Alt Title

Nasib Petani Terpuruk dalam Kapitalisme

Nasib Petani Terpuruk dalam Kapitalisme

 



Banyaknya masalah dan kemiskinan yang dialami oleh petani

disebabkan oleh kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak sesuai harapan

_________________________


Penulis Lailatul Hidayah

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sebutan negara agraris memang tengah disandang oleh Indonesia karena mayoritas penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian dan memiliki tanah yang subur untuk ditanami berbagai jenis komoditi pertanian.


Seharusnya para petani dapat memanfaatkan potensi tersebut untuk mencukupi bahkan menyejahterakan kehidupannya. Namun kenyataannya tidak demikian, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar mengatakan bahwa, sektor pertanian menjadi penyumbang kemiskinan terbesar di Indonesia. 


Menurut data dari BPS, jumlah penduduk miskin ekstrem yang bekerja di sektor pertanian sebanyak 47,94% dari total penduduk miskin. Hal tersebut dikarenakan para petani saat ini menghadapi berbagai permasalahan. Apa sajakah permasalahan yang tengah mereka hadapi? 


Beberapa Permasalahan di Sektor Pertanian


Alih fungsi lahan di seluruh Indonesia telah mencapai 100.000 hektar pertahun (CNBC Indonesia, 2023) bukannya dihentikan karena merugikan untuk masa depan pertanian mendatang, justru Presiden Joko Widodo telah mengesahkan Undang-Undang yaitu berupa Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2023 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2018 Tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan dalam Rangka Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Nasional (Perpres 78/2023).


Perpres tersebut memang dikhususkan bagi berjalannya Proyek Strategis Nasional (PSN). Petani biasanya mengandalkan pupuk subsidi, karena pupuk nonsubsidi cukup mahal dan sebagian petani tidak dapat menjangkaunya, namun kenyatannya pupuk subsidi yang lebih terjangkau justru seringkali terjadi kelangkaan. 


Kejadian tersebut mendapat respons dari anggota Komisi IV DPR RI Suhardi Duka, ia mengungkapkan bahwa kelangkaan tersebut dikarenakan kesalahan pada pola distribusi dan monopoli. PT Pupuk bahkan diduga adanya kolusi karena dalam distribusinya melibatkan anak perusahaan hingga koperasinya. Masalah pada pola distribusi dan kolusi itulah yang membuat keberadaan pupuk menjadi langka di pasaran, padahal banyak petani yang sedang membutuhkan. (Republika.co.id, 06-03-2024) 


Kementerian Perdagangan telah menerbitkan izin tambahan impor beras 3,6 juta dari yang awalnya 1,6 juta ton untuk melengkapi stok cadangan beras pemerintah (CBP) pada 2024. Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) juga merespons keluarnya izin rekomendasi impor beras ini karena bersamaan dengan panen raya di berbagai daerah. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah justru menambah kesengsaraan petani yang membuat petani menjadi rugi.


Petani Terjebak Kemiskinan Akibat Kapitalisme 


Permasalahan kian kompleks dihadapi oleh para petani saat ini sehingga wajar jika sektor pertanian menjadi penyumbang terbesar kemiskinan di Indonesia. Seakan masalah ini terus saja berulang dan tak menemukan solusi, mungkinkah ada jalan keluarnya?


Jika kita analisa lebih mendalam, ternyata banyaknya masalah dan kemiskinan yang dialami oleh petani, disebabkan oleh kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak sesuai harapan, seperti kebijakan impor, biaya produksi mahal sehingga lagi-lagi petani merugi. 


Belum lagi masalah hama dan penyakit tanaman yang menyerang pertanaman mereka, harga insektisida dan pestisida tidaklah murah, dan membayar buruh tani untuk mengaplikasikan pestisida ke pertanaman juga membutuhkan biaya lagi. 


Kapitalisme yang diterapkan hari inilah yang sebenarnya merupakan akar dari banyaknya persoalan di negeri ini, khususnya dalam sektor pertanian dikarenakan diterapkan kapitalisme yang hanya mementingkan keuntungan bukan pelayanan terhadap rakyatnya. Misal kebijakan impor, hanya menguntungkan pemerintah karena dapat memproduksi dengan harga sangat murah dan dijual kembali pada rakyatnya dengan harga yang mahal. 


Pemerintah juga berpihak kepada para pemilik modal, para pemilik modal dengan bebas memainkan pasar dari mulai hulu hingga ke hilir atau dari produksi hingga pemasaran, sehingga petani kesulitan untk memperoleh keuntungan karena skala usaha dan lahan mereka tidak seberapa dibandingkan para korporasi atau para pemilik modal tersebut. 


Selain itu, mereka punya alat dan teknologi lebih canggih yang memungkinkan mereka mendapat hasil panen yang lebih berkualitas dibandingkan dengan petani kecil. 


Sistem Islam sebagai Jalan Keluar


Sektor pertanian erat kaitannya dengan kebijakan politik, namun politik Islam berbeda dengan politik dalam kapitalisme. Yang hanya berorientasi pada kekuasaan, yang dengan kekuasaan itu dapat mengendalikan harga, sehingga wajar jika hubungan rakyat dan pemimpin dalam kapitalisme adalah hubungan bisnis. 


Di mana kebijakan dibuat hanya mempertimbangkan untung dan rugi bagi pemimpin maupun para pemilik modal di negeri ini. Sedangkan dalam Islam kebijakan yang diterapkan kepada rakyat haruslah berorientasi pada kesejahteraan rakyat karena pemimpin dalam Islam adalah pelayan bagi rakyat. 


Pemimpin dalam Islam tidak dibolehkan mengambil keuntungan harta dari rakyat dalam membuat kebijakan. Pemimpin dalam Islam akan serius mencari solusi dari permasalahan dalam sektor pertanian, program peningkatan produksi, dilakukan dengan intensifikasi dan ekstensifikasi.


Program intensifikasi bertujuan untuk mengoptimalkan hasil pertanian dengan lahan yang telah ada, seperti pemberian pupuk yang berkualitas, pestisida yang ampuh, teknologi, bibit unggul dan bantuan modal, negara akan memfasilitasinya dengan harga murah atau bahkan gratis. 


Sedangkan program ekstensifikasi bertujuan untuk mengoptimalkan hasil pertanian dengan perluasan lahan. Negara akan menjalankan program ini melalui hukum-hukum yang terkait dengan pertanahan.


Negara mendorong rakyat untuk menghidupkan tanah mati sebagaimana hadis riwayat Imam Bukhari, "Siapa saja yang telah menghidupkan sebidang tanah mati, maka tanah itu adalah hak miliknya."


Negara memberikan tanah secara cuma-cuma kepada orang yang mampu dan mau bertani, tetapi tidak memiliki lahan. Negara mendorong orang yang memiliki lahan untuk mengolahnya, jika sampai 3 tahun tidak diolah maka akan diberikan kepada orang yang bersedia mengolahnya.


Ia mengutip perkataan Umar r.a, "Siapa saja yang mengabaikan tanah selama tiga tahun, yang tidak dia kelola, lalu ada orang lain mengelolanya, maka tanah tersebut adalah miliknya.”


Program intensifikasi dalam politik pertanian Islam akan berjalan dengan lancar karena petani tidak akan kesulitan dalam melakukan usaha tani karena akan dibekali modal. Adanya program ekstensifikasi juga akan membuat lahan-lahan yang ada termanfaatkan dan tidak ada masalah kesenjangan kepemilikan lahan antara petani kaya dan miskin. Selain itu, pemimpin dalam Islam tidak akan membiarkan para pemilik modal menguasai sektor hulu hingga hilir. 


Negara juga wajib menyediakan berbagai prasarana yang dapat memudahkan pengangkutan hasil pertanian dengan harga murah. Sedangkan berkaitan dengan ekspor dan impor produk pertanian, negara akan melakukan pengawasan dalam rangka menghindari atau mencegah aktivitas ekspor impor yang merugikan negara dan masyarakat. Seperti membanjirnya produk impor yang merugikan petani atau ekspor besar-besaran yang mengakibatkan kelangkaan dan mahalnya harga di dalam negeri.


Jalan keluar dari permasalahan-permasalahan yang memiskinkan para petani hanya dapat di wujudkan dengan pengaturan Islam. Pengaturan politik pertanian Islam hanya dapat diimplementasikan oleh negara yang menerapkan syariat Islam secara kafah.


Bukan hanya sekadar menaikkan pengetahuan petani terkait cara budidaya, menangani hama penyakit dan panen serta pasca panen, karena untung dan ruginya petani juga dipengaruhi oleh kebijakan politik negara. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]