Alt Title

Eksploitasi Berkedok Magang

Eksploitasi Berkedok Magang

 


Program 'Merdeka Belajar Kampus Merdeka' 

adalah melalui tahap magang yang bisa dilakukan pada masa liburan

_________________________


Penulis Nur Arofah

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah Jagakarsa


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Magang mahasiswa seharusnya menjadi sarana pengembangan kemampuan dan pengalaman kerja yang berharga.


Namun, kenyataannya menunjukkan bahwa banyak program magang berubah menjadi ajang eksploitasi berkedok magang, terutama bagi mahasiswa yang rentan TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang).


Dilansir (beritasatu.com, 23-11-2024) Polda Sulawesi Selatan kota Makassar telah mengungkap kasus TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang), ada sejumlah 77 mahasiswa yang menjadi korban program magang. Istilah yang digunakan yaitu program kerja musim liburan, atau disebut sebagai  'ferienjob' di Jerman.


Awal program kerja mahasiswa masa liburan (ferienjob) ini hanya untuk di Jerman, namun salah satu perusahaan di Jerman menginisiasi kerjasama dengan beberapa perguruan tinggi di Indonesia pada masa liburan yaitu Oktober, November dan Desember, di sana ditawarkan pekerjaan yang sesuai program bidang studi dan akan mendapatkan nilai 20 SKS. Namun, pada kenyataannya ekspektasi tidak sesuai harapan, mereka menjadi tenaga buruh kasar.


Eksploitasi Upah dan Jam Kerja


Korban mahasiswa magang beberapa perguruan tinggi yang masuk seleksi 'ferienjob' wajib membayar Rp 150 ribu ke rekening PT. CVGEN, serta 150 Euro (sekitar Rp2,5 juta) dengan dalih pembuatan letter of acceptance (LOA) yang ditujukan ke PT. SHB.


Tidak sampai di situ, setelah LOA terbit, para mahasiswa dipaksa membayar biaya pembuatan working permit atau aproval otoritas Jerman sebesar 200 Euro (sekitar Rp3 juta). Korban juga dibebankan dana talangan sejumlah Rp30-50 juta yang mana pengembalian dana tersebut dilakukan dengan memotong upah kerja bulanan.


Terungkapnya TPPO ini atas pengaduan mahasiswa yang datang ke KBRI Jerman, dan ini bukan yang pertama kali, sebelumnya diberitakan salah satu politeknik di Sumatra Barat (Sumbar) kedapatan terlibat dalam praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO), dengan program magang ke Jepang. Korban bekerja di sebuah perusahaan sebagai buruh, dengan jam kerja 14 jam yakni mulai pukul 08:00-22:00 dilakukan selama sepekan tanpa libur. Upah yang dberikan 50.000 yen setara Rp5 juta per bulan, namun korban diharuskan memberi dana kontribusi ke kampus sebesar 17.500 yen atau Rp2 juta per bulan. (kompas.com, 28-6-2023)


Berharap pada Sistem Pendidikan Kapitalisme adalah Mimpi


Harapan bagi mahasiswa ketika selesai menempuh pendidikan adalah mampu mengamalkan ilmunya sesuai dengan jurusan yang ditempuhnya, dan mereka bisa langsung mendapatkan pekerjaan dimana 'skill' mereka terasah tentu mereka juga berharap mendapatkan penghasilan.


Sebelum mahasiswa benar-benar lulus tahapan yang harus dilalui dari program 'Merdeka Belajar Kampus Merdeka' adalah melalui tahap magang yang bisa dilakukan pada masa liburan.


Faktanya akses pendidikan yang terbatas dan tidak terstruktur dalam program magang menjadi penghambat proses belajar mahasiswa dan kelanjutan studinya di luar negeri, karena mereka tidak menerima studi praktik SKS yang menjadi tujuan aplikasi dari studi jurusan mereka.


Dampak psikologis mahasiswa korban magang bermunculan yakni stres, kecemasan, gangguan mental dan kemungkinan dihantui utang tersebab upah yang diterima tidak mencukupi kebutuhan harian selama di luar negeri karena dipotong oleh agen di Indonesia. Berharap pada sistem pendidikan kapitalisme adalah mimpi, sebab orientasinya adalah materi semata.


Sistem Pendidikan Buruk, Hasil Penerapan Kapitalisme


Sistem ekonomi kapitalisme memengaruhi sistem pendidikan karena menekankan efisiensi dan 'profit' yang membudayakan eksploitasi dunia kerja bagi mahasiswa.


Pengawasan dan regulasi pemerintah yang kurang, memungkinkan praktik ekploitasi berulang. Dalam magang mahasiswa ingin punya pengalaman yang bisa menjadi referensi dalam dunia kerja, namun bagi perusahaan hal ini menjadi berkah jika menerima mahasiswa magang yang mereka diuntungkan untuk tidak perlu memberi upah yang tinggi dengan jam kerja yang panjang.


Pemerintah harus memberikan pengaturan dan pengawasan program magang untuk lebih ketat dan terstruktur, menyadarkan masyarakat bahaya eksploitasi dan pentingnya melindungi hak-hak mahasiswa magang. Memberikan perlindungan hukum bagi korban, bekerja sama dengan masyarakat sipil memantau pergerakan dan melaporkan kasus yang terindikasi pada TPPO.


Syariat Islam Membawa Risalah yang Sempurna


Syariat Islam datang dari Allah taala membawa risalah yang sempurna, satu-satunya yang berhak membuat hukum bagi pengaturan kehidupan. Seluruh perkara berupa ekonomi, sosial, politik dan pendidikan.


Dalam hal pendidikan, sistem pendidikan Islam menghasilkan generasi berkepribadian Islami, menguasai tsaqafah, ilmu terapan dan teknologi. Hal ini bertolak belakang dengan sistem pendidikan saat ini yang mengadopsi kapitalisme, yang tujuan belajarnya untuk bekerja agar mampu meraih pundi-pundi materi untuk kebutuhan hidup sehingga arahnya bagaimana bisa bersaing di dunia kerja.


Pendidikan adalah Kebutuhan Pokok dalam Islam


Islam memandang pendidikan adalah kebutuhan pokok tiap individu rakyat, ilmu kedudukannya sangat penting untuk menciptakan generasi cerdas, tangguh dan pencapaian tertinggi yakni meraih rida Allah taala.


Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam: "Barang siapa yang menelusuri jalan untuk mencari ilmu padanya, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga." (HR. Muslim)


Islam menjadikan penguasa atau negara sebagai ra'in (pengurus) yang bertanggung jawab untuk semua urusan rakyat termasuk pendidikan, khalifah akan memastikan kurikulum pendidikan berdasar akidah Islam.


Generasi yang menuntut ilmu punya tujuan yang benar dengan ketakwaan, mereka tidak akan terpedaya dengan materi. Anak didik akan mampu menangkal segala praktik penipuan maupun kecurangan dalam akad dan lainnya.


Khalifah akan mengawasi sekolah atau kampus dalam urusan tiap anak didik, tidak memberi ruang adanya tindakan eksploitasi atau kriminalitas lain karena akan memberikan sanksi tegas.


Negara pun akan memfasilitasi dan berupaya untuk memberikan lapangan pekerjaan anak didik yang telah lulus di dalam negeri, menggali potensi mereka untuk kemajuan bangsa dengan menghadirkan fasilitas teknologi sehingga mereka mampu untuk mengembangkan teknologi terbarukan.


Tidakkah kita rindu penerapan syariat kafah yang jelas memberikan kebaikan untuk manusia dalam institusi negara? Wallahualam bissawab. [SM/MKC]