Fatamorgana Rumah bagi Kaum Milenial
Opini
Dalam negara Islam, sumber pembiayaan pembangunan perumahan
diambil dari kas negara atau Baitulmal
_______________________
Penulis Cucu Juariah
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Rumah merupakan kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh setiap manusia.
Namun bagi warga Indonesia, terutama kaum milenial yang saat ini berusia sekitar 30 sampai 40 tahun, untuk memiliki rumah seakan-akan hanya sebuah fatamorgana saja. UMR yang berkisar 3 sampai 4 juta rupiah, tentu sangat sulit untuk menjangkau harga rumah yang umumnya berada di angka ratusan juta rupiah.
Berdasarkan data PUPR (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) tahun 2023, 12,7 juta orang Indonesia tak punya rumah. Setiap tahun jumlahnya bertambah 740.000 orang. Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Fahri Hamzah mengatakan Pemerintah sedang menyiapkan insentif untuk sektor perumahan.
Akan tetapi, saat ditanya insentif apa yang akan diberikan, Fahri masih merahasiakan skema apa yang akan diberikan oleh pemerintah. Ia meminta supaya menunggu pengumuman dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada pekan depan. (detik.com)
Lagu Lama
Sebenarnya sudah banyak "skema" yang dilakukan pemerintah, bahkan sejak rezim terdahulu. Pemerintah setidaknya telah menyiapkan lima skema subsidi KPR (Kredit Kepemilikan Rumah), yaitu Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Program Satu Juta Rumah, Program Kredit Kepemilikan Rumah Subsidi Selisih Bunga (KPR SSB), Program Subsidi Uang Muka, Program Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), dan Program Rent to Own (RtO).
Hanya saja faktanya usaha pemerintah tersebut tidak berorientasi agar setiap warganya memiliki rumah. Tetapi, menjadikan situasi ini sebagai lahan bisnis yang menguntungkan, yaitu menyediakan perumahan untuk dijual. Suntikan dana yang besarnya triliunan disalurkan pada pengembang, bukan pada rakyat. Jika dana tersebut langsung diberikan, tentu akan lebih membantu menyelesaikan persoalan masyarakat.
Akan tetapi, pemerintahan yang bersistem demokrasi-kapitalisme seperti ini memang pada dasarnya mengharamkan fasilitas gratis bagi rakyatnya. Lebih buruknya lagi, pemerintah dalam hal ini bekerja sama atau bahkan menyerahkan proyek perumahan rakyat pada pihak swasta.
Tentunya, setelah berpindah pada pihak swasta, orientasinya akan semakin pada profit. Oleh sebab itu, wajar jika kita menemukan hanya segelintir orang memiliki banyak rumah. Sementara, jutaan orang lainnya tak memiliki rumah.
Keadilan Tidaklah Seperti Itu
Keberadaan pemimpin atau penguasa pada suatu negeri, bukan berarti mereka menguasai semua sumber daya yang ada di atasnya, kemudian mengomersilkan pada rakyatnya. Pasalnya, apa yang ada di negeri tersebut sebenarnya kepemilikan umum dan milik semua orang, bukan milik penguasa.
Pemerintah berhak mengatur agar setiap hal bisa diserahkan pada yang berhak. Bukan berusaha menguasai segala sesuatu lalu dijual pada pihak swasta atau asing untuk keuntungan pribadi dan kelompoknya saja. Indonesia dari luas dan kekayaan sumber daya alamnya tentu mampu mencukupi 282 juta warganya. Tetapi, akan kurang bagi beberapa mulut yang serakah.
Jadi permasalahannya jelas bukan pada tidak ada, tapi karena banyak hak rakyat yang tidak tersampaikan sebagaimana mestinya. Inilah dampak diterapkannya ekonomi demokrasi-kapitalisme, menjadikan pemerintah dengan mudahnya berlepas tangan dalam memenuhi kebutuhan rumah bagi rakyatnya.
Keadilan Hanya Ada pada Islam
Negara yang berasaskan Islam akan menjadikan seluruh kebijakan dibuat semata untuk kemaslahatan rakyat, termasuk kebutuhan perumahan rakyatnya. Tentu berbeda antara menyediakan untuk dikomersilkan, dengan menyediakan dan memastikan setiap individu warganya dapat memilikinya dengan mudah.
Rasulullah saw. bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, “Imam adalah pelayan dan ia bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya".
Rasulullah saw. mencontohkan kepada kita saat awal mula berhijrah dari Makkah ke Madinah. Rasulullah saw. yang merupakan kepala negara saat itu dibantu dengan para muawinnya, mengurusi tempat tinggal kaum muhajirin di Madinah. Rasulullah saw. langsung mengurusi kebutuhan pokok rakyatnya secara langsung. Karena kaum muhajirin berhijrah tanpa membawa harta.
Dalam negara Islam, sumber pembiayaan pembangunan perumahan diambil dari kas negara atau Baitulmal dan pembiayaan ini bersifat mutlak. Dengan kata lain, jika kas negara kosong, sementara masih banyak rakyat yang tidak memiliki rumah, negara diperbolehkan untuk menarik pajak dari kaum aghniya (orang-orang kaya) saja. Akan tetapi, bersifat temporer atau sementara. Jadi, pungutan akan dihentikan setelah permasalahan ini selesai.
Selain itu, disyaratkan agar negara tidak mengambil pembiayaan ini dari utang luar negeri. Selain haram karena mengandung riba, hal demikian juga akan menyebabkan kemadaratan. Sudah kita ketahui bersama bahwa utang luar negeri adalah alat penjajahan ekonomi negara makmur terhadap negara miskin.
Lagi pula, kondisi kas negara kosong kemungkinan akan sangat jarang terjadi apalagi untuk negeri seperti Indonesia ini sebab Baitulmal memiliki sumber pemasukan yang melimpah salah satunya dari pengelolaan SDA.
Sistem pemerintahan Islam mengharamkan kepemilikan SDA yang melimpah oleh swasta apalagi asing. Hanya negara yang diperbolehkan untuk mengelolanya. Lalu, hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat sebagai pemilik sahnya.
Penutup
Allah Swt. telah memuliakan manusia dengan Islam. Memudahkannya agar tidak satu pun manusia dibiarkan menzalimi manusia lainnya, termasuk kezaliman pemimpin terhadap rakyatnya.
Sudah saatnya bagi kita untuk menerapkan sistem pemerintahan Islam, bukan sistem pemerintahan demokrasi. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]