Alt Title

Dilema Magang Kapitalisme: Antara Keterampilan dan Eksploitasi

Dilema Magang Kapitalisme: Antara Keterampilan dan Eksploitasi

 


Dalam sistem pendidikan sekuler

potensi mahasiswa sering kali dibajak untuk kepentingan industri

_________________________


KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Perdagangan manusia adalah masalah serius yang terus mengancam, termasuk di Indonesia. 


Dalam sebulan terakhir, terdapat 397 kasus dengan 482 tersangka dan 904 korban yang diselamatkan. Hal ini diungkap Kabareskrim Komjen Wahyu Widada dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat. (tirto.id, 22-11-2024)


Melansir Beritasatu.com, kasus perdagangan manusia kembali terjadi dan melibatkan 77 mahasiswa di Kota Makassar yang diungkap Polda Sulawesi Selatan, Jumat (22/11/2024). Diduga para korban dijerat melalui program kerja musim liburan atau Ferienjob di Jerman. 


Program Ferienjob sendiri diketahui merupakan program di Jerman yang mempekerjakan mahasiswa pada waktu libur kuliah pada Oktober, November, dan Desember. Salah satu perusahaan bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi, termasuk kampus di Makassar untuk merekrut dan membawa mahasiswa untuk dipekerjakan di Jerman.


Lemahnya Perlindungan dan Pengawasan


Di tengah hiruk pikuk dunia pendidikan, kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menjerat mahasiswa berkedok magang acapkali terjadi di negeri ini, tetapi lemahnya sistem perlindungan dan belum adanya regulasi yang mampu melindungi mahasiswa membuka peluang besar terjadinya kasus-kasus serupa. Hal ini didukung pula oleh penerapan sistem pendidikan ala kapitalis, di mana orientasi negara hanya mempersiapkan peserta didik sebagai tenaga kerja untuk terjun di dunia kerja.


Di satu sisi, konsep link and match antara perguruan tinggi dan perusahaan tampak menjanjikan. Tujuannya adalah untuk memastikan lulusan siap menghadapi tuntutan industri, mengasah kecerdasan dan keterampilan mereka agar sesuai dengan kebutuhan pasar.


Namun, di balik itu, banyak perusahaan yang memanfaatkan situasi ini untuk menjadikan mahasiswa sebagai tenaga kerja murah atau bahkan tanpa imbalan sama sekali. Dengan dalih memberikan pengalaman, mereka menjerat mahasiswa.


Semua ini terjadi akibat lemahnya perlindungan dan pengawasan negara terhadap kerja sama kampus dan perusahaan. Tanpa regulasi yang kuat, mahasiswa rentan menjadi korban eksploitasi.


Mereka seharusnya diakui sebagai aset berharga, tetapi sering kali justru diperlakukan sebagai alat untuk meraih keuntungan segelintir orang. Dalam sistem pendidikan sekuler, potensi mahasiswa sering kali dibajak untuk kepentingan industri, menghilangkan peran mereka sebagai agen perubahan yang seharusnya membangun peradaban.


Ironisnya, negara yang seharusnya menjadi pelindung justru terkesan absen. Tanggung jawab untuk menjaga kesejahteraan rakyat, termasuk mahasiswa, tampak terabaikan. Pendidikan yang seharusnya menjadi jalan menuju masa depan yang cerah, malah sering kali berputar di sekitar kepentingan ekonomi semata.


Perlindungan dalam Sistem Islam


Sebaliknya, Islam menawarkan pandangan berbeda tentang pendidikan. Dalam pandangan Islam, pendidikan bertujuan membentuk kepribadian generasi yang unggul dalam agama dan kehidupan, sehingga dapat berkontribusi pada penerapan Islam secara menyeluruh. Daulah Islam sebagai model pemerintahan Islam bertanggung jawab penuh atas tercapainya tujuan pendidikan, termasuk penyediaan sarana prasarana, kurikulum, dan jaminan pendidikan berkualitas tanpa biaya.


Selain itu, sistem ekonomi Islam juga mendukung pendidikan gratis dan berkualitas tanpa bergantung pada perusahaan. Magang dalam sistem Islam juga tetap diadakan, tetapi dalam pengawasan negara untuk memastikan tidak ada eksploitasi.


Dengan demikian, potensi generasi muda termasuk mahasiswa, diarahkan untuk membangun peradaban yang mulia tanpa terjebak dalam praktik eksploitasi seperti yang terjadi dalam sistem kapitalis. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]


Agnes Aljanah

Aktivis Kampus