Alt Title

Maraknya Jual Beli Bayi, Umat Butuh Kepemimpinan Islami

Maraknya Jual Beli Bayi, Umat Butuh Kepemimpinan Islami

 


Negara harus bertanggung jawab

dalam menyelesaikan akar permasalahannya


______________________


Penulis Rita Yusnita

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Kelahiran anak memang sangat dinantikan oleh setiap pasangan yang sudah menikah.


Namun, faktanya takdir setiap manusia berbeda. Ada yang mudah diberi keturunan, ada juga yang lama menunggu sampai akhirnya diberi keturunan. Bahkan mungkin ada pasangan yang sudah menikah lama namun belum diberi keturunan.


Hal inilah yang terkadang membuat manusia menempuh jalan yang salah. Ingin segera memiliki keturunan, tapi tidak mau bersabar menjalaninya hingga nekat membeli bayi sebagai jalan pintas. Kesempatan ini diambil oleh segelintir orang untuk melakukan kejahatan yaitu adanya praktik jual beli bayi. 


Baru-baru ini, Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Daerah Istimewa Yogyakarta menangkap dua oknum bidan berinisial JE (44 tahun) dan DM (77 tahun). Keduanya menjadi tersangka sebagai pelaku jual beli bayi di sebuah rumah bersalin di Kota Yogyakarta. Menurut Direktur Ditreskrimum Polda DIY, Kombes FX Endradi saat konferensi pers di Mapolda DIY, Sleman, DI Yogyakarta mengatakan bahwa kedua tersangka sudah menjalankan praktiknya sejak lama.


Dari kurun waktu 2015 hingga tertangkap tangan pada 4 Desember 2024, mereka sudah menjual bayi sebanyak 66 bayi terdiri dari 28 bayi laki-laki dan 36 bayi perempuan. Setelah diselidiki, bayi-bayi ini dijual senilai Rp55 juta hingga Rp65 juta untuk bayi perempuan. Sedangkan untuk bayi laki-laki dijual Rp65 juta sampai Rp85 juta dengan modus sebagai biaya persalinan. (Republika.com, 12-12-2024)


Terbongkarnya kasus ini bermula dari sebuah informasi mengenai adanya penjualan atau perdagangan bayi di wilayah Kota Yogyakarta. Setelah diselidiki, polisi menemukan indikasi kesepakatan pembelian bayi perempuan pada 2 Desember 2024 senilai Rp55 juta dengan DP senilai Rp3 juta berdasarkan penelusuran dari nomor rekening tersangka.


Dua tersangka ini menjalankan aksinya dengan modus menerima penyerahan atau perawatan bayi lewat rumah bersalin tempat mereka praktik yakni Rumah Bersalin Sarbini Dewi, daerah Tegalrejo, Kota Yogyakarta.


Menurut data yang dilansir CNN Indonesia pada Sabtu, (14-12-2024), selain menawarkan jasa menerima dan merawat bayi bagi pasangan yang tidak menginginkan anaknya, mereka biasanya mencari calon pengadopsi anak. Setelah itu mereka akan membantu proses adopsi secara legal untuk bayi-bayi yang mereka jual. Dari dokumen yang ditemukan, terungkap para pengadopsi berasal dari berbagai daerah. Selain Yogyakarta dan sekitarnya, ada pula Surabaya, Bali, NTT, hingga Papua.  


Menurut Wadir Reskrimum Polda DIY AKBP K Tri Panungko menyebut bahwa para orang tua yang menyerahkan bayinya kepada kedua tersangka tadi mengetahui jika anak mereka dijual kepada orang lain. Intinya mereka memang berniat untuk menjual bayinya melalui perantara kedua tersangka itu. Atas kejahatannya, kedua pelaku dijerat dengan Pasal 83 dan Pasal 76 F UU Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp300 juta. 


Berulangnya Kasus Jual Beli Bayi, Bukti Sistem Tidak Mumpuni


Kasus jual beli bayi bukan kali ini saja terjadi. Hal ini menunjukkan adanya problem sistematis yang tidak akan selesai jika hanya mengandalkan solusi yang pragmatis. Beberapa faktor bisa jadi pemicu kenapa kasus ini berulang terjadi di antaranya, pertama, masalah ekonomi atau kemiskinan. Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik), presentase penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2024 adalah sebesar 9,03 persen. Jadi sekitar 25,22 juta orang hidup dalam garis kemiskinan. (www.bps.go.id


Terkadang untuk segelintir orang, berada dalam kondisi miskin sangat menyesakkan sehingga mudah tergiur untuk mendapatkan uang walau dengan cara yang salah. Tak peduli lagi dengan halal dan haram, baik atau buruk, yang penting bagi mereka adalah secepatnya mendapatkan hasil yang besar. 


Kedua, maraknya seks bebas sehingga banyak menimbulkan kehamilan yang tidak diinginkan (KTD). Ketiga, matinya hati nurani sehingga dengan tega memperjual belikan bayi seakan mereka adalah benda mati. Sedangkan yang terakhir adalah, abainya peran negara dalam mengurus rakyat juga “mandulnya” hukum saat ini sehingga tidak bisa menjerakan para pelaku kejahatan. 


Berbagai hal yang terjadi di atas akibat diadopsinya sistem sekuler kapitalistik yang mendewakan materi di atas segalanya. Sedangkan agama hanya dipandang sebagai ibadah ritual saja, bukan aturan yang mesti diterapkan dalam semua aspek kehidupan. Akibatnya, perilaku menjadi bebas, materi menjadi prioritas. Bahkan dalam kasus di atas orang tuanya sendiri yang tega menjual bayinya. Hal ini membuktikan bahwa kemiskinan mampu mematikan hati nurani manusia. 


Saat ini upaya pemerintah dalam hal penindakan secara hukum belum mampu mengatasi kasus ini secara maksimal. Penindakan dengan UU Perlindungan Anak akan menutup langkah untuk membuka sindikat kejahatan perdagangan bayi dan melalaikan upaya pencegahan. Ketika pelaku ditangkap maka kasus akan dianggap selesai.


Hal ini wajar dalam paradigma sekuler. Dalam sistem ini, norma hukum lebih mengedepankan HAM hingga menggeser norma agama, termasuk Islam. Faktanya, kasus jual beli bayi terus berulang, tapi masyarakat makin jauh dari agamanya. Masyarakat lebih paham akan HAM daripada bicara tentang Islam sehingga lebih mudah melakukan kejahatan. Sangat ironis karena hal ini terjadi di tengah mayoritas muslim. 


Saatnya Kembali ke Sistem yang Sahih, yaitu Islam


Berbagai permasalahan di atas dipicu oleh berbagai masalah kehidupan yang terjadi di masyarakat. Di sini jelas negara harus bertanggung jawab dalam menyelesaikan akar permasalahannya dan menggunakan sistem sanksi yang tegas.


Semua itu terjadi jika negara menerapkan sistem Islam dalam semua aspek kehidupan. Sistem yang akan menerapkan syariat Islam pada individu, masyarakat, dan negara. 


Islam membangun manusia menjadi hamba yang beriman dan bertakwa sehingga semua perbuatannya sesuai dengan hukum syarak. Ini adalah buah penerapan dari sistem pendidikan Islam dan penerapan sistem kehidupan sesuai dengan Islam termasuk dalam sistem pergaulan. Islam telah menetapkan hukum-hukum tertentu yang berkenaan dengan pergaulan, di antaranya: 


Satu, Islam memerintahkan kepada manusia untuk menundukkan pandangan. (QS. An-Nur ayat 30-31)


Dua, Islam memerintahkan kaum wanita untuk mengenakan pakaian secara sempurna, yakni pakaian yang menutup seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan kedua telapak tangannya. (QS. An-Nur ayat 31 dan Al-Ahzab ayat 59)


Tiga, Islam melarang seorang wanita melakukan safar (perjalanan) dari satu tempat ke tempat lain selama perjalanan sehari semalam, kecuali jika disertai mahramnya. Rasulullah saw., bersabda, “Tidak halal seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan perjalanan selama sehari semalam, kecuali disertai mahramnya.” (HR. Muslim)


Empat, Islam melarang pria dan wanita untuk berkhalwat (berduaan) kecuali wanita disertai mahramnya. Rasulullah saw. bersabda., “Janganlah sekali-kali seorang pria dan wanita berkhalwat, kecuali jika wanita itu disertai mahrmnya.” (HR. Bukhari)


Itulah seperangkat aturan yang akan menjaga kehormatan dan keamanan para wanita khususnya muslimah sehingga akan meminimalisir perbuatan yang berujung dosa. Hukum-hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis akan menjamin terealisasinya tujuan syariat, yakni terjaganya agama, akal, jiwa, harta, juga keturunan.


Negara akan menjamin kehidupan ekonomi masyarakat dengan dimudahkannya lapangan pekerjaan sehingga akan mudah bagi setiap individu memenuhi kebutuhan hidupnya. Niscaya tidak akan ada lagi orang-orang yang keji mengorbankan hati nurani demi mendapatkan materi. 


Alhasil, masyarakat akan senantiasa terjamin baik dari segi kesejahteraan maupun keamanannya. Inilah pentingnya kepemimpinan islami yang akan mampu merealisasikan semua hal di atas.


Kepemimpinan yang akan menerapkan hukum-hukum syarak dalam setiap aspek kehidupan. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]