yang cerdas dalam berpikir yang benar, kesalihan jiwa dan penguasaan ilmu pengetahuan untuk kemaslahatan negara.
Ketiga hal tersebut tentu tidak terlepas dari proses belajar yang tepat dan berkelanjutan (terus menerus). Di sinilah pentingnya negara memberikan fasilitas pendidikan terbaik seperti: kurikulum, tenaga pengajar, sarana dan prasarana untuk mendukung berjalannya pendidikan berkualitas bagi generasi.
Tingginya pendidikan sebuah negara tidak menghilangkan pemahamannya terkait dengan karakteristik manusia secara fitrah. Semua itu akan sangat memengaruhi level berpikir dan kesesuaian ilmu yang akan diberikan, serta metode pengajaran yang tepat.
Fase Anak dan Level Berpikirnya
Secara psikologis Islam, fase pertumbuhan anak terbagi 3 yaitu: fase anak, fase prabalig, dan fase dewasa (sempurna fisik dan akal). Dalam tiga fase ini, tentu level berpikir anak akan mengalami perbedaan.
Pada fase anak (usia 0-7 tahun), anak sebagai peniru ulung. Apa yang dilihat dan didengar akan mudah di tiru. Sebab itu, konsep pembelajaran pada level ini lebih cenderung dengan pembiasaan yang baik. Juga menghadirkan role model terbaik di hadapannya karena anak belajar dengan mengindra lingkungan terdekatnya.
Sementara level berpikir pada fase prabalig (usia 7-14 tahun) sudah masuk tahap level berpikir benar artinya sudah memahami membedakan perkara yang baik dan buruk, halal dan haram. Selanjutnya, level berpikir pada fase remaja (14 tahun ke atas). Anak sudah sempurna secara aqil (akal) dan balig (fisik). Di level ini, anak bisa diajak untuk berpikir serius.
Sebab perbedaan level berpikir inilah, tingkat pemahaman ilmu dan metode pembelajaran bagi generasi harus disesuaikan, tidak disamaratakan. Akan sangat berbahaya jika dunia pendidikan tidak memahami perbedaan tersebut.
Pendidikan Usia Dini Fokus pada Penanaman Akidah dan Tumbuh Kembang Anak
Kita bisa membayangkan dampak jangka panjangnya. Jika anak-anak sudah dibebankan pelajaran matematika. Akan kehilangan kesempatan untuk menikmati masa kecil mereka dengan cara yang seharusnya.
Dalam pendidikan anak usia dini menurut Islam, pada 7 tahun pertama adalah fokus kepada tumbuh kembang anak, baik pertumbuhan secara fisik maupun kecerdasan spritual, emosional, dan sosial yang akan membentuk karakternya
Penanaman akidah yang kuat harus dilakukan pada fase ini. Anak sudah ditanamkan aspek spiritual dengan benar. Dengan cara mengenal dan meyakini Zat Yang Maha hebat sebagai Pencipta alam semesta yaitu Allah azza wajalla dan dirinya sebagai makhluk terbaik (yang diciptakan) yang tugasnya sebagai Abdullah (hamba Allah).
Penanaman emosional dengan cara mengajarkan dan membiasakan melakukan sikap sesuai adab Rasulullah. Adapun metode pembelajaran di usia dini sudah mulai dilakukan dengan konsep talqiyan fikriyan, yaitu mengoptimalkan potensi akal anak untuk berpikir, menghadirkan berbagai fakta yang dapat terindra sebagai objek pembelajaran dan memberikan pemahaman yang benar sesuai syariat Islam.
Tiga hal ini harus dikaitkan satu dengan lainnya dengan pembelajaran yang menyenangkan dan bahasa yang mudah dipahami sesuai level berpikir anak usia dini. Sementara pengenalan konsep-konsep dasar matematika dan sains dilakukan secara halus melalui permainan dan eksplorasi dunia nyata, tidak dilakukan dengan pembelajaran formal yang kaku.
Tentu saja, penting untuk mempersiapkan generasi cerdas secara intelektual yang terampil menguasai teknologi. Terutama dalam bidang-bidang seperti coding dan AI. Namun, dalam kehidupan AI bukanlah segalanya. Hanya sebagai wasilah (sarana) untuk mempermudah manusia menjalankan kehidupan.
Yang terpenting adalah ilmu dasar agama yang mana di dalamnya mengajarkan adab serta kecerdasan emosional membentuk kepribadian Islam generasi. Alhasil, tetap mampu menghadapi tantangan zaman meski teknologi terus mengalami perubahan dan perkembangan.
Pentingnya Penguasa Memahami Karakteristik Generasi
Membentuk kepribadian berkualitas sejak dini tentu tidak bisa dicapai dengan cara mengabaikan karakteristik anak, level berpikir dan pendidikan yang seimbang, yang mengutamakan penanaman ilmu dasar di atas. Jika pemimpin tidak memahami dasar-dasar pendidikan ini, akibatnya akan fatal. Bisa membawa negara ke dalam kesalahan besar. Cerdas berteknologi namun miskin secara kepribadian unggul yaitu miskin adab maupun moral dan miskin dalam kepekaan bersosialisasi.
Jika gagasan pemerintah yang kemudian dilegalkan menjadi sebuah kebijakan. Penting sekali melibatkan para ahli pendidikan, terutama dalam pembahasan ini adalah ahli pendidikan usia dini yang sangat memahami bidangnya.
Kita harus menyadari bahwa sejatinya konsep pendidikan terbaik adalah konsep pendidikan Islam yang sudah terbukti selama 13 abad lamanya dalam kejayaan Islam telah melahirkan manusia cerdas dan beriman yaitu: para pemimpin, ilmuwan, dan ulama besar yang kredibel banyak memberikan kontribusi besar dan kemaslahatan bagi umat manusia. Bahkan dunia Barat dan Eropa telah mengakui betapa berjasanya pendidikan Islam dalam peradaban dunia.
Khatimah
Sudah saatnya pendidikan harus kembali kepada konsep terbaik pendidikan Islam, bukan mengikuti tren global yang hanya fokus menguasai teknologi berorientasi materi semata.
Wajar pada hari ini negara yang dianggap maju menguasai teknologi namun para pemudanya telah mengalami krisis moral, berperilaku bebas (tidak mampu membedakan perkara yang baik dan buruk, halal dan haram) sebab mengabaikan ilmu dasar yang sangat penting yaitu nilai-nilai agama dalam pendidikannya mulai dari level usia dini hingga perguruan tinggi, dianggap ilmu agama adalah hanya sebagai opsi.
Walhasil, teknologi tanpa agama akan merusak. Kecerdasan emosional tanpa disertai kecerdasan beragama tidak akan menghantarkan manusia selamat menuju akhirat Allah. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]