Generasi Sadis, Buah Penerapan Sistem Sekuler
Opini
Penerapan sistem sekuler
menciptakan masyarakat yang permisif terhadap kekerasan
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Peristiwa tragis yang terjadi pada Sabtu (30/11/2024) di salah satu perumahan di Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan menggemparkan masyarakat.
Seorang anak berusia 14 tahun menjadi pelaku pembunuhan terhadap ayah dan neneknya, serta melakukan penikaman terhadap ibu kandungnya menggunakan sebilah pisau. Ironisnya, pelaku dikenal sebagai anak yang pendiam, patuh, dan ramah kepada tetangga.
Pihak sekolah pun menggambarkan pelaku sebagai siswa cerdas yang tidak menunjukkan perilaku negatif atau gejala mencurigakan selama masa belajarnya. Hingga kini, polisi belum dapat mengungkap alasan pasti di balik tindakan kejam tersebut. (beritasatu.com, 01-12-2024)
Kebobrokan Sistem Kehidupan
Kasus pembunuhan oleh anak terhadap orang tua bukanlah insiden tunggal, melainkan bagian dari fenomena yang semakin mengkhawatirkan. Fenomena ini bukan semata-mata persoalan individu, melainkan mencerminkan kegagalan sistemik yang lebih luas.
Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan serta menjadi dasar tata kehidupan masyarakat saat ini secara fundamental mengabaikan nilai-nilai moral dan spiritual sehingga memberikan kontribusi besar terhadap rusaknya karakter generasi.
Dalam sistem sekuler, nilai-nilai moral dan spiritual cenderung dikesampingkan, sementara fokus utama diarahkan pada materialisme dan individualisme. Penerapan sistem sekuler menciptakan masyarakat yang permisif terhadap kekerasan.
Media yang seharusnya menjadi sarana edukasi, justru dipenuhi dengan tayangan yang menormalisasi perilaku kasar dan tidak bermoral. Akibatnya, anak-anak dan remaja yang terpapar terus-menerus pada konten semacam ini cenderung meniru perilaku tersebut, menjadikan kekerasan sebagai solusi atas konflik atau tekanan emosional yang mereka alami.
Salah satu dampak nyata dari penerapan sistem sekuler adalah rusaknya institusi keluarga. Sistem ini menciptakan pola pikir yang menilai kesuksesan hanya berdasarkan pencapaian materi dan status sosial sehingga banyak orang tua yang terlalu sibuk mengejar karir dan mengabaikan kebutuhan emosional anak-anaknya.
Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan seperti ini sering kali merasa terabaikan, kehilangan bimbingan, dan tidak memiliki kedekatan emosional dengan keluarganya. Hal ini menjadi salah satu faktor yang memicu perilaku destruktif pada anak, termasuk tindakan kekerasan.
Kegagalan Sistem Sekuler
Akibatnya, hubungan sosial menjadi renggang, pola asuh keluarga terabaikan, dan masyarakat secara umum menjadi lebih permisif terhadap kekerasan. Lingkungan yang didominasi oleh konten media yang sarat dengan kekerasan juga semakin memperburuk keadaan. Menjadikan kekerasan sebagai sesuatu yang biasa dan dapat diterima.
Lebih jauh, sistem pendidikan yang ada saat ini terlalu berfokus pada pencapaian akademik semata tanpa memperhatikan aspek pembentukan karakter dan kesehatan mental. Pendidikan dalam sistem sekuler lebih mengutamakan prestasi akademik daripada pembentukan karakter.
Anak-anak dibebani dengan tekanan untuk mencapai target nilai, sementara aspek spiritual dan moral hampir tidak mendapat perhatian. Akibatnya, generasi yang dihasilkan memiliki kecerdasan intelektual, tetapi minim kecerdasan emosional dan moral sehingga mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif. Namun, akar masalah ini bukan hanya terletak pada individu atau institusi pendidikan semata.
Negara memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk sistem yang mampu mendukung pembinaan generasi berkualitas. Kegagalan negara dalam menjalankan fungsi ini menjadi salah satu penyebab utama munculnya generasi yang kehilangan arah. Ketika negara tidak mampu menciptakan lingkungan sosial yang sehat, memberikan pendidikan yang holistik, atau mengawasi konten yang dikonsumsi masyarakat, maka generasi muda yang tumbuh di bawah sistem tersebut cenderung rapuh dan rentan terhadap perilaku destruktif.
Dengan semua dampak tersebut, tidak mengherankan jika generasi yang lahir dalam sistem sekuler cenderung kehilangan arah. Mereka tumbuh di tengah masyarakat yang individualistis, tanpa pedoman moral yang kuat, dan terpapar pada budaya kekerasan yang meluas.
Butuh Solusi Islam!
Melihat kompleksitas masalah ini, solusi yang diperlukan haruslah menyeluruh dan menyentuh akar permasalahan. Salah satu langkah mendasar adalah dengan mengganti sistem sekuler yang terbukti gagal dengan sistem berbasis Islam yang telah terbukti mampu menciptakan peradaban yang mulia. Sistem Islam memiliki pendekatan yang komprehensif dalam membangun generasi berkualitas.
Dalam Islam, negara berperan sebagai pelindung dan pembimbing masyarakat. Tugas ini diwujudkan melalui berbagai mekanisme, salah satunya adalah sistem pendidikan yang berlandaskan akidah Islam. Pendidikan dalam Islam tidak hanya bertujuan untuk mencetak individu yang cerdas secara akademik, tetapi juga membentuk pribadi yang beriman, bertakwa, dan memiliki akhlak mulia. Nilai-nilai ini ditanamkan sejak dini sehingga anak-anak tidak hanya dibekali dengan pengetahuan, tetapi juga kemampuan untuk memahami dan menerapkan nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari.
Negara juga bertanggung jawab dalam menciptakan lingkungan sosial yang kondusif untuk pertumbuhan karakter yang baik. Pengawasan terhadap media dan konten yang dikonsumsi oleh masyarakat menjadi bagian penting dari upaya ini. Dengan memastikan bahwa masyarakat terpapar pada nilai-nilai positif dan tidak terjebak dalam budaya kekerasan, negara dapat membantu membentuk masyarakat yang lebih harmonis.
Sejarah telah membuktikan bahwa penerapan Islam melahirkan banyak tokoh cemerlang yang tidak hanya ahli dalam ilmu pengetahuan, tetapi juga memiliki kepribadian yang mulia. Sosok seperti Ibnu Sina, Al-Khwarizmi, dan Imam Syafi’i adalah contoh dari generasi yang lahir dari sistem yang berlandaskan Islam.
Sistem sekuler yang merusak fitrah manusia harus diganti dengan sistem yang sesuai dengan tuntunan Ilahi agar masyarakat kembali hidup dalam kedamaian dan harmoni.
Dengan menerapkan Islam secara menyeluruh, masyarakat tidak hanya akan terhindar dari berbagai fenomena sosial yang merusak, tetapi juga mampu membangun generasi yang tangguh, berkualitas, dan memiliki visi hidup yang jelas. Generasi seperti ini tidak hanya akan terbebas dari perilaku destruktif, tetapi juga mampu menjadi pemimpin yang membawa perubahan positif bagi dunia. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]