Penjara Maksimum Security untuk Narapidana Spesial, Efektifkah?
Opini
Masyarakat berharap negara melakukan penanganan serius
dengan merancang kebijakan yang tepat
_______________________
Penulis Diyani Aqorib S.Si
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah Bekasi
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Tingkat kriminalitas di Indonesia dari hari ke hari makin meningkat. Baik dari sisi jumlah maupun jenis kejahatan yang dilakukan. Mulai dari kejahatan yang ringan, berat hingga sadis. Wajar jika masyarakat merasa waswas dan tidak aman ketika beraktivitas di luar rumah.
Masyarakat berharap negara melakukan penanganan serius dengan merancang kebijakan yang tepat, yang akan mampu menyelesaikan seluruh kasus kriminalitas sehingga kekhawatiran di tengah masyarakat pun hilang. Alih-alih menetapkan hukuman yang membuat para pelaku kejahatan jera, justru yang terjadi malah memberikan solusi yang tidak efektif dan tidak menimbulkan efek jera.
Dilansir dari kabar24.bisnis.com, (16-11-2024) Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto menjelaskan tentang adanya penjara dengan pengamanan maksimal. Penjara ini disebut dengan Super Maksimum Security. Model penjara seperti ini digadang-gadang akan membuat pelaku kejahatan jera.
Penjara maksimum security ini berada di Lembaga Pemasyarakatan Nusa Kambangan, Jawa Tengah. Penjara maksimum security ini diperuntukkan bagi narapidana dengan masa tahanan 20 tahun, juga para residivis yang kerap melakukan kejahatan. Mantan Wakapolri itu juga menjelaskan penjara maksimum security memiliki ruangan berukuran 2x3 meter persegi dan akan dipantau ketat oleh pihak keamanan selama 24 jam.
Konon katanya para narapidana ini hanya bisa keluar ruangan selama 1 jam saja dengan mata tertutup, tidak diizinkan menggunakan alat komunikasi sehingga para napi spesial ini tidak dapat mengendalikan kejahatan di balik jeruji besi.
Lalu muncul pertanyaannya. Apakah model penjara seperti ini akan efektif dan menimbulkan efek jera?
Akibat Lemahnya Hukum
Sudah menjadi rahasia umum bahwa hukum di negeri ini sangatlah lemah dan penuh cacat. Hukum begitu mudah dipermainkan terutama oleh orang-orang berduit. Mereka mudah mempermainkan hukum dengan gratifikasi terhadap oknum-oknum penegak hukum dengan harga yang fantastis.
Alhasil hukum pun bisa diperjualbelikan. Inilah celah yang berpotensi terjadinya kongkalikong antara petugas lapas dengan narapidana. Tak ayal, hukuman seketat apa pun tidak akan membuat jera para pelaku kejahatan.
Kejadian seperti ini bukanlah hal aneh dalam sistem hukum demokrasi kapitalisme. Karena semua dipandang berdasarkan materi. Pada akhirnya hukum pun dapat dikompromikan dengan berbagai kepentingan. Alhasil efek jera dari penegakan hukum pun tidak ada, akibatnya kejahatan terus merajalela.
Kondisi ini diperparah dengan ketidakadilan para oknum penegak hukum. Pada faktanya hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Diperparah dengan fungsi negara yang tidak hadir dalam mencegah berbagai kejahatan. Negara seolah tidak serius menangani kasus kriminalitas yang kian hari kian bervariasi modus kejahatannya.
Rusaknya sistem hukum di negeri ini tidak terlepas dari sistem demokrasi sekuler yang diterapkan selama ini. Akidah sekuler yang memisahkan agama dari negara membuat aturan yang dibuat pun menafikan campur tangan Tuhan. Sistem hukum dan peradilan di negeri ini semua berasal dari hukum buatan manusia yang mudah sekali diotak-atik sesuai kepentingan.
Dengan begitu jelas bahwa sistem hukum di negeri ini bermasalah dan tidak mampu menyelesaikan akar permasalahannya. Maka sudah selayaknya sistem yang rusak ini diganti dengan sistem yang berasal dari Yang Maha Mengetahui, yaitu Allah Swt..
Sistem inilah yang akan menyelesaikan seluruh problematik umat manusia, termasuk sistem hukum dan peradilan. Solusi yang menyentuh akar permasalahan hanya ada pada sistem syariat Islam.
Sistem Hukum dalam Islam
Kejahatan bukanlah sesuatu yang bersifat fitri pada diri manusia. Kejahatan juga bukan profesi yang diusahakan manusia.
Menurut Islam, kejahatan adalah perbuatan-perbuatan yang dicela oleh As-Syari' yakni Allah Swt.. Suatu perbuatan tidak dianggap sebagai kejahatan kecuali ditetapkan oleh syarak bahwa perbuatan itu tercela.
Islam memiliki hukuman yang tegas dalam memberantas kejahatan. Dalam pandangan Islam, keamanan dan perlindungan jiwa manusia adalah hal yang utama. Tidak ada kata kompromi terhadap pelaku kejahatan. Hukum pun tidak dapat diperjualbelikan.
Sistem sanksi dalam Islam disebut dengan uqubat. Sistem saksi ini berfungsi untuk mencegah manusia dari tindakan kejahatan atau disebut zawajir dan penebus sanksi di akhirat atau disebut jawabir.
Allah Swt. berfirman:
"Dan dalam (hukum) qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa." (TQS. Al-Baqarah (2): 179)
Negara akan melakukan tindakan preventif agar kejahatan bisa ditekan, yaitu dengan menutup semua celah yang dapat menimbulkan tindakan kejahatan.
Ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan negara yang berasaskan Islam. Tiga pilar yang akan menjaga dan menerapkan hukum sehingga tingkat kejahatan dapat diminimalisir bahkan dihilangkan.
Semua itu hanya dapat diterapkan dalam sebuah institusi negara yang menerapkan syariat Islam secara total, yaitu Daulah Islamiah. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]