Bansos di Tengah Kesulitan Hidup, Solusikah?
OpiniPenyaluran bansos di negeri ini
sebenarnya sudah menuai banyak persoalan
_________________________
Penulis Rukmini
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pemerintah Desa Sukawening Kecamatan Ciwidey, melaksanakan penyaluran BLT Dana Desa Tahap III (Juli-September) tahun 2024, penerima Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD) sejumlah 100 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) disalurkan langsung Rp300.000/bulan.
Penyaluran BLT DD Tahap III ini adalah bagian dari upaya pemerintah Desa Sukawening dalam mendukung kesejahteraan masyarakat desa, khususnya mereka yang tergolong Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Hamdani Sukmana selaku Kepala Desa menegaskan kepada masyarakat yang menerima BLT DD agar memaksimalkan penggunaan bantuan tersebut. Diharapkan dengan adanya bantuan ini dapat meringankan beban ekonomi masyarakat sehingga dapat meningkatkan taraf hidup dan memberikan dampak yang positif bagi kesejahteraan masyarakat. (MediaKasasi, 11-12-2024)
Konsep Bantuan ala Kapitalis
Konsep BLT baik dari dana desa atau bukan, menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam melayani rakyat karena segmentasi penerimanya terbatas dan jumlah yang diberikan tidak mencukupi enam kebutuhan pokok tersebut yakni Rp300.000/bulan. Jika dihitung kira-kira tidak akan cukup di tengah inflasi dan harga sembako yang tinggi. Istilah bantuan juga tidak tepat karena pemerintah bukan membantu, tapi meri'ayah (melayani).
Penyaluran bansos di negeri ini sebenarnya sudah menuai banyak persoalan, mulai dari tidak semua warga miskin mendapat bantuan, penerima bantuan tidak tepat sasaran, kondisi bantuan tidak layak, adanya penyunatan dana bantuan, politisasi bansos, korupsi bansos, dan lain-lain, kondisi ini menjadikan dugaan manipulasi data tidak bisa disingkirkan.
Berbagai persoalan bantuan sosial di negeri ini sejatinya menggambarkan abainya negara dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok warga negaranya. Lepasnya tanggung jawab negara dalam mengurusi urusan rakyatnya adalah perkara mutlak dalam sistem demokrasi-kapitalisme karena penguasa dalam sistem ini terpilih melalui proses demokrasi yang mahal sehingga mereka mengandalkan para pemilik modal.
Maka tidak heran meski dipilih oleh rakyat, tetapi kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan saat berkuasa sarat dengan keberpihakan pada korporasi atau pemilik modal. Apalagi prinsip kepemimpinan dalam sistem demokrasi adalah meraih keuntungan sebesar-besarnya dengan meraih kekuasaan setinggi-tingginya. Kepemimpinan seperti ini tentu hanya akan menyengsarakan rakyat.
Adanya bantuan sosial yang selama ini dianggarkan pemerintah diduga kuat hanya untuk membuat rakyat tetap bisa bertahan hidup agar tetap berdaya secara ekonomi. Semua ini lagi-lagi hanya untuk memenuhi keserakahan para pemilik modal.
Sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme sejatinya merupakan sistem batil yang berasaskan sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan sehingga tak heran aturan Allah Swt. dalam mengatur kehidupan dengan sempurna pun diabaikan.
Sistem ini pun telah meletakkan makna kebahagiaan sebagai kenikmatan dan kesenangan materi sebesar-besarnya. Oleh karena itu, siapa pun yang menjadi pemimpin dalam sistem demokrasi-kapitalisme maka kebijakannya dipastikan abai terhadap pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya. Kemiskinan dan kelaparan pun akan tetap eksis dalam sistem ini, demikian pula dengan kesejahteraan akan jadi mimpi bagi masyarakat.
Aturan Islam Menyejahterakan Masyarakat
Kondisi berbeda tentu akan kita temukan dalam sistem Islam. Islam telah menetapkan bahwa negara bertanggung jawab dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat berupa pangan, sandang, dan papan.
Demikian pula pelayanan berupa kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam HR. Imam Bukhari yang artinya:
"Imam (khalifah) adalah pengurus (raa'in) dan dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya."
Dalam sistem Islam, negara wajib peduli terhadap nasib rakyatnya. Bahkan negara harus menjamin kesejahteraan rakyatnya individu per individu dengan berbagai mekanisme. Jaminan yang diberikan negara harus dengan kualitas terbaik dan kuantitas memadai, mekanisme ini telah ditetapkan oleh syariat Islam. Salah satu sebab yang bisa menjamin warga negara untuk tetap bisa menyambung hidup adalah dengan bekerja. Oleh karena itu, negara wajib membuka lapangan pekerjaan yang luas bagi para pencari nafkah.
Penerapan sistem ekonomi Islam akan menjadikan negara mampu menyediakan hal tersebut. Salah satunya adalah pengaturan kepemilikan umum memastikan SDA yang tak bisa dimanfaatkan secara langsung oleh rakyat, dikelola oleh negara. Alhasil, negara akan memiliki industri dengan jumlah yang melimpah dan membutuhkan tenaga ahli yang terampil dalam jumlah yang besar.
Namun, apabila orang tersebut tidak mampu bekerja atau tidak kuasa bekerja karena sakit, terlampau tua, maka hidupnya wajib ditanggung oleh orang yang diwajibkan oleh syarak untuk menanggung nafkahnya.
Apabila orang yang wajib menanggung nafkahnya tidak ada ataupun ada namun tidak mampu menanggung nafkahnya, maka nafkah orang tersebut wajib ditanggung oleh Baitulmal atau negara.
Bantuan tersebut adalah bantuan yang layak dan mencukupi, serta diberikan negara hingga akhir hayatnya atau hingga ia mampu menanggung sendiri nafkahnya. Di samping itu, dia juga mempunyai hak lain di Baitulmal yakni zakat.
Demikianlah mekanisme negara Islam dalam memenuhi kebutuhan seluruh warga negaranya tanpa kecuali. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]