Alt Title

Pajak Naik, Ekonomi Rakyat Makin Sulit?

Pajak Naik, Ekonomi Rakyat Makin Sulit?

 





Kenaikan PPN adalah salah satu konsekuensi 

dari penerapan sistem kapitalis dalam kehidupan

______________________________


Penulis Dewi Jafar Sidik

Tim Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Keputusan pemerintah untuk memberlakukan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai, 1 Januari 2025 mendapat penolakan dari berbagai kalangan masyarakat. Kebijakan ini dinilai akan menambah beban kehidupan rakyat.


Faisal Basri Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengatakan betapa tidak masuk akalnya rencana pemerintah menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%. 


Menurut Faisal Basri, kenaikan itu hanya menyengsarakan rakyat, namun tidak signifikan menambah penerimaan negara. Faisal juga menilai rencana kenaikan PPN menjadi 12% tidak adil. Sebab, korporasi besar masih jor-joran diberikan banyak insentif fiskal oleh pemerintah. (cnbcindonesia.com, 20-8-2024)


Pajak Suatu Keniscayaan dalam Kapitalisme


Kebijakan pajak atas rakyat dalam berbagai macam barang dan jasa merupakan kebijakan yang datang dari sistem kapitalis. Oleh karenanya, penarikan pajak dengan segala risikonya adalah suatu keniscayaan dalam kapitalisme.


Dalam kapitalisme, pajak dapat digunakan untuk menutupi defisit anggaran akibat dari sistem ekonomi yang berbasis utang. Akibatnya, rakyat yang menjadi korban, rakyat terus dipungut melalui berbagai jenis pajak yang akan membuat ekonomi rakyat makin sulit.


Kebijakan pajak ini sangat tidak adil bagi rakyat yang sedang mengalami kesulitan ekonomi dalam kehidupannya. Penguasa tidak boleh melakukan kezaliman terhadap rakyat terkait harta, apalagi dilakukannya terhadap ratusan juta rakyatnya.

 

Kapitalisme Menciptakan Ketidakadilan


Kenaikan PPN adalah salah satu konsekuensi dari penerapan sistem kapitalis dalam kehidupan. Sistem ini menjadikan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara, salah satunya untuk pembiayaan proyek pembangunan. Namun, hasil pembangunannya kadang kala tidak bisa dinikmati oleh semua rakyat.


Kebijakan pajak ini akan diterapkan kepada siapa saja, karena merupakan suatu kewajiban bagi rakyat. Meskipun begitu, kapitalisme sering kali tidak berlaku adil kepada rakyat. Hal ini terkait dengan peran negara dalam kapitalisme. 


Negara dalam kapitalisme tidak berperan sebagai raa'in, akan tetapi sebagai regulator dan fasilitator. Aturan yang dibuatnya sering kali berpihak kepada para pengusaha dan abai terhadap rakyat. Karena aturan itu dibuat untuk menguntungkan penguasa dan pengusaha.


Sistem kapitalis banyak memberikan keringanan pajak kepada pengusaha, sementara rakyat dibebani dengan berbagai jenis pajak yang makin memberatkan kehidupan mereka. Kewajiban membayar pajak ini sangat membebani rakyat.


Kepengurusan Islam Berbeda dengan Kapitalisme


Kepengurusan dalam kapitalisme berbeda dengan kepengurusan dalam sistem Islam. Dalam sistem ekonominya, Islam menetapkan negara sebagai raa'in (pengurus rakyat), yang akan mengurus rakyat, memenuhi kebutuhan, menyejahterakan, dan membuat kebijakan yang membuat rakyat hidup nyaman dan tenteram.


Sistem ekonomi Islam menetapkan aturan kepemilikan dan menjadikan sumber daya alam (SDA) sebagai milik umum. Sumber daya alam wajib dikelola oleh negara dan hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dengan berbagai mekanisme yang diatur syarak. 


Sumber daya alam ini adalah salah satu sumber pemasukan negara. Negara dalam Islam memiliki berbagai sumber pemasukan yang cukup untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, individu per individu. Rakyat tidak perlu dibebani dengan pungutan pajak.


Pajak dalam Sistem Islam 


Pajak (dharibah) dalam Islam memang ada, sebagai salah satu pos pemasukan Baitulmal. Namun, pos ini hanya diambil ketika kas negara sedang kosong, sementara ada kebutuhan yang wajib dipenuhi negara dan akan membahayakan jika tidak dipenuhinya. 


Namun, setelah kebutuhan tersebut terpenuhi, pengambilan pajak akan dihentikan. Jika masih ada harta di dalam Baitulmal, negara tidak boleh mengambil pajak. Dengan demikian, pengambilan pajak dalam Islam tidak bersifat terus-menerus, akan tetapi pada waktu tertentu saja.


Dalam sistem Islam, pajak tidak banyak jenisnya seperti halnya dalam sistem kapitalis. Pajak tidak menjadi pemasukan rutin dan utama, serta hanya diambil dari lelaki muslim dewasa yang kaya. Dengan pengelolaan APBN menurut aturan Islam, akan terwujud kesejahteraan bagi seluruh rakyat secara merata.


APBN dalam Islam Dirancang untuk Menyejahterakan Rakyat


APBN (Baitulmal) dalam Islam dirancang Allah Swt. untuk mewujudkan keadilan ekonomi, kesejahteraan rakyat, pemerataan kekayaan, dan sambil memperkuat negara secara keseluruhan. Dengan diterapkannya APBN (Baitulmal), rakyat tidak akan terbebani pajak berlebih, seperti PPN yang tinggi. Kebutuhan pokok rakyat akan terpenuhi dari zakat dan pendapatan dari sumber daya alam.


Selain itu, terjadi distribusi ulang kekayaan yang adil melalui zakat dan pengelolaan kepemilikan umum. Kekayaan tidak hanya berputar pada segelintir orang, tetapi didistribusikan untuk kepentingan umat. Dengan keuangan negara yang kuat tanpa utang luar negeri dan kebutuhan pokok rakyat telah terpenuhi, negara tentu akan menjadi mandiri secara ekonomi dan politik.


Khatimah


Dengan demikian, hanya sistem pemerintahan Islam yang dipimpin oleh seorang khalifah, berikut syariat yang diterapkannya secara menyeluruh yang dapat mewujudkan kehidupan makmur serta sejahtera bagi rakyatnya. Berjuang agar syariat Islam diterapkan kembali menjadi kewajiban bagi seluruh kaum muslim. Nabi Muhammad saw. telah memberi kabar gembira bahwa pada akhir zaman akan ada kehidupan yang sejahtera di bawah naungan kepemimpinan Islam.


Rasulullah saw. dalam sabdanya,


“Akan ada pada akhir umatku seorang khalifah yang memberikan harta secara berlimpah dan tidak terhitung banyaknya.” (HR. Muslim)


Wallahualam bissawab. [SJ/MKC